Ketika identitas Nabi dilecehkan

Ketika identitas Nabi dilecehkan

Pengorbanan Nabi Muhammad pada Umatnya
Liontin hati bertuliskan kaligrafi kata Muhammad. (Foot: Study.com)

Suaramuslim.net – Budayawan Sunda, Budi Setiawan Garda Pandawa (Budi Dalton) telah memplesetkan miras sebagai minuman Rasulullah. Hal ini tentu saja menimbulkan kegaduhan, sekaligus dipandang sebagai penistaan atau penodaan agama.

Betapa tidak, Nabi Muhammad merupakan pribadi sekaligus manusia agung yang menjadi teladan bagi kaum muslimin. Di sisi lain, Nabi Muhammad berjuang gigih untuk menghilangkan tradisi meminum-minuman keras (miras). Namun Budi Dalton justru membuat plesetan miras sebagai minuman Rasulullah.

Meskipun sudah membuat klarifikasi untuk meminta maaf, namun ucapan itu termasuk pelecehan terhadap Nabi.

Nabi Muhammad merupakan representasi bagi identitas muslim yang memegang teguh nilai-nilai agama, di antaranya menjauhi minuman keras. Ketika miras diplesetkan menjadi minuman Rasulullah jelas menodai pribadi Nabi. Maka pantas apabila seorang muslim tergugah dan tersinggung ketika identitas sosok suci pengagung nilai-nilai ketuhanan dilecehkan.

Miras dan penodaan agama 

Budi Dalton bisa jadi ketika mengucapkan “miras” sebagai singkatan minuman Rasulullah, sekadar untuk memancing gelak tawa. Namun ucapan untuk menarik perhatian orang itu justru menjadi bumerang bagi dirinya. Sosok nabi mulia yang diagungkan kaum muslimin justru dijadikan komoditas untuk melahirkan gelak tawa.

Dia pun mengklarifikasi bahwa pernyataannya tidak bermaksud untuk menghina Nabi Muhammad. Dia meminta maaf bila pernyataannya dianggap tidak tepat dan menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Sekali lagi, dia menegaskan bahwa tidak ada niat melakukan pembenaran terkait dengan video yang dianggap menghina Nabi Muhammad. Menurutnya, candaannya sebenarnya memiliki maksud yang sama sekali tidak sama dengan apa yang ditangkap publik.

Atas insiden itu, dia dilaporkan ke Bareskrim oleh Wasekjen Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin. Budi Dalton dipandang telah melakukan penodaan terhadap sosok mulia yang sangat diagungkan oleh kaum muslimin.

Bahkan Sule dan Mang Saswi juga terseret akan dipolisikan karena ikut menertawakan saat ucapan Budi Dalton mengucapkan plesetan itu. Sule dan Mang Saswi dipandang ikut arus dan menertawakan saat Budi Dalton mengucapkan miras sebagai minuman Rasulullah.

Novel Bamukmin menganggap bahwa Budi Dalton dianggap telah melakukan ujaran kebencian menodai Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), sehingga layak dilaporkan ke Bareskrim Polri.

Kasus seperti ini tidak bisa dibiarkan karena menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Masih banyak bahan lelucon yang tidak harus menyinggung perasaan kaum muslimin yang sangat menjunjung tinggi Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik di antara seluruh manusia ciptaan Allah.

Bahkan Rasulullah merupakan sosok manusia yang terjaga dari kesalahan, sehingga tidak mungkin melakukan kesalahan fatal. Allah sendiri menjaga beliau dari kesalahan sejak kecil. Penjagaan Allah itu untuk menghindari dampak buruk bila sang pembawa pada risalah ilahi itu berbuat kesalahan.

Memplesetkan miras sebagai minuman Rasulullah sama saja mengidentikkan nabi dekat dengan miniman keras itu. Sementara Nabi begitu gigih menghapus tradisi minuman yang memabukkan itu. Perjuangan yang amat gigih untuk menenggelamkan tradisi yang melenyapkan akal sehat itu, melahirkan firman Allah yang mengharamkan minuman keras.

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَا لْمَيْسِرُ وَا لْاَ نْصَا بُ وَا لْاَ زْلَا مُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَا جْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Q.S. Al-Maidah: 90).

Pelecehan dan senda gurau

Sebagaimana umumnya orang yang ingin menciptakan kegaduhan seringkali beralasan bahwa apa yang diucapkan atau dilakukan sebagai senda gurau. Senda gurau yang diucapkan dalam bentuk plesetan sudah biasa dilakukan oleh orang-orang yang sengaja mengolok-olok Islam dan risalahnya.

Mereka melakukan olok-olok secara serius, namun ketika ditegur, maka mereka menyatakan sebagai guyonan biasa, dan tidak bermaksud untuk membuat ejekan atau olok-olok. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَلَئِنْ سَاَ لْتَهُمْ لَيَـقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُ ۗ قُلْ اَبِا للّٰهِ وَاٰ يٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (Q.S. At-Taubah: 65).

Allah pun menyatakan bahwa ucapan olok-olok itu akan berakhir dengan klarifikasi permintaan maaf. Bila tidak ada teguran dari umat Islam, mereka tidak akan meminta maaf. Permintaan maaf itu dilakukan setelah terjadi kegaduhan dan adanya kegelisahan dari kaum muslimin. Setelah muncul keberatan berupa teguran dari kaum muslimin, maka mereka meminta maaf. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

َا تَعۡتَذِرُوۡا قَدۡ كَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِيۡمَانِكُمۡ‌ ؕ اِنۡ نَّـعۡفُ عَنۡ طَآٮِٕفَةٍ مِّنۡكُمۡ نُـعَذِّبۡ طَآٮِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمۡ كَانُوۡا مُجۡرِمِيۡنَ

“Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.” (Q.S. At-Taubah: 66).

Allah sendiri memvonis bahwa para pengolok nabi dan utusan-Nya sebagai manusia yang berstatus kafir. Hal ini karena telah merendahkan utusan Allah.

Merendahkan Nabi merupakan tindakan penghinaan terhadap Allah. Oleh karenanya pantas bagi mereka yang bersenda gurau untuk memplesetkan Nabi akan mendatangkan murka Allah.

Kemurkaan Allah akan berakibat buruk karena merusak identitas utusan-Nya, dan Allah lah yang akan menghinakan siapapun yang merendahkan utusan-Nya.

Surabaya, 21 November 2022

Dr. Slamet Muliono R.
Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment