Holywings sebagai fenomena gunung es kebencian terhadap Islam

Holywings sebagai fenomena gunung es kebencian terhadap Islam

Kisah Muhammad Ghazali dan Peminum Khamr
Ilustrasi Khamr atau Minuman Keras. (Ils: Kelly Romanaldi/dribbble)

Suaramuslim.net – Fenomena penistaan terhadap Islam bukan mereda, tetapi justru meningkat dan masif. Holywings bisa dijadikan sebagai contoh bahwa penistaan merupakan fenomena gunung es. Dengan kata lain, Holywings merepresentasikan pelecehan terhadap Islam yang terpelihara dan akan terus berlangsung.

Kebencian kepada Islam kembali terulang, sehingga pantas apabila umat Islam melampiaskan kejengkelannya. Kalau sebelumnya dilakukan secara tersembunyi, maka kali ini kebencian terhadap Islam dilakukan secara terang-terangan.

Aktivitas Holywings bukan hanya untuk merusak moral masyarakat tetapi sudah pada tahap melecehkan sang Rasul, Muhammad. Betapa tidak, Holywings secara sengaja menjual minuman kerasnya dengan menamai “Muhammad” dan “Maria.” Dua nama merupakan sosok mulia yang tidak pantas diletakkan namanya pada minuman yang menghinakan itu.

Holywings dan Islamophobia

Islamophobia masih menjadi hantu sekaligus ancaman bagi umat Islam. Holywings merupakan salah satu contoh konkret. Mereka dengan gegabah dan bahkan dikatakan sengaja ingin menyulut amarah umat beragama, khususnya umat Islam.

Minuman keras yang jelas harus dihindari umat Islam justru dijajakan secara bebas. Bahkan manusia yang dihormati umat Islam disematkan namanya pada minuman keras itu. Sangat pantas apabila umat Islam dan Nasrani marah.

Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta yang telah bertindak tegas dengan menutup 12 gerai Holywings merupakan prestasi luar biasa. Setidaknya dengan menutup usaha itu, membuat masyarakat Islam terwakili. Pihak Holywings sendiri mengakui bahwa dirinya belum memiliki sertifikat standar KBLI 56301 jenis usaha bar yang telah terverifikasi.

Penutupan Holywings sangat pantas setelah terbukti ada dugaan penistaan agama dalam promosi minuman keras (miras) itu. Holywings sengaja manaruh nama “Muhammad” dan “Maria” agar populer. Bahkan dalam promosinya berbunyi “Holywings promo minuman alkohol bagi pelanggan bernama Muhammad dan Maria.”

Fakta di atas seharusnya membuat berbagai komponen masyarakat Islam menyadari bahwa para pembenci Islam terus melakukan usaha-usaha untuk melakukan pengrusakan terhadap Islam. Mereka secara sengaja membuka jenis usaha tanpa memperhatikan asas manfaat dan kerusakannya bagi masyarakat.

Banyak pengusaha yang kurang peduli, apakah usahanya merusak moral masyarakat atau tidak, yang penting menguntungkan secara ekonomi. Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang kurang peduli dan tidak teliti terhadap jenis usaha yang mereka jalankan. Jualan mereka merusak mental dan jiwa masyarakat, namun banyak pihak masih memperdebatkannya.

Pelecehan terhadap Nabi Muhammad yang dilakukan Holywings jelas harus mendapatkan hukuman yang tegas dan berkeadilan. Tidak selayaknya melakukan penistaan agama tapi bisa lepas dari jeratan hukum. Bahkan hal seperti ini bisa meluap dan hilang karena tidak ada proses hukum yang transparan terhadap para penista. Ahok merupakan salah satu contoh yang masih bisa menjabat meski telah diputuskan telah menista Al-Qur’an secara terang-terangan.

Penistaan terbuka

Penyematan nama Muhammad jelas sebagai penistaan pada sosok Muhammad dan Maria yang suci. Nabi Muhammad merupakan sosok manusia yang terjaga dari kesalahan dan bebas dari dosa. Hidupnya mulia dan namanya diagungkan oleh penduduk langit dan bumi. Maka sangat wajar apabila umat Islam sangat marah ketika beliau dinistakan dengan menempelkan namanya pada minuman keras.

Telah tercatat dalam tinta emas sejarah Islam bahwa perjuangan Nabi Muhammad untuk mengharamkan minuman keras sangat nyata. Pengharaman minuman keras dilakukan secara bertahap.

Bagaimana mungkin seseorang yang mengharamkan minuman yang memabukkan justru disematkan namanya pada benda itu? Tentu ini paradoks. Akal sehat mereka sudah terbalik oleh keuntungan ekonomi yang bakal diraup, ketika menulis nama nabi pada minuman keras itu.

Masih beruntung penutupan Holywings itu tidak diikuti oleh aksi kaum yang siap mati membela nabinya yang dinistakan. Hukuman berupa penutupan usaha merupakan tindakan yang paling ringan. Mereka seharusnya dihukum secara maksimal, agar ada efek jera. Ketiadaan hukuman yang berdampak efek jera ini hanya akan menumbuhkan bibit-bibit penistaan dalam bentuk yang lain.

Umat Islam pantas mengekspresikan amarahnya, karena Nabi Muhammad merupakan sosok pembawa kitab suci (Al-Qur’an). Ketika Nabi Muhammad dinistakan, maka risalah yang dibawa otomatis ikut ternista pula. Betapa tidak, Al-Qur’an banyak menjelaskan bahwa Nabi Muhammad merupakan sosok ciptaan Allah yang sangat istimewa dan dimuliakan.

Ketika merendahkan dan menistakan utusan-Nya, dengan menempatkan namanya pada minuman keras, sama saja menghina Allah. Meletakkan namanya pada minuman keras sama saja mengidentikkan Nabi Muhammad sebagai sosok manusia yang dekat dan suka mengonsumsi minuman keras.

Holywings merupakan fenomena gunung es yang harus mendapatkan perlakuan khusus. Hal ini agar tidak terulang lagi di kemudian hari. Negara harus menindaklanjuti agar amarah umat Islam tidak tertumpah liar. Oleh karena itu, para pelakunya pantas mendapatkan hukuman seberat-beratnya.

Kita tidak ingin kasus seperti ini terulang lagi. Negara akan habis energinya ketika anak bangsa terkuras tenaganya hanya karena mengurusi manusia-manusia yang mengedepankan keuntungan ekonomi sementara akalnya tidak mampu memprediksi adanya gejolak di tengah masyarakat.

Surabaya, 1 Juli 2022
Dr. Slamet Muliono R.
Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya (2018-2022)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment