Husnudzon dalam Melawan Batas Diri

Husnudzon dalam Melawan Batas Diri

Husnudzon dalam Melawan Batas Diri

Suaramuslim.net – Sukses dan hidup sejahtera adalah hak asasi manusia. Oleh karena itu, setiap manusia pasti ingin hidupnya sukses dan bahagia. Realita di lapangan, tidak semua manusia mampu meraih keinginannya. Seakan ada tembok besar pembatas antara diri dengan cita-cita yang diimpikan. Tempok pembatas itu bernama ilusi yang membelenggu manusia dalam keterkungkungan dan keterpurukan hidup. Kondisi yang serba terbatas, minimnya aset dan kompetensi diri serta sugesti negatif yang terus menerus menerpa diri membuat pertahanan daya mental kita melemah.

Bila sukses adalah hak asasi manusia. Maka setiap manusia berhak untuk meraihnya. Setiap manusia sudah dibekali Allah subhanahu wa ta’ala dengan potensi-potensi diri untuk mencapainnya. Dunia boleh tidak berpihak kepada kita, namun jangan sampai menjadi manusia yang tidak berpihak kepada diri sendiri. Kita tidak akan pernah kalah, selama kita tidak menerima kegagalan hidup dengan sikap pesimisme. Kegagalan hidup adalah sebuah laboratorium kehidupan bagi kita untuk belajar memformulasikan langkah ke depan dengan mengambil pelajaran dari kegagalan yang telah dialami saat ini. Jangan sampai kegagalan menjadi penjara mental kita yang mengkerdilkan potensi-potensi diri kita.

Bahayanya penjara mental bagi kita adalah mengukung dan mengkerdilkan potensi diri. namun sangat banyak orang yang secara sadar atau tidak sadar secara ikhlas memasukkan diri mereka ke dalam penjara mental yang tidak kasat mata, bahkan yang lebih mengerikan lagi, penjara mental dapat mengurung diri kita seumur hidup.

Salah satu cara untuk mengeluarkan diri dari penjara mental adalah secara sadar menelaah setiap kepercayaan diri, karena kepercayaan itu bersifat mendukung atau menghambat potensi diri. Kepercayaan seseorang mengendalikan cara berpikir, sikap, perilaku dan bagaimana ia menggunakan waktu serta relasi secara optimal.

Pembatasan diri yang kita alami, disebabkan oleh cara berpikir kita yang kisut, pesimis dan skeptis. Sumber segala keterpurukan hidup kita, berasal dari cara dan proses berpikir. Cobalah berpikir indah maka hidup akan berasa indah. Cobalah berpikir horor maka hidup akan penuh dengan horor. Begitu pula, jika berpikir sempit maka hidup pun akan menjadi sempit. Sebagaimana dalam hadits : “aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku” (HR Bukhari & Muslim).

Dari proses dan cara berpikir tertentu akan terbentuk sikap tertentu, lalu kebiasaan tertentu, karakter tertentu dan nasib tertentu. Bagaimana kondisi kehidupan kita sekarang, tidak lain merupakan akumulasi proses dan cara berpikir kita selama ini dalam memandang kehidupan.

Mengubah kehidupan adalah beralih nasib, dari nasib A berubah menjadi nasib B. Di antara kedua macam nasib itu tentu ada batas yang harus ditembus. Kemampuan menembus batas nasib sangat ditentukan oleh kekuatan mengubah cara berpikir. Kalau pikiran berkata “ya” maka proses menembus menjadi lebih mudah, sebaliknya kalau pikiran berkata “tidak” maka proses menembus nasib akan terasa sulit.

Penembusan batas-batas inilah kunci kesuksesan manusia dalam mengarungi hidup. Hanya mereka yang mampu menembus keterbatasan sebagai manusia saja yang menjadi pemenang. Banyak batas yang bisa ditembus dari berbagai sisi. Sebagai contoh, mereka yang menembus batas kemampuan otot kakinya untuk berlari akan menjadi atlet yang memecahkan rekor kecepatan berlari. Mereka yang mampu mengalahkan batas gengsi menawarkan sesuatu kepada orang lain dengan risiko ditolak akan menjadi saudagar atau pengusaha sukses.

Di saat berupaya menembus batas itulah, pasti akan ada halangan yang muncul. Halangan tersebut tentunya tidak akan pernah ringan. Seperti yang selalu menjadi slogan yang diteriakkan dengan bentakan oleh instruktur di kamp pelatihan militer, “Hari yang ringan adalah kemarin!” Jadi, jangan harap rintangan hari ini akan makin mudah. Setiap manusia yang telah bertekad menembus batas pasti menyadari beratnya rintangan. Namun seperti juga pelatihan militer pasti akan berakhir dengan pelantikan sebagai anggota, demikian pula dengan perjuangan dalam hidup.

Penembusan batas akan menjadi manis apabila kita terus hingga melewati batas itu dan menyadari betapa indahnya dunia di balik batas itu. Seperti halnya dialami siapa pun yang pernah naik gunung, kelelahan saat mendaki terbayar tuntas saat menikmati keindahan pemandangan dari puncak. Itulah batas gunung yang ditembus.

Maka, jadilah manusia yang selalu berupaya menembus batas. Tercapainya satu puncak gunung seharusnya tidak membuat kita berhenti mendaki. Karena batas itu ada di mana-mana. Sekali kita merasa puas, maka batas tak lagi kita tembus. Ada sebuah jurang baru lagi terbentuk di depan kehidupan kita saat kita berhenti menembus batas.

Jangan pernah lelah menembus batas. Karena kita manusia dianugerahi kemampuan dan potensi untuk menembus dan menaklukkannya!

Kontributor: Jefri Firmansyah, S.Psi
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment