Dampak Psikologis Pertengkaran Orang Tua di Depan Anak

Dampak Psikologis Pertengkaran Orang Tua di Depan Anak

Ilustrasi anak yang mendengar pertengkaran orang tua. Ils: beritasatu.com

Suaramuslim.net – Pernikahan adalah penyatuan dua pribadi yang berbeda, mulai dari pola pikir, latar belakang, budaya, sampai prinsip. Jadi, tidak heran kalau pertengkaran suami istri sering terjadi. 

Namun, apabila bunda adalah pasangan yang sudah memiliki buah hati, apalagi usianya masih di bawah lima tahun, ada baiknya bunda berdua mulai mengurangi kebiasaan ini, terutama saat sedang bersama anak-anak.

Menurut Henny Eunike Wirawan, psikolog sekaligus pembantu Dekan I Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara, Jakarta, anak yang sering melihat pertengkaran orang tuanya bisa meragukan kebahagiaan dan kedamaian yang dijanjikan dalam sebuah ikatan perkawinan. 

Bentakan, cacian, makian, dan tindakan kekerasan yang kerap bunda dan ayah pertontonkan saat bertengkar di depan si kecil bisa membekas kuat di ingatannya. Ingatan buruk ini sering kali memengaruhi perkembangan mental si kecil nantinya.

Apa dampak bertengkar di depan anak?

Tahukah bunda dan ayah, bahwa kalian merupakan panutan bagi si kecil? Dilansir dari alodokter, jika bunda dan ayah sering bertengkar di depan si kecil, ia mungkin akan mencontoh atau bahkan tidak lagi mengganggap bunda dan ayah sebagai panutan yang mereka banggakan.

Selain itu, anak-anak bergantung kepada orang tua untuk mendapatkan rasa nyaman dan aman. Jika sering melihat orang tuanya bertengkar, anak-anak bisa merasa tidak nyaman dan takut.

Bertengkar di depan anak juga dapat menimbulkan beragam dampak negatif lainnya pada anak, yaitu:

1. Anak yang terpapar konflik memiliki denyut jantung yang cepat dan respons hormon stres

Dalam kebanyakan kasus, pertengkaran memiliki sedikit atau tidak ada efek negatif bagi anak. Tetapi saat orang tua berteriak dan marah satu sama lain, terkadang bunda dan ayah saling memberikan “perlakuan diam.”

Penelitian Inggris dan internasional yang dilakukan selama beberapa dekade melalui pengamatan di rumah serta penelitian eksperimental, menunjukkan bahwa sejak usia enam bulan, anak yang terpapar konflik, memiliki denyut jantung yang lebih cepat dan respons hormon stres.

Bayi, anak-anak dan remaja dapat menunjukkan tanda-tanda gangguan perkembangan otak dini, gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan perilaku, dan masalah serius lainnya sebagai akibat dari hidup dengan konflik orang tua yang parah atau kronis.

Efek serupa juga terlihat pada anak yang terpapar pada konflik yang sedang berlangsung tetapi tidak intens, jika dibandingkan dengan anak yang orang tuanya menyelesaikan konflik secara tenang.

2. Anak dapat menyalahkan diri sendiri atau dapat merasa bersalah atas pertengkaran

Apa arti semua ini bagi orang tua? Pertama, penting untuk menyadari bahwa orang tua dapat sering berdebat atau tidak setuju satu sama lain. Namun, ketika terlibat dalam konflik yang sering, intens dan tidak diselesaikan, anak dapat meresponsnya dengan kurang baik.

Terlebih lagi jika pertengkaran itu menyangkut anak, sehingga anak menyalahkan diri sendiri atau merasa bersalah atas pertengkaran itu. Efek negatif ini dapat memberikan gangguan tidur dan gangguan perkembangan otak dini untuk anak, kecemasan dan masalah perilaku di sekolah, depresi, masalah akademik.

Hal ini tidak hanya terpengaruh dalam kehidupan anak sendiri, tetapi penelitian menunjukkan bahwa hubungan yang buruk dapat berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ini adalah siklus yang harus dipatahkan jika orang tua menginginkan kehidupan anak yang positif dan bahagia untuk generasi selanjutnya, keluarga berikutnya.

3. Membuat anak cemas dan berisiko mengalami depresi

Melihat kedua orang tuanya sering bertengkar bisa membuat anak lebih mudah cemas, bahkan depresi. Hal ini berkaitan dengan pikiran negatif yang berkembang di dalam pikiran anak dan kekhawatirannya kalau-kalau pertengkaran ini akan berujung pada perceraian kedua orang tuanya.

Ketakutan anak terhadap perpisahan orang tua sangat berasalan. Saat orang tua bercerai, anak biasanya akan ikut salah satu orang tua, dan ini bisa membuatnya kehilangan sosok ibu atau ayah.

4. Anak cenderung nakal

Konflik pada orang tua bisa membuat anak merasa kurang diperhatikan. Akhirnya, anak akan mencari perhatian dengan caranya sendiri, misalnya dengan melakukan kenakalan di rumah atau masalah di sekolah.

5. Anak menjadi peniru

Selanjutnya dampak pertengkaran orang tua bagi anak adalah anak akan mudah meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Pertikaian, ocehan, caci maki bahkan bentrokan fisik sering menjadi contoh bagi anak.

Anak merasa orang tua melakukan hal tersebut satu sama lain. Lalu anak akan melakukan hal yang sama kepada teman sebayanya atau orang lain. Jadi berhati-hati dalam memberi contoh dan teladan bagi anak karena sangat penting untuk perkembangan mentalnya. Ketahui beberapa contoh egosentrisme pada anak mulai usia dini.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment