Ketika Tersebarnya Kemaksiatan Secara Sistemik 

Ketika Tersebarnya Kemaksiatan Secara Sistemik 

hikmah membayar zakat
Ilustrasi orang memegang puluhan lembar uang.

Suaramuslim.net – Al-Qur’an mengajukan sebuah postulat bahwa orang-orang yang bergaya hidup mewah merupakan pihak yang pantas dijadikan penyebab adanya kerusakan di tengah masyarakat. Mereka inilah yang menopang tersebarnya kemaksiatan secara sistemik.

Dikatakan sistemik karena masyarakat secara umum harus ikut terhadap apa yang mereka rekayasa. Ketidakpatuhan mereka terhadap hukum, yang telah disepakati masyarakat luas, menjadi akar munculnya berbagai anomali. 

Dalam konteks sosial, berbagai anomali itulah yang menyebabkan pergolakan dan memanasnya konflik, sehingga hancurnya tatanan sosial, dan berakhir pula sejarah masyarakat itu. 

Dalam perspektif Al-Qur’an kedurhakaan mereka yang hidup mewah inilah yang mengundang murka Allah, sehingga binasa dan hilanglah negeri itu bila tak segera menghentikan maksiatnya.

Perilaku hidup mewah dan rusaknya tatanan

Al-Qur’an mensinyalir bahwa terjadinya kerusakan di tengah masyarakat berakar dari penyimpangan yang dilakukan oleh mereka yang terbiasa hidup bermewah-mewah atau bermegah-megahan. 

Mereka bisa jadi orang yang memegang kekuasaan, mengendalikan roda ekonomi dan perputaran dunia usaha. Karena posisinya yang tinggi dan menentukan, mereka terbiasa dengan kehidupan yang enak, nyaman, kehidupannya senantiasa dilayani. Tak ada yang berani menentang pandangan atau gagasannya. 

Disebabkan posisi dan pola kehidupannya yang demikian penting dan menentukan, tidak ada yang berani berbeda pandangan dengan mereka. 

Mereka diperintahkan untuk berbuat kebaikan, seperti menegakkan keadilan, tidak berbuat kezaliman, namun mereka justru melakukan hal yang sebaliknya. Mereka semena-mena, hidup serba konsumtif, dan tak mau berbagi kepada orang lain. Bahkan mereka berani melanggar aturan, seperti korupsi, menipu, menindas, bahkan berani membunuh (fisik atau karier) terhadap pihak-pihak yang mengganggu kepentingannya. 

Al-Qur’an menandai sinyalemen itu sebagaimana berikut:

وَإِذَآ أَرَدۡنَآ أَن نُّهۡلِكَ قَرۡيَةً أَمَرۡنَا مُتۡرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيۡهَا ٱلۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنَٰهَا تَدۡمِيرٗا

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu).” (Al-Isra :16).

Al-Qur’an menyebut secara spesifik strategi mereka dalam menciptakan rusaknya tatanan secara sistematis. Berbagai kejahatan yang tersebar luas di tengah masyarakat ditopang, mereka lah otak dan penggeraknya. Mereka melakukan berbagai tipu daya untuk menciptakan pola kehidupan yang rusak hingga tercipta berbagai pelanggaran tanpa ada hukuman. 

Hal ini sebagaimana firman Allah yang termaktub di dalam Al-Qur’an:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا فِي كُلِّ قَرۡيَةٍ أَكَٰبِرَ مُجۡرِمِيه لِيَمۡكُرُواْ فِيهَاۖ وَمَا يَمۡكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ

“Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya.” (Al-An’am: 123).

Beberapa fenomena penyimpangan berikut tidak lepas dari dukungan mereka yang memiliki harta dan kekuasaan. 

Pertama, tersebarluasnya perzinaan

Perzinaan sudah sedemikian massif dan menjadi life style. Bahkan perzinaan tidak hanya lain jenis, tetapi dilakukan sejenis. Pelaku LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender) menuntut legalitas dirinya.

Kedua, pengurangan timbangan

Mengurangi timbangan atau takaran telah menjadi hal yang biasa. Mereka bukan hanya berani menghalalkan yang haram tetapi secara terbuka melakukan perampokan harta orang lain. Mengalihkan uang negara untuk kepentingan kelompok tertentu, menguras dana masyarakat lewat BPJS, termasuk memakai dana haji tanpa ijin pemiliknya. 

Ketiga, orang kaya enggan mengeluarkan harta

Orang-orang yang hidup mewah justru merasa kurang dan terus ingin menumpuk harta. Kepedulian mereka terhadap kelompok masyarakat yang kurang mampu, sangat rendah. Pada tahun 2017, pernah diadakan penelitian tentang kesadaran masyarakat dalam membayar zakat. Hasilnya cukup mencengangkan, ditemukan data bahwa 60% orang yang rajin zakat adalah orang-orang yang miskin. Dan ditemukan fakta lain bahwa orang-orang yang enggan bayar pajak adalah orang-orang yang kaya. 

Keempat, ingkar janji

Praktik ingkar janji seolah menjadi kebiasaan. Janji menyejahterakan rakyat kecil. Alih-alih membuat kebijakan yang mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya, mereka justru menghisap keringat dan darah rakyatnya. Janji tidak mengimpor, tetapi justru banjir barang luar negeri. Janji menstabilkan harga pasar, tetapi justru menciptakan gejolak pasar. Bahkan tarif listrik naik 100 persen sehingga jeritan menggema di seluruh negeri.

Menciptakan tekanan dan teror 

Untuk merealisasikan tatanan hidup yang mereka angankan, mereka menciptakan teror dan ancaman terhadap orang-orang yang dianggap membahayakan. 

Mereka membungkam orang yang kritis. Bahkan organisasi yang menyuarakan kebenaran juga memilih bungkam. Kekuatan mahasiswa yang biasanya kritis bisa terkendali dan tak mengeluarkan taring tajamnya. Lembaga tinggi negara seperti DPR, MPR, MK, KPK, dan Pengadilan dibuat senyap dan terbius oleh kekuasaan. Media massa pun terbungkam sehingga tak lagi berkepentingan memaparkan fakta yang sesungguhnya, dan publik sering merasa ada berita yang ditutup-tutupi. 

Tak hanya di situ, para ulama yang kritispun harus mengalami nasib malang, dan dipenjarakan. Sebagian besar rakyat lebih memilih diam dan menerima kenyataan pahit tanpa ada upaya meneriakkan kepentingan mereka yang tertindas. 

Ketika ada anak bangsa yang berani menyatakan gagasannya yang kritis langsung dikecam dan dikatakan sebagai orang dungu, dan tidak sedikit dituduh sebagai orang yang membahayakan negara.

Tatanan yang diciptakan benar-benar membuat tembok pemisah antara kezaliman dan keadilan. Kalau situasi ini terus berlangsung, hukum Allah yang akan mengemuka, dan tidak salah bila Allah menyelesaikan skenarionya sendiri.

Surabaya, 7 Juni 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment