Meng-Asian Games-Kan Indonesia

Meng-Asian Games-Kan Indonesia

Pilihan Politik Boleh Beda, Asalkan Persatuan Tetap Terjaga  
Foto : Jokowi dan Prabowo saat di rangkul Hanifan (Instagram)

Suaramuslim.net – Kita tak pernah tahu memang perubahan perubahan yang begitu mendadak berkaitan dengan persoalan-persoalan sosial yang kita saksikan, di tengah-tengah hiruk pikuk politik yang menjungkir balikkan kewarasan akal sehat.

Betapa tidak seminggu ini jagat sosial kita jatuh pada titik nadir keadaban, saling caci saling maki, bahkan tak segan mempersekusi. Setidaknya perilaku bar-bar menjadi mosaik kenadiran akal sehat dan menyadarkan mereka yang waras akan bahaya lumpuhnya peradaban kemanusiaan.

Perbedaan pilihan terhadap calon pilihan presiden, sejatinya harus disikapi sebagai kontestasi melayani rakyat dengan cara-cara yang baik, tak mampu diresapi sebagai upaya melahirkan layanan yang membahagiakan rakyat, perilaku bar-bar dan kasar menjadi hiasan untuk memaksakan pilihan kepada orang lain.

Demokrasi yang seharusnya menyenangkan dirampas oleh para preman yang berkalung sorban. Demokrasi terkoyak dan terjadi demoralisasi. Jauh dari keadaban. Akal sehat siapapun akan mengatakan memaksa perempuan melepaskan kaos yang tidak disukai adalah perbuatan melawan moralitas publik dan moralitas kemanusiaan. Begitu juga memaksakan pilihan mengganti dan dipahami sebagai tindakan makar, juga merupakan kedangkalan nalar.

Sebagai bagian masyarakat yang merasakan kegundahan akibat runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan karena perbedaan politik, ternyata para atlit Indonesia yang berlaga di Asian Games menorehkan kebanggan sebagai bangsa Indonesia, betapa tidak di tengah kegelapan politik melanda, meruntuhkan akal sehat dan membungkamkan nurani, para atlit mampu berlaga dan menghadiahkan kepada bangsa medali demi medali dan konon katanya inilah medali terbanyak yang pernah diraih oleh bangsa Indonesia.

Saya melihat Asian Games menjadi pelipur kewarasan akal sehat kita semua, kita menjadi lupa tak peduli tentang pilihan politik, semua kegirangan akan sumbangsih medali. Nah sayangnya, di tengah kewarasan akal sehat memaknai prestasi para atlit yang luar biasa itu, masih ada yang mencoba menyebarkan virus ketakwarasan akal, dengan kalimat kalimat yang justru meruntuhkan keadaban dan kejujuran.

Saya lalu mencoba mencari tahu mengapa terjadi ketakwarasan akal melanda seseorang, dan dalam literatur disebutkan ketakwarasan akal disebabkan oleh sebuah kecemasan akut akibat tekanan keadaan yang tak mampu diatasi. Kecemasan itu lalu memunculkan energi penolakan terhadap karya atau prestasi seseorang, akibatnya akan selalu berusaha menutupi prestasi seseorang dengan mencari cela mangaburkan fakta.

Di cabang prestasi pencak silat, dimana mampu menyumbangkan medali emas melebihi target yang ada, terjadi ketidak warasan dalam memaknai prestasi, ada diantara pendukung yang mencoba mengaburkan siapa dibalik kesuksesan prestasi atlit semua. Ketakwarasan akal saling klaim bahwa merekalah yang berjasa yang lain tidak.

Nah, di tengah hiruk pikuk ketakwarasan itu, ternyata para pemimpin kita masih mempunyai akal sehat, betapa tidak Pak Prabowo sebagai pembina atlit pencak silat yang menyumbangkan medali melebihi target, tentu tak akan berjalan lancar kalau pemerintah tak mendukungnya, kalau bicara pemerintah saat ini, tentulah pak Jokowi. Pak Prabowo harus diapresiasi sukses membina pencak silat, tapi ini juga harus diakui sebagai kesuksesan pemerintah Indonesia. Dan diajang Asian Games inilah kemudian Pak Prabowo dan Pak Jokowi duduk berdampingan, berbicara dengan akrabnya dan saling berangkulan.

Bagi saya Asian Games telah membangkitkan kesadaran kita ber-Indonesia, bahu membahu, menyatu untuk kejayaan Indonesia. Asian Games mampu menggerakkan energi positif Prabowo dan Jokowi saling berpelukan. Bagi saya makna pelukan keduanya jadi sangat penting karena akan menjadi formula penyembuh ketakwarasan otak para pendukung yang sekarang hampir lumpuh.

Dalam waktu bersamaan ditengah kebahagiaan kita sebagai bangsa Indonesia, saya juga dibahagiakan dengan sebuah kesadaran sahabat Farid yang kemarin dalam aksi menolak #2019GantiPresiden dengan mengeluarkan kata-kata yang merobek rasa kebangsaan kita, secara sadar mengakui bahwa kemarin itu khilaf dan tak akan mengulangi, yang lebih membahagiakan lagi FPI yang dituduh radikal dengan kebesaran jiwa menerima permintaan maafnya dihadapan walikota dan aparat keamanan Surabaya.

Lengkaplah sudah hari ini kebahagiaan saya berkaitan dengan rasa ke-Indonesiaan yang ada, bertambahnya medali yang diraih yang menegaskan Indonesia adalah bangsa yang layak diperhitungkan, runtuhnya ketakwarasan akal sehat dengan sikap kenegarawanan Prabowo dan Jokowi sambil berpelukan dan permintaan saudara Farid akan pengakuan salahnya akibat kata katanya dan sikap pemaaf FPI, ternyata masih ada itu Indonesia berbudaya.

*Ditulis di Surabaya, 29 Agustus 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment