Cara Islam melatih pertahanan diri dalam menghadapi masalah

Cara Islam melatih pertahanan diri dalam menghadapi masalah

Suaramuslim.net – Hidup adalah anugerah, hadiah terindah dari Allah SWT bagi seorang hamba yang diberkahi. Pribadi yang diberkahi adalah manusia yang mampu merasakan setiap detik peristiwa yang diberlakukan Allah SWT kepadanya dengan penuh kesyukuran.

Mendapatkan kenikmatan ia bersyukur, mendapatkan kemalangan juga ia tetap penuh rasa syukur. Jika saja ada “masalah” yang dihadirkan Allah SWT disikapi dengan positif.

Ya! Karena kita tidak pernah mengetahui takdir kita, maka teruslah bergerak untuk menjalankan semua aktivitas kehidupan dengan ketentuan yang sudah diberikan melalui Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Muhammad SAW.

إعملوا فكل ميسر لما خلق له

Peganglah hadits di atas, “Beramallah kalian (berkarya) melakukan kebaikan-kebaikan, semua akan dimudahkan menuju takdirnya.”

Manusia diberi tugas besar sebagai khalifah di bumi, maka mustahil bagi manusia tidak punya masalah. Karena khalifah tidak boleh lemah, khalifah tidak diizinkan rapuh, khalifah pemegang kekuasaan dan wajib menghadirkan solusi, minimal untuk kebaikan diri sendiri.

Anggaplah masalah kita, semua kesulitan kita, harga yang harus kita bayar hari ini untuk kebesaran masa nanti. Karena kita tidak pernah tahu, takdir yang akan dihadirkan Allah SWT kepada kita.

Nah! mekanisme pertahanan (defence mechanism) merupakan strategi psikologis yang secara ilmiah tidak sadar digunakan untuk melindungi seseorang dari kecemasan, merasa punya masalah dari terkecil hingga masalah besar.

Sama seperti tubuh yang akan bereaksi untuk melindungi diri saat berada dalam bahaya, jiwa kita juga memiliki sistem khusus untuk mempertahankan diri saat menghadapi situasi yang dirasa membahayakan.

Intinya kita membangun mekanisme pertahanan diri, agar hidup tidak terganggu dengan adanya ancaman atau bahaya dari luar.

Khauf dan Khasyah

Ancaman atau bahaya yang kita rasakan, berawal dari rasa “takut.” Al-Qur’an memiliki dua kata yang menjelaskan asal rasa takut, yaitu Khauf (خوف) disebutkan 65 kali dalam Al-Qur’an dan Khasyah (خشية) disebutkan 23 kali dalam Al-Qur’an.

Khauf adalah rasa gelisah secara umum atau bawaan fitrah. Misalnya, takut binatang buas, takut ketinggian, dan lainnya.

Khasyah adalah rasa gelisah yang sudah dipahami sebabnya, dan karena mengetahui itulah, maka ketakutan semakin hadir dalam dirinya. Khasyah lebih sering disebutkan pada wilayah keyakinan hati, dan peran setan di wilayah ini selalu menyertai.

Bahasa Al-Qur’an untuk menyebut hati adalah qalbun (قلب) dengan jamak qulub (قلوب) yang berarti selalu bergolak.

Pergolakan inilah yang akan menguji kekuatan manusia dalam menuruti jiwa takwa atau membiarkan jiwa fujur yang sesungguhnya menjadi katalis takwa, akhirnya berdiri sendiri, dikuasai setan dan akhirnya memunculkan keresahan, kecemasan, bahkan kejahatan.

Menjaga TIGA kekuatan diri

Jangan biarkan diri kita lemah! Agar kita menjadi pribadi yang kuat, kita harus rela menjadi pribadi yang siap “tidak nyaman.” Bagaimana caranya?

Kita berlatih menahan syahwat dari hal-hal yang melemahkan tiga kekuatan manusia. Usaha menjaga segala sesuatu dari hal yang bahkan kadang terlihat sederhana. Seperti menghindari makanan dan minuman yang efek negatifnya mungkin baru akan nampak saat usia kita sudah di atas 30 tahun.

Tiga kekuatan manusia dalam Al-Qur’an; fisik, akal, dan ruh harus dijaga pertahanannya, diatur strategi yang baik agar ia tidak melemah.

Ingin fisik kuat, maka berikan nutrisi makanan sehat, halal, baik, tidak berlebihan, dan istirahat sesuai kebutuhan.

Ingin akal kuat, berikanlah nutrisi pengetahuan yang positif dan jauhi narkoba.

Ingin ruh sehat, maka kita wajib mengatur aktivitas ibadah, merawat rasa dan akal. Jangan merusak rasa dengan hal-hal yang tidak berfaedah.

Mekanisme pertahanan diri dalam ranah keilmuan Psikologi dikembangkan oleh ayah dan anak, keluarga Freud.

Anna Freud memunculkan sepuluh jenis pertahanan diri. Pelampiasan, penindasan, denial/penyangkalan, sublimasi (perilaku positif), proyeksi (ruang emosi), intelektualisasi (kegiatan akademis), rasionalisasi, regresi (mengulang sesuatu yang pernah menyamankan), reaksi (do-don’t), dan merehatkan diri sejenak.

Islam mengajarkan kepada kita dalam mengembangkan sistem pertahanan diri ini dengan tahapan yang insya Allah mudah diikuti. Istigfar, menenangkan diri (wudu, salat), evaluasi peristiwa, mengambil hikmah, kembali menyusun cara, menjalankan semua dengan niat ibadah, dan tawakal kepada Allah SWT.

Beberapa ayat yang bisa kita implementasikan di antaranya, Q.S. Al-Baqarah: 286 dan Q.S. Al-Insyirah.

Menghadirkan gembira dalam kecemasan

Saya akan memulai dari sebuah hadis riwayat Imam Ath-Thabrani. “Kabarkanlah kegembiraan dengan lantang dan segerakan!”

Sebuah kisah hikmah dari perang Khandaq, kisah terbukanya kota Mekah, dan tentu kisah motivasi penaklukan dua imperium; Konstantinopel dan Romawi.

Amal yang paling dicintai dan utama adalah memasukkan bahagia di hati muslim. Jangan biarkan umur kita mubazir hanya dengan melakukan segala sesuatu yang standar saja. Berikanlah ruang pikir kita yang lebih luas untuk meraih pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang pribadi-pribadi terbaik.

Pesan kita kepada anak-anak kita, “Nak, jangan tersisa nasi sebutirpun saat kamu makan, karena kita tidak tahu di butir yang mana keberkahan Allah SWT berikan.

Demikianlah, kita meyakini bahwa ada berkah dalam sebutir nasi dan tidak pernah kita izinkan untuk mubazir.

Mari kita tengok bagaimana kita menjalani usia, kadang terbiarkan mubazir karena tidak pandainya kita dalam mengisi kebermanfaatan usia kita. Kunci pembuka berkah adalah bersunnah kepada keteladanan Rasulullah. Wallahu a’lam bisshawab.

Hamdiyatur Rohmah
Disampaikan dalam talkshow Mozaik
Suara Muslim Radio Network
Jumat 11 Maret 2022

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment