Maraknya Kampanye Anti Jilbab, Bagaimana Menyikapinya?

Maraknya Kampanye Anti Jilbab, Bagaimana Menyikapinya?

Maraknya Kampanye Anti Jilbab, Bagaimana Menyikapinya
Anak perempuan sedang dipakaikan kerudung.

Suaramuslim.net – Lini masa media online dan media sosial di Indonesia diramaikan dengan pernyataan dari beberapa tokoh yang menyebutkan jilbab tidak wajib bagi perempuan muslim. “Fatwa” ini membuat sebagian perempuan mengurungkan niatnya untuk memakai jilbab, demikian cerita dari seorang warga di Madiun Jawa Timur.

Menanggapi kontroversi tersebut, pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, Buya Yahya memberikan pandangannya dalam program Buya Yahya Menjawab sebagai berikut.

Inilah fitnah dan ujian. Jika ada fatwa-fatwa seperti tentang tidak wajib memakai jilbab adalah fitnah dan ujian bagi ahli iman. Perindu Allah dan ridha-Nya sangat mudah untuk memilah dan memilih mana yang haq dan mana yang batil. Kami tidak berbicara kepada penyeru-penyeru itu karena dia sudah dengan hawanya, dengan urusannya, dengan branding yang sudah melekat ke dirinya.

Saya akan berbicara dengan adik-adik perempuanku, anak-anakku, putri-putriku yang salehah. Jangan didengarkan berita-berita semacam itu. Itu adalah pemikiran-pemikiran yang aneh. Beberapa puluh tahun lalu muncul lah orang aneh dan sudah diselesaikan oleh ulama, dan saat ini muncul kembali orang aneh.

Di Mesir ada sahabat, ada satu orang yang memang dia menulis buku dan mengekspose berita semacam itu, dan akhirnya menjadi bahan tertawaan. Maka saya tidak akan berbicara kepada penyeru-penyeru anti jilbab itu karena dia mempunyai dunia sendiri. Silakan bersama dunianya sendiri. Saya dengan adik-adikku yang salehah dan Anda ahli insyaf.

Yang harus kita pahami bahwa Islam datang di Arab, tentunya Arab dengan budaya-budayanya. Ada budaya Arab yang langsung dipangkas oleh Islam dan ada yang diabadikan. Semua yang dipangkas harus kita tinggalkan. Dan yang diabadikan apalagi diperintahkan meskipun itu sudah ada sejak tradisi Yahudi, Nasrani, maka menjadi keyakinan yang harus kita ikuti. Banyak sekali. Termasuk tentang berjilbab.

Islam datang mengukuhkan suatu yang ada. Dan itu bukan aib, bukan cela. Nabi mengukuhkan. Nah, kemudian setelah itu berbicara tentang budaya. Budaya di luar Islam sudah ada, kemudian muncul Islam lalu dikukuhkan menjadi banyak. Sesuatu yang sudah ada, lalu Islam mengukuhkannya.

Kemudian berbicara tentang ilmu itu tidak susah. Yang ribet ketika kita berbicara dengan menerka, dengan akal kita sendiri, tidak pernah bertemu dari mana jalurnya. Kalau berbicara ilmu wahai Anda ustaz sekelas saya yang hanya bisa membaca kitab kecil-kecil saja. Tidak perlu saya dan anda berbicara sok menafsirkan Al-Qur’an.

Ayo Anda baca yang Anda sangat akrab dengan kitab kecil di kampung Anda! Ada kitab Safinatun Najah, ada kitab Sullamut Taufiq, kitab Taqrib, Anda baca itu bagaimana saat berbicara tentang aurat. Kalau Anda ingin tahu bab aurat, ada juga bab tentang syarat salat, dibahas tentang aurat di dalam salat, dan aurat di luar salat.

Kemudian di bab khitab masalah tunangan juga dibahas lagi. Dari kitab yang paling kecil sampai yang besar sangat jelas menyebut kepala harus ditutup, yang diperbolehkan adalah wajah dan telapak tangan.

Ini berbicara kitab fikih yang sudah disajikan para ulama, kita tinggal “makan” tanpa perlu kita “mengolah” dan semua ulama menyajikan dengan ilmu, bukan langsung dengan Al-Qur’an dan hadis. Bukan bagian kita “memasak” kita hanya tinggal “makan” saja.

Sudah ada semua di sini, jangan seolah-olah kita tidak punya ilmu. Ini lah ilmunya dari guru-guru kita yang mereka ambil dari kitab-kitab kecil saja sudah sangat jelas. Maka kalau saya berbicara dalil tidak ada gunanya kecuali bagi orang yang siap menerima dalil dan mengerti tentang dalil.

Adapun ahli tafsir. Berbicara tentang tafsir. Masalah khimar yang harus diturunkan sampai menutup dada, para ahli tafsir menjelaskan itu adalah tutup kepala dipanjangkan sampai menutup dada. Ahli tafsir tidak ada khilaf (perbedaan) dalam hal ini sehingga dikatakan ijma’ ulama.

Anda tidak perlu menutup kepala dengan model jilbab-jilbab khusus. Yang penting menutup kepala Anda dan tidak terlihat kaum pria. Jadi jika Anda ingin menyesuaikan dengan budaya Jawa karena orang Jawa, ya boleh saja. Tidak perlu pakai berwarna hitam. Pakai saja batik atau sejenisnya, tapi intinya kepala harus tertutup.

Kalau membaca Al-Qur’an, mereka bisa memotong satu ayat Al-Qur’an saja. Ada upaya merusak Al-Qur’an dengan tafsiran sendiri tidak kembali kepada ahli tafsir. Nah ini adalah keanehan di jaman ini. Anda ini siapa berani seperti itu?

Kalau kita kembalikan ke ahli tafsir yang paling berjaya di akhir zaman ini menjelaskan dengan jelas. Bahkan saat ada propaganda itu, anti jilbab, beliau juga bersuara. Khimar adalah menutup kepala sampai dada. Dan kalau mereka para ulama itu ingin mengeluarkan fatwa tidak hanya dengan mengambil dari satu ayat.

Perempuan-perempuan sepuh yang sudah tidak ada harapan nikah dalam arti tidak menikah dan tidak dinikahi, yang sudah sangat tua, berjalan pun susah masih boleh kelihatan sedikit-sedikit (terlihat sedikit lengannya, terlihat sedikit rambutnya).

Jadi para ulama mengambil kesimpulan dengan ayat-ayat, hadis, namun begitu gampangnya orang-orang yang tidak senang dengan pemikiran-pemikiran semacam ini mengatakan “hadis ini nggak bener.”

Ini semua adalah upaya menjauhkan umat dari syariat. Artinya kalau bicara tentang hujjah dan dalil sangat jelas. Ulama sudah menjelaskan. Tapi ingat propaganda orang yang mencoba memanipulasi dalil ini bahaya sekali. Seolah-olah mereka lebih hebat daripada ahli tafsir terdahulu. Mereka merasa lebih dari ulama terdahulu. Melebihi ahli fikih terdahulu dengan fatwa-fatwanya.

Fenomena Anak Kiai Tidak Berjilbab

Anda punya kaidah, budaya pesantren punya kitab, amalkanlah kitab-kitab itu. Katanya Anda berpegang dari akidah ahli sunnah wal jamaah, mengikuti tradisi para ulama. Tradisi para ulama itu mengikuti sunah Nabi SAW.

Kalau ada seorang istri kiai tidak memakai kerudung bukan berarti kerudung tidak wajib. Bisa saja istrinya itu memang susah diajari memakai kerudung. Jadi waspada. Ini sangat jelas. Jadi kami tidak akan bicara, kami tidak berbicara dengan mereka yang menolak, kami hanya rindu kepada adik-adikku. Awas itu adalah bisikan godaan.

Dan memang dalam segala kemuliaan yang kalian cari pasti ada godaannya. Kalau tidak ada godaannya, tidak tinggi pangkatnya. Anda ingin hijrah adik-adikku yang salehah, dari memakai baju yang seronok, sekarang mulai berkerudung, kemudian mendengar fatwa-fatwa semacam ini, hati-hati! Itu adalah bisikan dari setan, dari hawa nafsu. Janganlah engkau dengar wahai adikku.

Kami tidak berbicara dengan mereka. Jangankan saya. Ulama-ulama besar saja tidak didengar, apalagi saya. Ulama-ulama besar sudah jelas, kurang apalagi. Ulama besar ahli tafsir, ahli fikih. Buku fikih juga dibaca oleh bapaknya dia, pamannya dia, sudah jelas perihal aurat saja tidak didengar, jadi buat apa saya harus ngomong dengan dia. Saya hanya doakan saja kalau ada orang semacam itu.

Sudah ada wanita salehah. Ini menutup auratnya. Gara-gara omongan semacam ini dia berubah. Naudzubillah min dzalik.

Perihal ijma’ ulama, perihal menutup aurat, menutup kepala itu kesepakatan ulama. Jika ada satu tokoh yang katanya ulama, ustaz yang membolehkan perempuan muslim membuka jilbab, ini satu dibanding ribuan, jutaan. Dan dia adalah manusia, mungkin orang alim tapi dalam hal ini “kepleset.” Dia mencoba menghadirkan tafsir yang baru, tafsir yang sesuai dengan zaman dan sebagainya.

Kalau penafsiran yang bagus dan menjadi ijma’ ulama dan sudah menjadi sebuah kejelasan, itu tidak bisa kita ubah. Perihal tradisi boleh-boleh saja tidak harus memakai baju hitam, memakai gamis batik misalnya. Yang penting menutup aurat.

Mungkin Anda saudaraku yang ada di Eropa sedang musim dingin, Anda bisa memakai penutup, memakai jaket, itu saja sudah aman. Anda tidak perlu ragu apa kata orang. Hari ini laki-laki pakai tutup wajah tidak ada yang marah, kenapa perempuan memakai tutup Anda bingung.

Jadi permasalahannya kita bangun keinsyafan. Saya sedih kalau ada orang seperti itu. Bagaimana tanggung jawabnya kepada Allah. Jika engkau wahai ustaz tidak bisa memerintahkan istrimu dan anakmu memakai kerudung jangan katakan kerudung tidak wajib. Cukup sampai di situ.

Jangan sampai punya fatwa yang aneh-aneh. Kita perlu ilmu. Dan Anda wahai pendengar, pembaca, yang senang mendengar petuah, harus bisa memilah dan memilih. Dalam urusan agama Anda bisa memilah dan memilih. Dalam urusan agama kapasitas ilmunya seperti apa, bertentangan dengan siapa.

Di saat ada sebuah ide tentang pembangunan, seorang insinyur, arsitek dengan kemampuan bermacam-macam dia memprediksi bangunan ini dan itu akan roboh, runtuh dan sebagainya. Lalu saya seorang ustaz mengatakan “bangunan semacam ini bebas karena Allah. Allah yang Maha Kuat.”

Anda percaya dengan arsitek atau saya?

Sanjungan manusia di dunia tidak ada artinya kalau di akhirat di siksa oleh Allah. Seruan kami kepada beliau-beliau seperti ini. Tidak perlu berdebat. Ulama sudah menjelaskan. Adapun adik-adikku teruslah engkau wahai anakku hijrahlah. Berhijrah tutuplah auratmu. Sempurnakan dalam menutup aurat. Bertahap tentunya sampai sempurna, sampai tertanam hijab sesungguhnya dalam hatimu yaitu rasa malu. Dan hati-hati jangan sampai engkau yang menutup dengan hijab, belum menutup dengan kerudung banyak-banyak istigfar.

Mulailah dengan memperbaiki istigfarmu. Memohon ampun “Ya Allah aku belum bisa mengenakan kerudung ya Allah.” Istigfar yang banyak karena engkau melakukan dosa semoga Allah mengampuni, setelah itu memudahkan dirimu untuk menutup aurat.

Jangan sekali-kali engkau sombong dan berkata “yang pentingkan hatinya,” berarti tanpa sadar Anda merendahkan yang sudah memakai kerudung.

Jika engkau wahai adik-adikku, anak-anakku, engkau melihat seorang muslimah belum menutup aurat, jangan direndahkan dia. Mungkin dia belum mengerti ilmunya atau dia terpengaruh dengan pemikiran yang salah tadi. Perlu diajak secara halus. Waktunya kita menumbuhkan kasih sayang di hati jika ada saudari kita yang belum menutup aurat. Doakan, bukan dihinakan.

Yang sudah menutup aurat bersyukurlah. Yang belum menutup aurat berdoalah “mudahkanlah aku dalam menutup aurat ya Allah.”

Kita penuh dengan kemuliaan wahai anak-anakku semuanya. Ini adalah fitnah. Ini bukan hal yang baru. Hal seperti ini sudah lama.

Semoga Allah menjadikan kita ini hamba-hamba yang di saat bicara bermanfaat, tidak membuat orang bingung. Semoga Allah menjadikan juru damai dalam pemikiran, dalam hati, dalam masyarakat. Semoga Allah memuliakan kita dan semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. Kembali ke jalan yang Allah ridhai. Semoga Allah mengampuni semuanya.

Ditranskrip dari Buya Yahya Menjawab di kanal YouTube Al-Bahjah TV, diupload pada Sabtu 18 Januari 2020.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment