Membaca Adalah Menyelamatkan Bangsa

Membaca Adalah Menyelamatkan Bangsa

Membaca Adalah Menyelamatkan Bangsa

Suatu ketika satu rombongan dari departemen kesehatan Indonesia berkunjung ke Kuba. Mereka hendak belajar ke negeri Fidel Castro mengenai program kesehatan. Seperti diketahui, meskipun pendapatan per kapita Kuba termasuk rendah. Tetapi dalam hal pendidikan dan kesehatan, Kuba menempati posisi yang sejajar dengan negara-negara maju. Kuba dikenal memiliki sistem pelayanan kesehatan yang terbaik dan effisien.

Sewaktu sampai di gedung kementerian kesehatan Kuba, rombongan dari Indonesia itu merasa kikuk. Hampir seluruh anggota rombongan Indonesia mengenakan jas, sementara semua tuan rumah, termasuk sang menteri kesehatan Kuba, hanya baju kaus berkerah. Sewaktu memasuki ruangan pertemuan semua rombongan dari Indonesia merasa kegerahan. Tidak ada AC di ruangan itu. Usut punya usut, ternyata semua gedung pemerintahan di Kuba tidak ada yang menggunakan penyejuk ruangan. Karena penasaran, salah seorang anggota rombongan Indonesia akhirnya menanyakan perihal tidak adanya AC di gedung-gedung pemerintahan Kuba.

“Biaya untuk membayar listrik AC itu sangat mahal. Lebih baik uang tersebut kita gunakan untuk membeli buku buat anak-anak kita,” jawab salah satu staf kementerian kesehatan Kuba.

Benar-benar sebuah tindakan yang bijaksana. Mereka rela tidak menggunakan penyejuk ruangan demi membeli buku untuk anak-anak. Bandingkan di negara kita, betapa kondisinya justru terbalik. Begitu banyak keluarga dan perusahaan di negeri ini menghambur-hamburkan uang untuk kebutuhan yang tidak penting. Sementara untuk membeli buku tidak ada budget.

Mari buka kembali sebuah laporan yang dirilis oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu. Laporan itu menunjukkan bahwa minat literasi Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvey. Peringkat kita hanya satu level di atas Bostwana, sebuah negara kecil di Afrika. Hal senada juga terlihat dari hasil sigi yang dilakukan oleh Badan Pusan Statistik (BPS) pada tahun 2012, yang mengungkapkan bahwa anak-anak Indonesia yang mempunyai minat baca hanya 17,66 persen. Sedangkan yang punya minta nonton 91,67 persen.

Tentu saja kondisi ini sungguh memprihatinkan, terlebih lagi masyarakat Indonesia mayoritas adalah muslim. Padahal ajaran Islam sangat kental dengan budaya membaca. Kitab suci agama Islam adalah Al-Quran, yang secara harfiah berarti bacaan. Juga wahyu yang pertama turun adalah perintah membaca. Bahkan perintah membaca itu diulang dua kali. Hal ini menurut sebagian mufasir berarti perintah itu sangat dituntut.

Tentu bukan tanpa maksud Allah menekankan perintah membaca itu kepada Rasulullah. Ada hal yang sangat penting dari membaca. Di antaranya adalah bahwa membaca adalah salah satu pintu utama penguasaan ilmu pengetahuan. Hanya dengan memiliki pengetahuan satu kaum yang sedang terpuruk akan bisa bangkit. Hanya bangsa yang berilmu pengetahuan yang bisa menyadari bahwa kondisi mereka sedang terhina dan dalam penguasaan bangsa lain. Bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan tidak akan membiarkan sumber daya mereka dikuasai pihak lain.

Saat Rasulullah diutus, saat itu bangsa Arab sedang berada dalam keadaan terpuruk dalam segala aspek kehidupan. Mereka menjadi rebutan dua super power yaitu Romawi dan Persia. Moralitas mereka berada di titik nadzir. Perzinahan merajalela, dominasi kelompok kaya terhadap kelompok miskin. Juga pertempuran antar kabilah.

Mari perhatikan kondisi negeri kita hari ini. Bukankah carut-marut megeri kita saat ini mirip dengan kondisi bangsa Arab pada saat Rasulullah diutus? Hari ini sebagian asset berharga bangsa kita sudah dikuasai oleh pihak lain. Sebagian kekayaan alam penting di negeri ini dieksploitasi oleh bangsa lain dan kita hanya mendapat cipratan yang sangat minim. Orang-orang kaya di negeri ini yang jumlahnya sangat sedikit telah menguasai sebagian besar asset ekonomi. Juga secara moral bangsa ini tengah hancur-hancuran. Kasus-kasus video porno dengan pelaku yang beragam usia dan profesi adalah bukti yang tak terbantah.

Sudah sepatutnya perintah membaca yang termaktub di dalam wahyu pertama kita gaungkan kembali agar carut-marut negeri ini segera berakhir. Karena membaca dan menulis akan membuka mata kita semua. Dengan membaca sama artinya kita membuka pintu kemerdekaan yang sejati.

Wallahu a’alaam bi showab


Awang Surya
Motivator dan penulis, tinggal di Bogor

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment