Suaramuslim.net – Kita akan selalu mengingat penuh kekaguman akan keimanan yang dimiliki oleh generasi islam pertama, para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu sudut yang memberkaskan cahaya kekaguman itu adalah perjuangan mereka dalam berhijrah.
Betapa mereka rela meninggalkan negeri kelahiran yang mereka cintai, meninggalkan aktivitas harian yang sudah nyaman, meninggalkan kesenangan, rela kehausan dan kelaparan di perjalanan, terancam kematian di tengah padang tandus dengan tujuan semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan tujuan agar bisa menyempurnakan ketaatan kepada-Nya.
Sejatinya siapa pun yang berani melakukan perubahan hidup menuju ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, akan selalu mengundang kekaguman. Karena tak semua orang siap dengan konsekuensi dari hijrah yang ia pilih.
Bila ada orang yang kita lihat dia berhijrah, misalnya dari non-muslim menjadi mu’allaf, dari islam abal-abal, menjadi islam yang taat, dari tidak biasa sholat jadi rajin ke masjid, dari membuka aurat menjadi berhijab, dari buruk perangai menjadi baik akhlak, meninggalkan pergaulan teman-teman semaksiatnya, pastilah membuat kita bahagia. Melihat mereka hati menjadi tenteram. Seakan-akan kita melihat betapa bangganya Allah kepada hamba sang muhajir ini (orang yang berhijrah).
Salah satu hal paling mendasar yang harus kita kuatkan dalam hati, dalam menempuh jalan hijrah adalah soal niat. Ya, niatlah yang akan menentukan diterima atau tertolaknya suatu amalan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebanyak dan sebaik apapun amal itu dilakukan, bila ia tidak diikhlaskan karena Allah, maka akan menjadi sia-sia. Apabila amal itu disertai ikhlas, maka ia akan mendatangkan cahaya di dalam hati yang membuat si empunya hati merasa lapang dan tenang. Sedangkan bila tidak, maka hati itu tetap tidak menerima cahaya apa-apa dari hijarahnya atau ibadahnya.
Tentu akan banyak hambatan dan cobaan yang dilalui seseorang dalam perjalanan hijrah. Tak jarang mereka harus mengorbankan harta, keluarga bahkan nyawa demi menempuh perjalanan hijrah.Tak jarang pula caci maki hingga intimidasi menjadi makanan sehari-hari.
Teruslah melangkah dalam perjalan hijrah dan jangan pernah berfikir untuk kembali dalam masa jahiliah. Minta selalu kekuatan kepada Allah sambil terus meluruskan niat dan memperbarui ilmu. Karena mana kala Allah telah membukakan hati kita untuk berhijrah, tandanya Allah telah membuka cinta dan pintu surgaNya untuk kita. Tinggal kita mau mendekat ataukah tidak. Sebagaiman firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 100 berikut:
”Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Kontributor: Santy Nur Fajarviana*
Editor: Oki Aryono
*Pengajar di MIT Bakti Ibu Kota Madiun