Festival Tabot Jelang 1 Muharram 1440 H, Masuk Agenda Wisata Kelas Dunia

Festival Tabot Jelang 1 Muharram 1440 H, Masuk Agenda Wisata Kelas Dunia

Festival Tabot Jelang 1 Muharram 1440 H, Masuk Agenda Wisata Kelas Dunia
Festival Tabot Bengkulo (foto:mayamirandaambarsari.com)

Suaramuslim.net – Menjelang pergantian tahun baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriah, sebagian besar wilayah di Indonesia telah mempersiapkan rangkaian tradisi khas. Satu diantaranya festival Tabot dari Provinsi Bengkulu. Dilansir dari laman Kompas, kabarnya festival ini masuk dalam 100 agenda wisata Indonesia kelas dunia tahun 2018. Pemerintah setempat juga menetapkannya sebagai agenda wisata tahunan disamping festival pesisir panjang dan festival bumi rafflesia.

Masyarakat Bengkulu menjalankan tradisi tabot menjelang Tahun Baru Hijriyah secara turun temurun. Upacara tradisional ini bertujuan untuk mengenang kisah kepahlawanan sekaligus gugurnya cucu Rasulullah saw, Husein bin Ali bin Abi Thalib melawan pasukan Ubaidillah bin Zaid di Padang Karbala, Irak, pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah (681M).

Menurut beberapa sumber referensi, dalam peperangan melawan kaum Khawarij, Husein gugur dengan kondisi tangan dan kepala terpisah dari badan. Saat para pengikut Husain menemukan tubuhnya, tiba-tiba turunlah bangunan indah yang kemudian mengangkat tubuh cucu Nabi yang syahid.

Terdengar pula suara yang menyerukan agar pengikut Husein membuat bangunan serupa selama 10 hari dalam bulan Muharram untuk mengenang gugurnya para pejuang di Padang Karbala. Bangunan indah yang membawa jenazah Husein itulah yang kemudian dinamai Tabut (Tabot). Ini yang menjadi cikal bakal perayaan Tabot oleh umat Islam di berbagai penjuru dunia.

Di Bengkulu, tradisi upacara Tabot dibawa oleh para penyebar agama Islam yang berasal dari Punjab, India, pada masa penjajahan Inggris. Syeh Burhanuddin atau dikenal dengan Imam Senggolo, orang pertama kali yang merayakan tradisi Tabot pada 1685. Saat itu, Imam Senggolo menikah dengan wanita Bengkulu. Sehingga anak, cucu, dan keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot. Karena keturunan Imam Senggolo itu tetap melestarikan ritual Tabot di Bengkulu, hingga akhirnya ditetapkan menjadi agenda wisata tahunan.

Perayaan festival tabot di Bengkulu ini mengandung nilai religi (sakral), sejarah dan nilai sosial.  Tata cara dan tujuan tradisi ini juga mirip dengan upacara Karbala di Iran. Khusus untuk kegiatan yang tergolong ritual, hanya bisa dilakukan oleh keluarga dari keturunan tertentu dan dipimpin oleh sesepuh keturunannya langsung. Sementara lainnya, bisa diikuti oleh warga umunya.

Secara harfiah istilah tabot berasal dari Bahasa Arab yang artinya ‘kotak kayu’ atau peti. Kotak kayu yang dipakai dalam festival tabot di Bengkulu ini berbentuk bangunan bertingkat menyerupai menara masjid. Ukuranya pun beragam dengan berhiaskan lapisan kertas warna-warni. Peti berukuran raksasa itu nantinya akan diarak keliling kota.

Pelaksanaan festival Tabot berlangsung mulai tanggal 1 hingga 10 Muharram dengan rangkaian ritual dan bermacam kegiatan kolosal. Pertama, adalah ritual mengambil tanah dari tempat yang dianggap keramat. Misalnya, keramat Tapak Padri dekat Benteng Marlborough atau Keramat Anggut yang berada di pemakaman umum Pasar Tebek. Tanah tersebut nantinya dibungkus dengan kain kafan putih dan dibentuk seperti boneka manusia.

Tahapan kedua, duduk penja (mencuci jari-jari). Benda yang terbuat dari kuningan, perak, atau tembaga itu dibuat menyerupai bentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Konon katanya benda keramat itu setiap tahun harus dicuci menggunakan air limau. Berikutnya adalah meradai atau mengumpulkan dana. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh Jola, petugas yang mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan. Mereka umumnya berasal dara kalangan anak-anak usia 10-12 tahun.

Tahap keempat, manjara. Berupa kunjungan ke kelompok lain untuk beradu dal. Yaitu alat musik sejenis beduk, terbuat dari kayu dengan lubang di bagian tengahya, dan ditutupi kulit lembu. Pertandingan dal berlangsung selama dua hari. Selanjutnya adalah arak penja. Penja diletakkan dalam tabot, lalu diarak di jalanan utama Kota Bengkulu. Arak penja juga masih dilakukan pada tahap keenam, namun ada tambahan serban (sorban) putih yang diletakkan pada tabot kecil.

Berikutnya, tahapan yang wajib diikuti di tiap perayaan upacara tabot, yaitu gam yang berarti tenang atau berkabung. Pada tahapan ini, tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk mengadakan kegiatan. Pelaksanaannya jatuh pada tanggal 9 Muharram, dimulai pukul  07.00 hingga sore hari.

Tahap kedelapan adalah arak gendang. Prosesinya diawali dengan pelepasan tabot menempuh rute yang sudah ditentukan. Semua kelompok akan bertemu dan membentuk arak-arakan besar (pawai akbar) menuju jalanan Kota Bengkulu. Di sana juga hadir kelompok penghibur dan masyarakat pendukung grup tabot.

Terakhir, yang menjadi acara puncak dari festival tabot disebut tabot tebuang. Kegiatanya dilaksanakan tepat pada tanggal 10 Muharram. Seluruh tabot berkumpul dan dibariskan di Tapak Paderi, kemudian melakukan arakan menuju Padang Jati, dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela.

Kontributor: Siti Aisah
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment