Jual Beli Istishna Pararel

Jual Beli Istishna Pararel

Jual Beli Istishna Pararel
Ilustrasi jual beli.

Suaramuslim.net – Akad jual beli istishna yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada umumnya secara paralel yaitu sebuah bentuk akad istishna antara nasabah dengan LKS. Kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, LKS memerlukan pihak lain sebagai shani’. Agar praktik tersebut sesuai dengan syariah Islam, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang istishna paralel untuk menjadi pedoman, sebagai berikut.

Menimbang 

  1. Hadis Nabi

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (At-Tirmizi). 

 “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain” (Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri).

  1. Kaidah Fikih

Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Kesulitan itu dapat menarik kemudahan. 

KKeperluan itu dapat menduduki posisi darurat. 

Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syariat). 

Memperhatikan

  1. Surat dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan No. 2293/DSAK/IAI/I/2002 tertanggal 17 Januari 2002 perihal Permohonan Fatwa Istishna Paralel.
  2. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423 H/ 28 Maret 2002

Menetapkan: FATWA TENTANG JUAL BELI ISTISHNA PARALEL

Pertama: Ketentuan Umum

  1. Jika LKS melakukan transaksi istishna, untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat istishna pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada yang kedua.
  2. LKS selaku mustashni tidak diperkenankan untuk memungut MDC (margin during construction) dari nasabah (shani’) karena hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
  3. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istishna (Fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Istishna Paralel.

Kedua: Ketentuan lain

  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment