Ketika KPU Dituding Terlibat Dalam “Perang Total” 

Ketika KPU Dituding Terlibat Dalam “Perang Total” 

Ketua KPU Indonesia, foto: Dok. Istimewa

Suaramuslim.net – Kalo emang Jokowi menang, ngapain salah input terus menerus. Menguntungkan Jokowi, merugikan Prabowo. Secara tak langsung, KPU lagi mengakui kekalahan Jokowi. Dengan berusaha merekayasa kemenangan Jokowi, terlalu telanjang kepanikan menghasilkan ketelanjangan. (diambil dari ungkapan Netizen di facebook)

Pernyataan di atas sengaja ditampilkan untuk menunjukkan kegelisahan publik tentang kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai sangat buruk, tidak professional dan partisan. Hal ini membenarkan opini publik bahwa KPU ikut terlibat dalam kecurangan yang massif, terstruktur dan sistematis. Rekayasa menginput data untuk memenangkan kubu 01 sedemikian jelas dan kasat mata, dan publik melihat kecurangan itu secara telanjang.

Kinerja KPU yang buruk ini mengingatkan adanya perang total yang pernah didengungkan kubu Petahana sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) beberapa waktu lalu. Perang total benar-benar dilakukan hingga menyeret sebuah institusi (KPU) yang seharusnya mengawal terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil.

KPU dan Rekayasa Input Data     

Masyarakat menyoroti bahwa telah terjadi kesalahan dalam menginput data. Kalau kesalahan menginput data terjadi sekali atau dua kali bisa dinilai wajar, tetapi kesalahan ini seolah menjadi sebuah tren dan yang diuntungkan kubu 01 dan merugikan kubu 02. Hal ini jelas bukan kesalahan input biasa tetapi sebuah rekayasa jahat dan kasat mata. Dikatakan rekayasa jahat karena sasarannya adalah mengalahkan kubu 02 dengan mengurangi angka perolehan suaranya. Dikatakan kasat mata karena kesalahan menginput data dilihat publik dan kesalahan itu dianggap sebagai hal wajar dan membiarkannya berlarut-larut.

Dengan adanya fakta ini, tidak salah bila publik berpandangan bahwa KPU benar-benar terlibat dalam “perang total” yang dirancang oleh kubu Petahana. Perang total kubu Petahana benar-benar diterapkan untuk meraih kemenangan dengan segala cara, meskipun dengan kecurangan dan pemaksaan terhadap siapapun. Perang total dengan kecurangan dan pemaksaan dilakukan sejak awal ketika memperalat aparat birokrasi untuk memenangkan jagonya. Keberhasilan menggerakkan aparat birokrasi itu bisa dilihat dari ramainya apparat birokrasi dengan mengacungkan salam satu jari.

Hal ini jelas sebuah kecurangan karena jelas-jelas menunjukkan ketidaknetralan birokrasi. Mereka yang dukung Petahana ini tidak memperoleh hukuman. Karena yang didukung pihak. Sebaliknya ketika ada aparat birokrasi mendukung Paslon 02, dengan melakukan salam dua jari, maka proses hukum berupa vonis salah segera turun.

Sementara ketika proses Pilpres, “perang total” diwujudkan dengan melakukan coblos massif untuk kemenangan kubu 01. Aparat keamanan digerakkan agar membiarkan adanya kecurangan massif itu. Pasca Pilpres, perang total itu terus berlanjut dengan melakukan rekayasa dan menekan KPU untuk memenangkan kubu 01. Caranya, merekayasa kemenangan dengan melakukan input data yang ujungnya memenangkan 01 dan mengalahkan 02. Meskipun publik terus menyorot kesalahan input data itu, tetapi KPU membiarkan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. KPU tanpa merasa bersalah, dan banhkan menyatakan hal itu sebagai sebuah kewajaran.

Dengan adanya sikap acuh tak acuh dari pihak KPU itu, publik tidak membiarkan dengan terus memantau kinerjanya yang buruk itu. Mereka terus menyorot berbagai kecurangan itu, dan mempublikasikannya secara luas. Saat ini masyarakat semakin cerdas dan cepat menemukan kecurangan itu, serta mempublikasikan secara meluas.

Mimpi Pemilu Jujur dan Adil

Kinerja KPU yang menginput data, seolah mengikuti irama dan menyelaraskan pengumuman yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga survei, yang sudah menyatakan kemenangan kubu 01. Sebagaimana diketahui bahwa bahwa lembaga survei sudah mengumumkan kemenangan Paslon 01 dengan angka 55 persen. Bahkan kubu 02 sempat terperanjat dengan pengumuman lembaga survei itu, karena sebelumnya merasa merasa menang dengan upaya dan hitungannya sendiri (exit poll). Dengan menggunakan dokumen C1, kubu 02 yakin memenangkan kompetisi ini. Bahkan hingga berani mengklarasikan kemenangannya.

Namun perlawanan yang dilakukan kubu 02 terhadap kecurangan massif, terstruktur, sistematis , dan brutal itu semakin lengkap dengan perilaku curang yang dipertontonkan oleh KPU. Kinerja KPU yang salah input data itu seolah menjadi gelombang besar hingga publik beropini bahwa KPU masuk jaringan “perang total”.

Di tengah kesalahan input data oleh KPU, kubu 01 melanjutkan perang total untuk menghancurkan reputasi Prabowo dengan sejumlah isu dan wacana yang telah dirancang. Wacana itu di antaranya, PAN yang menyeberang ke kubu 01 untuk sharing kekuasaan, pemilih Prabowo berada di wilayah Islam garis keras, dan yang mutakhir adanya pemindahan ibukota ke tempat lain. Bahkan adanya perlawanan terhadap wacana people power, sebagaimana yang digulirkan kubu 02. People power dikatakan inkonstitusinal, dan aparat keamanan disiapkan untuk melawannya. Bahkan mengopinikan bahwa Banser dan Kokam siap melakukan perlawanan bila terjadi people power.

Semua wacana itu tidak lepas untuk meruntuhkan nyali kemenangan yang sudah dimiliki kubu Prabowo. Demikian pula dengan apa yang dilakukan KPU, ketika salah dalam menginput data,  tidak lain sebagai refleksi perang total untuk mewujudkan kemenangan 01. KPU sebagai benteng terakhir sudah tidak netral, sehingga Pemilu yang seharusnya jujur dan adil, telah berubah menjadi Pemilu yang hancur dan kerdil.

Kalau KPU sudah dianggap partisan, dan tidak mampu menjaga netralitas dirinya, maka penyelenggaraan Pemilu yang menghabiskan 25,56 Trilyun bisa dikatakan sia-sia. Karena di samping dana sebesar itu habis, tetapi nilai-nilai kejujuran dan keadilan berganti dengan kemunafikan dan kedzaliman.*

*Opini yang terkandung dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial suaramuslim.net.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment