Ini Kata Ulama tentang Haji Mabrur

Ini Kata Ulama tentang Haji Mabrur

haji mabrur

Suaramuslim.net – Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrur. Bagaimana tanda-tanda orang yang hajinya mabrur ? berikut ulasannya.

Haji mabrur bukanlah sekedar haji yang sah. Mabrûr artinya diterima oleh Allah Azza wa Jalla, dan sah artinya menggugurkan kewajiban. Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah Azza wa Jalla .

Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan,“Yang hajinya mabrûr sedikit, tapi mungkin Allah Azza wa Jalla memberikan karunia kepada jama`ah haji yang tidak baik dikarenakan jama’ah haji yang baik.”

Meski yang menilai mabrûr tidaknya haji seseorang hanyalah Allah subhanahu wa taala semata. Namun para ulama menyebutkan ada tanda-tanda mabrûrnya haji, berdasarkan keterangan al-Qur`ân dan Hadits.

Tanda Haji Mabrur Menurut Para Ulama

Pertama, harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal, karena Allah Azza wa Jalla tidak menerima kecuali yang halal, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik.”

Orang yang ingin hajinya mabrûr harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal dan jauh dari riba. Hal ini terkait dengan keberkahan Azza wa Jalla terhadap ibadah yang kita lakukan. Karena perbuatan baik tidak bisa dilakukan dengan cara yang tidak baik.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam sebuah syair, “Jika Anda berhaji dengan harta tak halal asalnya. Maka Anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan Anda. Allah subhanahu wa taala tidak menerima kecuali yang halal saja. Tidak semua yang berhaji mabrûr hajinya.”

Kedua, amalan-amalannya dilakukan dengan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya dijalankan, dan semua larangan ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusan yang telah ditentukan.

Di samping itu, haji yang mabrûr juga memperhatikan keikhlasan hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qâdhi: “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jama`ah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah Azza wa Jalla.”

Ketiga, hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik, seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Maka haji mabrûr adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa.

Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrûr adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud haji mabrûr, maka beliau menjawab, “Memberi makan dan berkata-kata baik.”

Keempat, tidak berbuat maksiat selama ihram. Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan jika dilanggar, maka haji mabrûr yang diimpikan akan lepas.

Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusûq dan jidâl. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusûq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.”

Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihrâm. Sedangkan fusûq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusûq yang dimaksudkan dalam hadits di atas, dan Jidâl adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.

Kelima, Pulang dari haji dengan keadaan lebih baik. Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal shaleh melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.

Ibadah haji adalah ibadah bak madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jama`ah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Untuk sementara, mereka terjauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para Ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.

Orang yang hajinya mabrûr menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridha Allah Azza wa Jalla, ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Haji mabrûr adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.” Ia juga mengatakan “Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji.”

Kemudian, Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah mengatakan, “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.”

Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment