Jangan Ikut-Ikutan Salah (Tentang Akhir Zaman)

Jangan Ikut-Ikutan Salah (Tentang Akhir Zaman)

Jangan Ikut-Ikutan Salah (Tentang Akhir Zaman)
Langit senja.

Suaramuslim.net – Terdapat sejumlah kesalahan dan bahkan penyimpangan dalam persepsi, orientasi dan penyikapan sebagian kalangan terhadap tanda-tanda akhir zaman dan indikasi-indikasi dekatnya kiamat.

Dan di antara kesalahan serta penyimpangan yang harus diwaspadai dan dihindari itu, misalnya:

1. Kecenderungan dan orientasi yang kuat, saat bicara tentang peristiwa-peristiwa akhir zaman dan tanda-tanda dekatnya hari kiamat, yang ditujukan dalam rangka untuk mengetahui, memprediksi dan “menentukan” kira-kira kurang berapa lama/tahun lagi umur dunia ini akan berakhir dan hari kiamat segera tiba?

Ini merupakan kesalahan dan penyimpangan yang paling fatal dalam hal ini. Dan itu termasuk meskipun hanya sekadar menghitung-hitung, menduga-duga dan mengira-ngira saja. Karena orientasi seperti itu memang tegas-tegas bertentangan langsung dengan teks-teks dalil Al-Qur’an, hadis dan ijmak seluruh ulama Ahlussunnah Waljamaah.

Yakni bahwa, hanya Allah sajalah yang mengetahui kapan datangnya kiamat dan berakhirnya umur dunia. Sehingga, karenanya, tidak seorang pun dibenarkan untuk mencari-cari tahu tetang itu, mengira-mengira, menghitung-hitung, dan bahkan termasuk sekadar bertanya-tanya tentangnya!

Apalagi bila ditambah dan diingat tentang penegasan banyak ayat Al-Qur’an dan hadis bahwa, datang dan terjadinya kiamat itu nanti adalah secara sangat tiba-tiba sekali. Artinya sama sekali tidak bisa diduga dan dikira-kira sebelumnya oleh siapa pun! Lho sudah sejelas dan setegas begitu, kok ya masih ada saja yang tetap berani dan memaksakan diri untuk menghitung-hitung, menduga-duga dan mengira-ngira? Wallahul Musta’an!

2. Kalau masalah sekadar munculnya rasa penasaran dan terlintasnya pertanyaan di alam pikiran tentang kapan terjadinya kiamat atau sebagian tanda-tandanya, memang masih bisa dimaklumi, ditolerir dan tidak disalahkan.

Karena hal itu pun telah pernah ada pada generasi sahabat sendiri. Namun yang salah dan tidak dibenarkan adalah ketika rasa penasaran yang terlintas itu tidak langsung “dipotong”, dibatasi dan dihentikan!

Melainkan justru diperturutkan dengan melakukan cara-cara dan langkah-langkah tertentu demi “memuaskan” rasa penasaran yang ada! Yakni dengan terus bertanya-tanya lalu mengira-ngira dan semacamnya seperti yang telah disebutkan di muka.

3. Membahas tanda-tanda kiamat, dengan cara yang mengesankan adanya kecenderungan, orientasi dan sikap menunggu-nunggu, menanti-nanti dan bahkan seolah-olah mengharap-harap segera tibanya hari kiamat, atau segera terjadinya tanda-tanda besarnya.

Misalnya seperti tentang hadirnya Imam Mahdi, munculnya dajjal, meraja lelanya ya’juj dan ma’juj, turunnya Nabi Isa as, dan lain-lain.

4. Kecenderungan, semangat, orientasi, ajakan dan semacamnya yang mengarah untuk mencari-cari tahu apakah tanda ini dan itu di antara tanda-tanda hari kiamat, sudah muncul dan terjadi atau kah belum?

Apalagi jika disertai dengan sikap-sikap menyibukkan diri bahkan mengajak orang lain untuk juga sibuk menunggu-nunggu saja seperti tentang lahir dan munculnya Imam Mahdi misalnya. Di mana hal itu dilandasi oleh persepsi agar jangan sampai saat beliau muncul suatu saat nanti atau bahkan jangan-jangan sudah ada di tengah-tengah kita sekarang ini, namun kita, gegara tidak siap-siap, justru tidak tahu, tidak mengakuinya, tidak mengimaninya dan tidak mengikutinya (?).

Ini bukanlah manhaj dan sikap Ahlussunah Waljamaah! Melainkan manhaj dan sikap firqah lain!

5. Sikap ghulu dan berlebih-lebihan dalam menafsirkan hadis apapun tentang tanda tertentu di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat.

Yakni menafsirkannya dengan peristiwa tertentu yang terjadi di dunia kenyataan, yang sampai diyakini secara mutlak atau semi mutlak sebagai pembenaran terhadap kandungan hadis dimaksud.

Karena hampir semua riwayat tentang tanda-tanda kecil kiamat itu bersifat sangat nisbi dan relatif sekali makna dan maksudnya. Sehingga sikap pemutlakan atau semi pemutlakan dalam penafsiran dan pengaitan dengan peristiwa tertentu yang terjadi dalam kehidupan nyata, tentu saja sangat salah dan menyimpang sekali.

Perlu diketahui bahwa, dalam sejarah umat yang panjang, sudah cukup banyak peristiwa terjadi yang kesemuanya bisa saja dipahami sebagai tasfir pembenar bagi suatu riwayat tertentu tentang tanda dekatnya kiamat. Karena sifatnya memang mirip-mirip. Dan itu bisa terulang berkali-kali.

Nah jika pada setiap periode zaman di mana peristiwa serupa terjadi, ada yang “meyakini” dan mengeklaim bahwa, peristiwa yang terjadi di zamannya itulah yang dimaksud dalam riwayat tersebut, lalu klaim manakah yang sejatinya merupakan tafsir pembenar yang benar-benar valid bagi riwayat dimaksud kalau demikian?

6. Begitu pula dengan sikap yang berorientasi pembenaran sebaliknya.

Yakni sikap dan orientasi mencari-cari pembenaran untuk peristiwa-peristiwa yang terjadi dari riwayat-riwayat hadis atau kutipan-kutipan pendapat dari para ulama terdahulu.

Di mana untuk itu, tak jarang sebagian pihak sampai terjatuh dalam sikap takalluf yang terlarang atau pemaksaan diri secara berlebihan gegara semangat mencocok-cocokkan antara peristiwa tertentu dan riwayat yang diyakini menjadi pembenar untuknya!

Setiap terjadi peristiwa tertentu yang dirasa aneh atau “istimewa”, selalu saja akan langsung dikaitkan dengan tanda kiamat ini dan itu secara khusus yang disebutkan di dalam riwayat A atau B!

7. Pemakaian hadis-hadis dha’if dan riwayat-riwayat israiliyat (bersumber dari Bani Israil) sebagai dalil dan hujah seputar tanda-tanda akhir zaman dan ciri-ciri dekatnya hari kiamat.

Umumnya ini dipicu dan dilatarbelakangi oleh adanya pola pikir, pola sikap dan orientasi ghulu, ekstrem serta takalluf mencari-cari pembenaran, seperti yang telah disebutkan di atas.

Dan ini tentu tidak dibenarkan. Karena jumhur ulama yang menolerir penggunaan hadis lemah (dengan tingkat kelemahan yang ringan), membatasinya hanya boleh di bidang fadhilah amal saja. Bukan dalam hal akidah dan pensyariatan hukum atau ibadah tertentu yang benar-benar baru. Sementara masalah tanda-tanda kiamat termasuk kategori masalah akidah, yang disyaratkan untuknya hadis shahih.

8. Pemakaian riwayat-riwayat yang berisi pendapat-pendapat para ulama terdahulu sebagai dasar dan pijakan yang cenderung dimutlakkan atau disemi-mutlakkan.

Padahal pendapat-pendepat dalam riwayat-riwayat tersebut terbukti tidak selaras dan tidak sesuai dengan nash-nash qath’i (aksiomatik) dalil Al-Qur’an dan Al-hadis yang sahih.

Misalnya saja seperti pendapat sebagian ulama yang menyebutkan “pembatasan” umur kehidupan dunia secara umum atau umur umat Islam secara khusus, yang dari situ lalu dihitung-hitung dan ditarik kesimpulan-kesimpulan seputar sisa umur dunia, lalu perkiraan waktu terjadinya kiamat, dan lain-lain.

9. Penyampaian berbagai tema seputar huru hara akhir zaman, dengan orientasi utama “hanya” untuk menanamkan ketakutan yang berlebihan di hati kaum muslimin atau menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat awam.

Lebih-lebih bila ketakutan dan kepanikan itu tidak menghasilkan pengaruh dan dampak positif berupa bertambahnya keimanan di hati kepada Allah dan motivasi yang kuat untuk semakin mengoptimalkan mujahadah (upaya keras) dalam amal ibadah!

10. Intinya kita harus selalu waspada dan hati-hati terhadap semua persepsi, orientasi, pemahaman, pemikiran, pembahasan dan sejenisnya tentang tema tanda-tanda akhir zaman dan hari kiamat, yang tidak terfokus pada goal utama darinya.

Yaitu seperti di dalam sabda Rasulullah SAW kepada seorang sahabat yang bertanya: “Kapan hari kiamat terjadi?” Beliau menjawab dengan justru bertanya balik kepada si penanya: “Memangnya apa yang telah kamu persiapkan untuknya (untuk menghadapi kiamat)?” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Ya, semua perhatian dan perbincangan tentang hari kiamat dan tanda-tandanya, yang tidak bermuara pada maksud hadis tersebut, haruslah diabaikan dan ditinggalkan.

Apalagi jika orientasinya justru “hanya” untuk membuat sensasi, menimbulkan kontroversi dan menyibukkan umat dengan pertanyaan-pertanyaan tidak produktif dan pencarian-pencarian tidak konstruktif, dengan penuh rasa penasaran.

Misalnya tentang: Benarkah Imam Mahdi telah lahir bahkan telah berusia dewasa saat ini? Di manakah tempat tinggalnya? Siapakah keluarganya? Apakah pekerjaannya? Benarkah akan segera terjadi pembaiatan terhadap Imam Mahdi di samping Ka’bah antara tahun ini dan tahun depan? Benarkah dukhan itu akan muncul dan terjadi tahun ini? Di manakah letak pulau tempat dajjal dibelenggu itu sekarang? Siapakah ya’juj dan ma’juj itu? Dan seterusnya. Dan lain sebagainya.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment