Cadar dan Azas Kebebasan Beragama

Cadar dan Azas Kebebasan Beragama

Cadar dan Azas Kebebasan Beragama

Suaramuslim.net – Perkembangan dan kemajuan zaman tak pernah sepi dengan isu dan permasalahan yang terus mengiringinya.

Permasalahan sebuah zaman pun akan terikat erat dengan kapasitas dan kualitas generasi yang mengisinya. Artinya, jika sebuah generasi memiliki ujian permasalahan tentang sesuatu yang besar dan “berbobot”, berarti generasi tersebut sudah memiliki kualitas yang tepat untuk memikul dan mengatasinya. Pun sebaliknya, ketika sebuah zaman hanya menawarkan isu dan permasalahan remeh-temeh pada generasinya, maka sudah waktunya generasi tersebut berbenah atau jika tidak sebaiknya mereka berhenti bermimpi menjadi generasi yang kelak akan diperhitungkan zaman itu sendiri.

Sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berazas Pancasila, tentu Indonesia sudah tidak diragukan lagi akan kapasitas dan kualitas generasinya. Dengan rentang perjalanan yang tidak sebentar, bangsa ini sudah mencapai apa yang sudah dicapainya. Fondasi yang mapan dan kokoh pun sudah dipancang kuat oleh para pendahulu demi tegaknya peradaban bangsa setinggi-tingginya.

Diantara butir-butir Pancasila sebagai azas dan pegangan yang akan menentukan kualitas peradaban bangsa ini adalah azas Ketuhanan yang Maha Esa, di mana salah satu makna dan penerapan sila tersebut adalah terjaminnya kebebasan masyarakat atau individu untuk menjalankan agama yang dianutnya.

Dalam hal yang berkenaan dengan kebebasan menjalankan agama masing-masing ini, tentu juga harus sesuai dengan undang-undang dasar yang sudah diatur dan ditetapkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terkait dengan ini semua, kemarin penulis secara tidak sengaja membaca berita tentang sebuah institusi perguruan tinggi negeri yang akan mengeluarkan larangan mengenakan cadar dengan alasan pengamalan agama tertentu (Islam) kepada mahasiswi-mahasiswinya.

Tentu saja, berita yang sampai saat ini (Kamis, 8 maret) masih hangat dibahas, menimbulkan polemik di masyarakat dan dengan cepat menjadi viral lewat media-media sosial yang ada khususnya di kalangan para pemikir muslim dan pemerhati pendidikan.

Pada dasarnya, hukum memakai cadar bagi muslimah sudah sangat jelas dibahas dalam kitab-kitab fiqih rujukan, sehingga tidak perlu panjang lebar lagi kita bahas dalam kesempatan kali ini.

Kesimpulan yang bisa kita sepakati bersama, meskipun masalah memakai cadar adalah masalah khilafiyah di antara para ulama, tidak ada satu pun pendapat yang mengharamkan atau setidaknya memakruhkannya tanpa ada pertimbangan hukum lain terkait masalah tersebut. Artinya, terlepas dari pro dan kontra kewajiban memakai cadar bagi muslimah, tetap saja ia merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang universal dan secara sah bisa diamalkan oleh seorang muslimah di mana pun dan kapan pun sesuai dengan keyakinannya.

Oleh karena itu, melarang cadar atas muslimah yang secara merdeka berkeinginan memakainya sangat bertentangan dengan ajaran Islam, juga secara otomatis, langsung atau tidak langsung, menentang azas kebebasan memeluk dan menjalankan agama yang diyakini di negeri ini. Sehingga, sangat disayangkan jika sebuah institusi perguruan tinggi yang bahkan membawa label Islam malah mengeluarkan aturan pelarangan memakai cadar bagi muslimah karena dianggap sebagai faham transnasional.

Dengan itu pula, apabila logika pelarangan cadar ini tetap dipaksakan, maka secara tidak langsung ianya bermakna bahwa Islam sebagai agama yang mengajarkan tentang cadar juga merupakan agama transnasional karena tidak berasal dari bumi Nusantara.

Logika ini pun akan berimplikasi pada ajaran-ajaran agama lain yang secara “origin”nya juga bukan berasal dari Indonesia. Tentu saja logika ini merupakan logika “fallacy” yang tidak bisa diterima oleh bangsa yang berazas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Lebih jauh lagi, sebuah institusi pendidikan atau pun katakanlah oknum yang memaksakan salah satu pendapat dari dua atau lebih pendapat yang ada dalam sebuah masalah fiqih, entah atas dasar sentimen atau kekurang fahaman terhadap hukum Islam itu sendiri, sangat tidak dibenarkan dan merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji karna keluar dari sifat-sifat “amanah ilmiyah”, terlebih bagi mereka yang berkecimpung langsung dalam dunia pendidikan.

Seharusnya perbedaan pendapat yang ada dalam sebuah disiplin ilmu, oleh kalangan terdidik disikapi sebijak mungkin dengan mengedepankan azas kebebasan berpendapat lewat seminar-seminar atau diskusi-diskusi sehat yang berkualitas. Bukan malah mengklaim pendapat ini adalah yang paling benar sedangkan pendapat Anda adalah salah tanpa adanya uji materi masing-masing pendapat secara adil.

Diskusi sehat atau musyawarah mufakat seperti itulah yang sangat dianjurkan oleh agama Islam dan juga menjadi salah satu karakter bangsa sesuai dengan amanat undang-undang Negara Republik Indonesia.

Semoga bangsa kita, bangsa Indonesia, terus terbangun dan membangun negeri sesuai dengan ajaran dan cita-cita para pendahulunya lewat azas-azas dan garis-garis yang sudah mereka sepakati dan tetapkan bersama. (Ditulis di Makkah, 8 Maret 2018)

Kontributor: Imam Gazali
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment