Suaramuslim.net – Maraknya tayangan bergenre horor acapkali melahirkan pemahaman yang rancu. Ini berpotensi menyesatkan. Padahal mengenal konsep setan dan perkara yang ghaib adalah konsekuensi keimanan. Salah satu ciri orang bertakwa adalah mengimani hal-hal yang ghaib (QS Al Baqarah 3). Maka mengenal gangguan jin dan syetan merupakan konsekuensi iman.
Di sisi lain, pemahaman yang proporsional mengenai syetan akan membantu seseorang mengantisipasi agar tidak terjerumus pada langkah-langkah syetan yang keji. Ada perkataan penyair Arab, Abu Faras al-Hamdani:
عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّرِّ لَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ
وَمَنْ لَا يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّ يَقَعْ فِيْهِ
Aku mengenal kejahatan bukan untuk melakukannya, tapi untuk mengantisipasinya
Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak mengenal kebaikan (tanpa mengenal) bagian dari keburukan, maka dia rentan terjerumus ke dalamnya. (Asy-Syaukani, al-Fathu al-Rabbani, XII/6311).
- Syetan Bisa dari Kalangan Jin dan Manusia
Dalam Al Quran, penyebutan kata syetan selalu negatif. Bila dilihat derivasi bahasanya berasal dari kata syathana yang artinya jauh (dari rahmat Allah). Tak mengherankan jika di antara tugas mereka adalah menjauhkan manusia dari petunjuk Allah.
Hanya saja, penggunaan kata syetan dalam Al Quran, tidak hanya pada sosok Iblis atau jin jahat. Tapi menurut surat An Nas ayat 6, setan juga bisa muncul dari kalangan manusia. Pada prinsipnya, siapa saja yang melakukan hal negatif sesuai dengan visi-misi Iblis dalam menyesatkan manusia, maka bisa dikategorikan sebagai syetan. Kita harus mengenali gangguan jin dan syetan dan sifat-sifatnya agar mengantisipasi gangguan jin dan setan.
Jin dan manusia sama-sama termasuk mukallaf (dibebani syariat). Di antara mereka ada yang muslim (yang taat) dan ada pula yang menyimpang (QS. Al Jin 14). Berikut ini sekilas tentang profil setan dan jin yang perlu kita tahu.
- Jenis Jin vs Syetan
Allah swt berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim” (QS. Al Kahfi 50).
Beberapa ibrah:
– Iblis termasuk dari kalangan jin.
– Setan (dari jenis jin) adalah keturunan Iblis.
– Iblis dan keturunannya (setan) adalah musuh seorang mukmin.
- Perbedaan Gangguan Jin vs Syetan
– Kelakuan syetan sangat jelas disebutkan dalam Al Quran dan hadis: menyuruh perbuatan munkar/dosa, menghalang-halangi orang berbuat baik, menghiasi perbuatan buruk menjadi baik, menimbulkan permusuhan & kebencian, dsb.
– Adapun jin, mereka mengganggu manusia jika ada sesuatu atau merasa terganggu; atau ia disuruh mengganggu/menyakiti, merasa terzalimi, suka sama manusia (lawan jenis), dsb.
Beberapa usaha syetan untuk mengganggu manusia berdasar sabda Nabi saw:
- Masuk mulut yang terbuka saat menguap.
Nabi saw. bersabda, “Jika salah seorang kamu menguap, maka hendaknya dia menahan mulutnya dengan tangannya, karena setan bisa masuk” (HR. Muslim, dari Abu Said Al Khudri).
- Mengganggu shaf shalat jika tidak rapat.
Rasul saw. bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, sejajarkan antara bahu-bahu, lenturlah jika ada tangan saudaramu yang menarikmu, dan tutupilah celah-celah, karena syetan bisa masuk di antara kalian” (HR. Ahmad dan Ath Thabarani, dari Abu Umamah).
- Memasuki rumah yang tidak tertutup pintunya.
Rasulullah saw bersabda, “Tutuplah pintu dan sebut nama Allah, karena syetan tidak bisa membuka pintu yang tertutup” (Muttafaq alaih, dari Jabir bin Abdillah).
- Tidur di dalam rongga hidung, tapi tidak masuk ke dalam tubuh.
Nabi saw. berpesan, “Jika salah seorang kamu bangun dari tidurnya, maka hendaknya dia ber-istintsar tiga kali, karena syetan bermalam pada bagian atas rongga hidungnya” (Muttafaq alaih, dari Abu Hurairah, dari matan Imam Muslim).
Istintsar yaitu mengeluarkan apa yang ada dalam hidung dengan cara mengeluarkan nafas. Istintsar jika dikaitkan dengan wudhu, maka ia adalah mengeluarkan air dari hidung ketika sebelumnya orang yang berwudhu tersebut melakukan istinsyaq (memasukkan air ke dalam rongga hidung).
Istintsar pada penjelasan poin ke-empat di atas bisa berarti sebagaimana makna pertama, yakni hanya mengeluarkan apa yang ada dalam hidung dengan cara mengeluarkan nafas. Demikian menurut Syekh Musthafa Al Bugha dalam Syarh Shahih Bukhari. Dan istintsar yang dimaksud juga bisa berarti berwudhu, sebagaimana yang terdapat dalam matan Imam Bukhari dan riwayat-riwayat yang lain.
Adapun jin, ia tidak selalu demikian. Karena, ada jin yang tinggal di dalam rumah bersama manusia. Ada juga jin yang ikut shalat bersama manusia di masjid. Wallahu a’lam bish shawab.
(Diolah dari kajian tulisan Abduh Z. Akaha, Lc di akun Facebook: www.facebook.com/Abduh.Zulfidar.Akaha)