Suaramuslim.net – Tahukah anda, bahwa sebelum Rasulullah wafat, Rasulullah melakukan perjalanan haji bersama 100.000 orang bahkan lebih. Ada yang mengatakan jumlah rombongan jamaah calon haji yang langsung di bawah pimpinan Rasulullah kurang lebih 114.000 orang. Peristiwa itu dikenal sebagai peristiwa Haji Wada’. Bagaimana kisah Rasulullah ketika Haji Wada’?
Haji Wada’ dikenal dengan nama Haji Perpisahan Nabi Muhammad Sallallahi alaihi wa sallam. Beliau mengumumkan niatnya pada 25 Dzulqaidah 10 H atau setahun sebelum beliau wafat. Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra, ia berkata: “Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawwarah, Rasulullah saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah Sallallahi alaihi wa sallam dan mengamalkan ibadah haji sebagaimana amalan beliau.”
Peristiwa Haji Wada adalah momen besar yang menjadi perpisahan beliau dengan umatnya. Pada akhir tahun 10 H, tampaklah beberapa tanda yang mengindikasikan bahwa ajal Rasulullah Sallallahi alaihi wa sallam telah dekat.
Pada tanggal 8 Dzul Hijjah 10 H, Nabi sallallahi alaihi wa sallam berangkat menuju Mina. Beliau shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya di sana. Kemudian bermalam di Mina dan menunaikan shalat Subuh juga di tempat itu. Setelah matahari terbit, beliau berangkat menuju Arafah. Setelah matahari mulai bergeser, condong ke Barat, Nabi Saw mulai memberikan khutbah di sebuah tempat bernama Namirah.
Khutbah Terakhir Rasulullah Kepada Umat-Nya
Pada saat itu Rasulullah sallallahi alaihi wa sallam menyampaikan pesan-pesan kepada umat Islam pada haji terakhir atau haji wada. Begitu penting pesan-pesan Nabi, hingga Beliau meminta kepada yang hadir untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir.
“Wahai sekalian manusia. Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Setiap Muslim adalah saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslim semua bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.”
Melalui pesannya itu, Nabi mengingatkan kepada umatnya untuk saling memelihara persaudaraan. Melalui persaudaraan insani ini, akan bertambah rasa cinta manusia satu sama lain. Dalam Islam, rasa cinta demikian tidak hanya terhenti pada batas-batas tanah air tertentu. Karena itu, manusia dari segenap penjuru dunia diminta untuk berkumpul di satu irama yang sama, tanpa adanya diskriminasi. Dan, tempat berkumpul terbaik untuk itu ialah di tempat memancarnya cinta ini, yakni di Baitullah. Dan itulah ibadah haji.
Ketika melaksanakan ibadah haji, kita diperintahkan untuk hidup luhur sebagai teladan iman ke pada Allah. Dalam surah Al Baqarah 197 kita diingatkan “… mereka yang mengerjakan haji tidak boleh ada satu percakapan kotor, perbuatan fasik, dan berbantah-bantahan ….”
Di Tanah Suci inilah, di tempat orang-orang beriman menunaikan rukun Islam kelima, kita saling berkenalan dengan jamaah haji dari berbagai dunia untuk saling mempererat persaudaraan. Mereka diminta untuk menghilangkan segala perbedaan dan diskriminasi. Karena di tempat suci ini, mereka harus merasa di hadapan Tuhan mereka itu adalah sama.
Rasanya tidak ada kenikmatan yang lebih besar daripada nikmat akan keagungan Tuhan. Karena Dia-lah sumber dari segala kebahagiaan. Menurut Muhammad Husein Haekal, penulis buku sejarah Nabi, di hadapan cahaya iman serupa ini, segala angan-angan kosong tentang hidup akan sirna. Segala kecongkakan dan kebanggaan karena harta, keturunan, kedudukan, dan kekuasaan akan lenyap. Semoga mereka yang menunaikan ibadah haji memperoleh haji mabrur.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir