Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia: Perlu Koreksi Mendalam

Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia: Perlu Koreksi Mendalam

Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia Perlu Koreksi Mendalam
Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta. (Foto: Lampusatu.com)

JAKARTA (Suaramuslim.net) – Proses penghitungan suara pemilu 2019 sedang dilaksanakan pada tingkat kecamatan oleh PPK, sejak hari Jumat, 19 April lalu.

Menurut Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia melalui Sekjennya Kaka Suminta mengungkapkan bahwa banyak temuan dan catatan yang mereka dapatkan dalam pemantauan proses pungut hitung di lebih dari 900 ribu TPS yang dilaksanakan pada tanggal 17 April, perlu mendapat tanggapan dan koreksi dalam pleno di tingkat PPK di lebih dari 8.000 kecamatan di seluruh Indonesia.

Melalui siaran persnya pada Senin (22/4/19), KIPP memberi beberapa catatan sebagai berikut:

1. Adanya temuan Bawaslu bahwa ribuan KPPPS ditengarai tidak netral, sehingga Bawaslu perlu menindaklanjuti temuan tersebut sekaligus melakukan perbaikan pada proses akibat ketidaknetralan tadi.

2. Ribuan TPS harus melakukan pemungutan suara susulan, pemungutan suara lanjutan dan pemungutan suara susulan.

3. Banyaknya ketidakpuasan masyarakat akibat tidak terlayaninya hak pilih yang lebih disebabkan oleh ketidakakuratan data pemilih dan tidak tersedianya logistik pemilu, khususnya surat suara.

4. Terjadi kasus kekerasan di Sampang, Sumatra selatan dan beberapa tempat lain pada hari pemungutan suara, hendaknya diusut tuntas dan masyarakat mendapatkan informasi yang utuh.

5. Lemahnya pemahaman dan pengetahuan teknis penyelenggaraan di tingkat TPS, mengakibatkan banyaknya dugaan pelanggaran yang harus diselesaikan.

6. Kekecewaan masyarakat pada sistem informasi rekapitulasi online yang dilaksanakan KPU, karena masalah akurasi entri data C1, serta rendahnya capaian data yang diunggah tersebut, sampai hari Ahad 21 April 2019 baru terunggah 12 persen.

7. Banyaknya korban, baik sakit tertekan mental bahkan sampai meninggal dunia yang menimpa para penyelenggara pemilu di tingkat TPS.

8. Kehadiran pengawas TPS (PTPS) ternyata tak mengurangi berbagai pelanggaran dan penyimpangan dalam proses pungut hitung, sebagaimana diakui oleh Bawaslu sendiri.

9. Masih adanya permasalahan pemungutan suara di luar negeri yang terkesan KPU dan Bawaslu hanya “buying time”, bisa menjadi hambatan untuk membangun kepercayaan publik pada penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu.

10. KPU sebaiknya memberikan pernyataan yang lebih hati-hati, sehingga beberapa pernyataan misalnya soal masalah pemungutan suara di Malaysia dianggap hal biasa, atau pernyataan tentang polisi bisa meminta salinan C1, perlu dikaji ulang, agar tak menimbulkan polemik yang tidak produktif.

Dengan kondisi dan fenomena tersebut di atas, maka KIPP Indonesia, memandang dan bersikap:

1. Bawaslu segera menindaklanjuti temuan kasus dan laporan masyarakat, juga menanggapi berbagai isu, dengan mengedepankan asas keterbukaan keadilan dan profesionalisme.

2. Pelaksanaan pemilu susulan, pemilu lanjutan dan pemungutan suara yang bersamaan waktunya dengan rekapitulasi di tingkat kecamatan perlu mendapat perhatian KPU dan Bawaslu, agar proses perbaikan dan koreksi serta rekomendasi atas pelaksanaan tahapan tersebut mampu menyelesaikan problem yang timbul karenanya.

3. Berkaca dari lemahnya pemahaman pelaksana di tingkat TPS, serta memperhatikan pelaksanaan rekapitulasi di tingkat kecamatan, beberapa kesamaan juga terjadi, misalnya dalam banyak sidang rekapitulasi tersebut, tidak mengindahkan acuan dan tata tertib pleno rekapitulasi.

4. KPU dan bawaslu perlu merespons kekecewaan dan berbagai isu yang berkembang di masyarakat dengan menyampaikan informasi yang akurat dalam berbagai asek yang menjadi tanggungjawab KPU, misalnya soal IT Situng KPU seyogyanya tidak sekadar masalah banyaknya serangan siber sebagai alasan, karena seharusnya sistem IT tersebut sudah teruji di hadapan publik.

5. KPU dan Bawaslu perlu memberikan perlindungan hukum dan non hukum seperti soal beban kerja yang menjadi tanggungan pelaksana, terutama di tingkat bawah, dengan memperhatikan faktor keselamatan, kesehatan fisik dan mental pelaksana di semua tingkatan.

6. Bawaslu perlu melakukan evalusasi terhadap kinerja PTPS yang belum mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan pungut hitung suara di TPS.

7. KPU tidak berlindung di balik kesalahan entri data untuk kesalahan rekapitulasi online real timenya yang terkesan menjadi “siaran tunda“ dengan alasan karena petugas kelelahan, tetapi perlu meningkatkan supervisi dan mengevaluasi sistem IT yang digunakan, karena sistem IT yang ada potensial membuat petugas kelelahan karena server dan jaringan yang tidak berkinerja baik.

8. KPU dan bawaslu perlu fokus pada pelaksanaan pasca pungut hitung, serta koreksi proses dan hasil untuk setiap tingkatan dengan terbuka dan profesional, sehingga semua pihak bisa mengikuti proses rekapitulasi dan hasilnya dengan baik

Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment