Jakarta (Suaramuslim.net) – Perilaku memperalat agama untuk kepentingan meraih kekuasaan menjadi perilaku jamak yang ditunjukkan politisi di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Menurut Dahnil, ketika menjelang pemilu para politisi Indonesia mendadak lebih religius daripada biasanya. Dahnil mengingatkan agar para politisi untuk berpolitik secara otentik
“Maka, saran saya elit-elit politik tampil dan berpolitiklah dengan otentik, tidak dipenuhi dengan laku-laku “mendadak religius” yang cenderung menipu sehingga rumah ibadah dan agama tidak menjadi battle ground pertarungan syahwat kekuasaan para politisi” ujar Dahnil kepada Suaramuslim.net melalui pesan singkat, Kamis (26/4).
“Kontestasi politik seringkali destruktif terhadap kehidupan sosial masyarakat, khususnya kerukunan umat beragama. Kemunafikan dan keberpura-puraan rajin dipertontonkan untuk memperoleh simpati dari pemilih umat beragama”, lanjut Dahnil.
Menurut Dahnil, simbol-simbol agama yang sama sekali tidak pernah dikenakan, jelang pemilu biasanya digunakan.
“Misal mendadak pakai Jilbab, mendadak rajin ke masjid, ke gereja, ke pesantren dan simbol-simbol religius lainnya. Bahkan tidak jarang, memaksakan diri menjadi imam shalat padahal tidak pantas dan tidak bisa” kritik Dahnil.
Bagi Dahnil, perilaku tersebut akhirnya menjadikan agama sebagai ruang pertarungan politik dan rumah ibadah menjadi battle ground pemilu sehingga dapat merusak kerukunan umat beragama di Indonesia.
“Karena politisi-politisi tersebut tidak menjadikan agama sebagai akhlak atau standar moral berpolitik namun memanfaatkan agama untuk menarik simpati demi kekuasaan” ungkapnya.
“Nah, dengan fenomena mendadak religius yang ditunjukkan para politisi kita tersebut, agaknya penting bagi masyarakat untuk terus merawat akal sehatnya dalam menilai politisi, dan tetap menjaga kerukunan antar umat beragama. Jangan sampai upaya adu domba demi syahwat kekuasaan merusak keberagaman Indonesia” tegas Dahnil.
Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir