Ketika Tradisi Sosiopat Terus Dirawat

Ketika Tradisi Sosiopat Terus Dirawat

ketika tradisi sosiopat dirawat

Pernahkah Anda melihat seseorang yang aktifitasnya selalu menyalahkan orang lain? Apalagi terhadap mereka yang sudah tidak sesuai dengan harapan-harapan yang dia bangun, atau ada kecenderungan takut kalau orang lain itu bisa mengancam harapan-harapan yang sudah dia bangun? Apalagi kalau kita lihat lalu lintas media sosial kita?

Terjadi penjungkirbalikkan fakta, yang benar bisa salah yang salah bisa benar. Ukurannya bukan lagi nalar dan logika yang sehat, tapi ukuran yang digunakan atas dasar kesukaan terhadap sebuah subyek.

Kecenderungan seperti dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) disebut sebagai sosiopat. Sosiopat adalah suatu kondisi yang mengacu pada perilaku atau ide antisosial seseorang.

Gangguan kepribadian antisosial ditandai dengan pola mengabaikan dan melanggar hak orang lain. Pada tingkatan yang lebih berbahaya, sosiopat bisa menjadi psikopat.

Sosiopat dan psikopat hampir banyak mengalami persamaan, namun psikopat lebih bersifat bawaan, sementara kecenderungan sosiopat adalah hasil dari faktor-faktor sosial dan lingkungan.

Nah, apa saja yang menjadi tanda-tanda bahwa seseorang telah terjangkit sosiopat?

1. Ego Yang Berlebihan

Seorang sosiopat adalah orang yang lebih suka membanggakan diri sendiri. Biasanya orang seperti ini hobinya narsis sehingga berkecenderungan memiliki ego yang besar, kesombongan dan keegoisan yang intens dan merasa perlu dikagumi terus-menerus.

Seorang sosiopat juga cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka sendiri. Mereka juga kerap melanggar hukum atau aturan sosial, karena mereka berpikir berada di atas aturan-aturan itu.

2. Manipulatif

Sosiopat begitu ahli menipu orang lain, jarang ada yang mengetahui bahwa mereka memiliki kepribadian yang kacau. Karena cenderung manipulatif, orang lain akan mengalami kesulitan untuk membedakan apa yang mereka katakan adalah suatu kebenaran atau bukan.

3. Tidak Peduli Terhadap Orang

Gejala sosiopat dimulai sejak anak usia dini atau remaja dan berlanjut sampai dewasa. Mereka tidak berpikir bahwa aturan dalam masyarakat berlaku untuk mereka juga, dan akan menempatkan orang lain dalam bahaya untuk keuntungan diri sendiri.

Di atas semua itu, mereka tidak merasa bersalah tentang hal itu atau dengan kata lain, mereka menunjukkan kurangnya penyesalan ketika memanipulasi orang lain atau melanggar hukum atau norma.

Kurangnya empati ini, menyebabkan seorang sosiopat tidak memiliki banyak teman selain hubungan yang dangkal.

Sosiopat cenderung gugup dan mudah gelisah. Emosi mereka tidak stabil dan mudah meledak. Mereka cenderung melanggar etika dan norma dan hidup terpinggir dari masyarakat, tidak dapat bertahan dengan satu pekerjaan tetap atau tinggal di satu tempat untuk waktu yang lama. Sehingga mereka akan sulit tetapi tidak mustahil untuk seorang sosiopat terkoneksi dengan orang lain.

4. Gemar Melanggar Hukum

Ini mungkin akan terjadi karena mereka tidak bertanggung jawab dan impulsif, sebut sebuah artikel yang dirilis oleh Mayo Clinic mengenai ciri-ciri orang dengan gangguan kepribadian antisosial.

Kurangnya rasa tanggung jawab dapat meliputi banyak hal, termasuk kewajiban sosial hingga keuangan. Sebuah artikel di Huffington Post mengatakan, sosiopat hidup dengan memegang prinsip kesenangan, mereka terus mencari rangsangan dan kegembiraan.

Nah, kalau kita amati perdebatan yang terjadi di media sosial menggambarkan betapa beringasnya perilaku yang mencerminkan potret sosiopat.

Orang yang baik bisa digiring ke opini tanpa dasar dan kerancuan berpikir seolah menjadi orang yang selalu salah dan selalu dicari cela kesalahannya.

Sebaliknya kalau sudah mengagumi idolanya seburuk apapun perilaku yang dilakukan akan kehilangan nalar dan logikanya untuk melihat itu sebagai kesalahan, pemujaan dan pembenar dicarikan.

Mereka yang biasanya terlihat bermain-main dengan agama, sekarang seolah terlihat menjadi pembela agama, cenderung tak malu menampilkan sosoknya, karena memang rasa malu dan nalarnya sudah tak lagi berbicara. Jiwa telah sirna yang ada kuasa menjilat atas harta dan tahta.

“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul“. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya“. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (Q. S. Al Maidah: 104 ).

 

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment