Beginilah 5 Indikator Ulama Akhirat

Beginilah 5 Indikator Ulama Akhirat

Beginilah 5 Indikator Ulama Akhirat

Suaramuslim.net – Imam Al Ghazali dalam magnum opusnya Ihyâ ‘Ulûmiddîn (I/77) mencatat lima indikator ulama berorientasi akhirat yang disarikan dari Al Quran. Dengan lima indikator ini, diharapkan umat Islam secara umum dan khususnya ulama bisa meneladaninya. Indikator pertama adalah “khasyah” (takut yang disertai pengagungan). Kedua, khusyuk. Ketiga, tawaduk, rendah hati. Keempat, berakhlak mulia. Kelima, zuhud di dunia sekaligus memprioritaskan akhirat.

Berdasarkan perspektif Al Quran, indikator khas ulama yang pertama adalah “khasyah”. Jiwanya dipenuhi rasa takut yang disertai pengagungan dan penghormatan kepada Allah SWT. Mengenai indikator ini, Allah berfirman:

{ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ} [فاطر: 28]

“Sesungguhnya di antara hamba-hamban-Nya yang takut kepada Allah adalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28)

Pada ayat ini, yang disebut ulama adalah orang yang tidak takut kepada makhluk. Yang ditakuti hanya Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam menegakkan kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, meski mendapat banyak ancaman, dengan gagah berani ulama akan tetap memperjuangkannya karena yang mereka takuti hanya Allah subhanahu wa ta’ala.

Selanjutnya, indikator yang kedua adalah khusyuk. Sebagaimana firman-Nya:

{خَاشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا} [آل عمران: 199]

“Sedang mereka khusyuk kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” (QS. Ali Imran [3]: 29)

Khusyuk bisa diartikan sebagai ketundukan dan ketenangan. Yang tidak kalah penting -berdasar ayat ini- ulama tidak akan memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga sedikit berupa perkara duniawi. Selain khusyuk dan tenang, mereka juga tidak silau terhadap bujuk rayu dunia. Mereka tidak gampang disuap, disogok dengan berbagai harta dunia yang sangat kecil nilainya dalam pandangan Allah.

Sedangkan indikator yang ketiga adalah tawaduk atau rendah hati. Mereka tidak pernah menyombongkan diri. Tidak pernah meremehkan orang lain walaupun keilmuannya lebih sedikit darinya. Dalam hal ini Allah berfirman:

{ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ} [الحجر: 88]

“Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr [15]: 88)

Ungkapan “merendahkan sayapmu” adalah sebuah metafor yang menunjukkan perintah akan kerendahhatian. Dalam benak ulama, selalu terngiang:

{وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ} [يوسف: 76]

“Dan di atas orang yang punya ilmu, maka ada Allah Yang Maha Berilmu.” (QS. Yusuf [12]: 76) sehingga, sikap rendah hati selalu terpancar dari mereka.

Adapun yang keempat adalah berakhlak mulia. Melalui Al Quran Allah menyampaikan pesan agung ini:

{ فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا} [آل عمران: 159]

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran [3]: 159) Tanpa akhlak mulia, mustahil seseorang disebut ulama. Pada ayat ini, meski pesannya ditujukan kepada Rasulullah shalallahu wa salam, tapi juga sangat relevan diarahkan kepada ulama. Sebagaimana nabi, harusnya ulama berakhlak mulia.

Sedangkan yang terakhir adalah zuhud. Sebagaimana firman-Nya:

{وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ} [القصص: 80]

“Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”.” (QS. Al-Qashash [28]: 80)

Kezuhudan ini ditampakkan oleh orang berilmu ketika menghadapi Qarun yang bangga dengan gelimang harta yang dimilikinya.

Ulama memiliki indikator kezuhudan. Mereka memilih hidup bersahaja, walaupun sebenarnya dunia mengejar-ngejarnya. Mereka adalah orang yang pasca dunia, artinya tidak diperbudak dunia. Dunia berada di genggaman tangan, tapi bukan menguasai hati. Dunia bagi mereka tidak lebih sebagai tempat tinggal sementara untuk menyiapkan bekal menuju kehidupan abadi di akhirat.

Jadi, ulama yang memiliki indakator: “khasyah” (takut yang disertai pengagungan), khusyuk, tawaduk, berakhlak mulia dan memperioritaskan akhirat (zuhud),insyaallah akan tetap tegar di tengah berbagai fitnah khususnya di era digital seperti sekarang.

Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment