Bencana Tahun Baru

Bencana Tahun Baru

Bencana Tahun Baru
Daerah terdampak tsunami selat sunda di Pandeglang Banten (24/12/18)

Suaramuslim.net – Tahun 2018 sebentar lagi akan berlalu. Namun dalam catatan, rasanya banyak duka menghiasi negeri kita. Terutama bencana alam. Mari kita urut satu persatu musibah yang hadir untuk Indonesia.

Dari Januari, di pembukaan tahun gempa dengan kekuatan 6.1 SR terjadi di Lebak, Banten. Selepas Ramadhan gempa dengan kekuatan 7.0 SR menggoncang Lombok NTB. Korban meninggal tercatat 564 orang.

Belum tuntas Lombok, rumah yang hancur belum banyak terbangun, tiba-tiba Donggala Palu diterjang tiga bencana sekaligus gempa, tsunami, dan likuifaksi. Ribuan orang jadi korban. Desa Petobo menjadi viral karena tertimbun dan hanya jadi cerita.

Belum lagi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 menghias layar kaca. Dan semoga menjadi terakhir, tsunami di selat Sunda yang berakibat ratusan korban meninggal dan hilang di wilayah Banten dan Lampung.

Sepantasnya kita mengulang pertanyaan Ebiet G Ade: Mengapa di tanahku terjadi bencana? Para ulama serempak menjawab dengan mengutip QS 30: 41, “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena ulah tangan-tangan manusia. Agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan Allah.”

Meski telah mendengar peringatan tersebut, namun tidak sedikit yang berkilah, “yang penting kan saya tidak melakukan kezaliman itu’. Lalu kita hanya bisa terharu sambil berdoa “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun.”

Ungkapan “yang penting saya tidak melakukan kezaliman” mengandung pemahaman bahwa di sekitar kita banyak kezaliman dan kita ‘bersepakat’ melakukan pembiaran.

Sikap pembiaran dan abai terhadap kezaliman dan kemaksiatan itulah yang justru mengundang azab Allah, seperti sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya manusia apabila melihat kezaliman dan tidak berusaha untuk mencegahnya maka dikhawatirkan Allah Swt akan meratakan azab-Nya.” (HR Abu Daud).

Karena itu ada kaidah ushul fiqh yang menyatakan, mencegah kerusakan (kezaliman) harus lebih didahulukan ketimbang mengejar kemaslahatan. Pemimpin dan atau pemerintah mempunyai tanggung jawab besar untuk mengawal kaidah ini. Ditegaskan dalam hadis lain: “Apabila engkau melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tanganmu (kekuasaan, kewenangan), apabila tidak mampu dengan lisanmu, apabila tidak mampu maka dengan hatimu. Dan itu pertanda selemah-lemah iman.”

Oleh sebab itu bila tahun baru 2019 datang, rasanya tidak elok kita bergembira berlarut-larut, melonjak-lonjak, karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih dalam suasana duka. Bahkan yang di Lombok pun masih banyak yang belum bisa membangun rumah kembali, apalagi di Palu, dan yang terbaru di Banten.

Saya mengajak yang membaca ini lebih baik mengikuti majelis zikir malam muhasabah tahun baru, kalau pun tidak, maka diamlah di rumah untuk berdoa. Tidak perlu perayaan berlebihan. Sesungguhnya banyak saudara kita yang masih berduka.

Tidak cukup dengan itu, rangkaian bencana ini sekaligus mengingatkan kepada kita untuk cerdas memilih pemimpin (legislatif dan eksekutif) yang berani mencegah kemunkaran dan kezaliman sebelum sibuk membangun kemaslahatan ataupun infrastruktur. Allah berjanji, “Dan Tuhanmu tidak akan menghancurkan suatu negeri dengan zalim, selama ahlinya (pejabat pemerintahnya) orang-orang muslihun (QS Hud 117).

Muslihun itu artinya bukan hanya shalih (baik) buat dirinya sendiri tapi juga melakukan gerakan perbaikan dari kezaliman dan kemaksiatan di negerinya.

Saatnya memilih dengan hati,
Dan semoga 2019 Allah memberikan rahmat kepada masyarakat Indonesia dan menjauhkan dari bencana.

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment