Mengukur Kadar Agama Kita

Mengukur Kadar Agama Kita

Beginilah Cara Mengukur Kadar Agama Kita

Suaramuslim.net – Islam, Iman dan Ihsan merupakan tiga tingkatan dalam Islam yang saling berkaitan. Dengan mengetahui  tingkatan itu, kita bisa menilai ada dimana kualitas agama kita.

Tiga tingkatan ini didasari atas hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadist yang sangat panjang.

Hadist yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab, “Suatu hari, saat kami sedang duduk-duduk di sisi Rasulullah. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang mengenakan pakaian serba putih, rambutnya hitam pekat, tidak berjejak, dan tidak seorangpun di antara kami yang mengenalnya, sampai dia duduk di depan Nabi dan menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha beliau. Kemudian ia berkata, ‘Wahai Muhammad, ajarilah aku tentang Islam.’ Nabi bersabda, ‘Islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau mendirikan sholat, mengelurkan zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan ziarah haji ke baitullah jika engkau mampu menempuh perjalanannya.’ Segera saja laki-laki itu berkata, ‘Engkau benar wahai Muhammad.’ Umar berkata ‘Kami heran kepadanya lalu bertanya kepadanya dan membenarkannya.’  Dia kembali berkata, ‘Wahai Muhammad kabarilah aku tentang iman.’ Beliau menjawab, ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikatnya, kitab-kitabnya, Rasul-rasulnya, hari akhir, dan beriman kepada qadar, baik buruknya.’ Ia berkata ‘Kamu benar.’ Ia berkata, ‘Kabarkan tentangku tentang ihsan’ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, jika kamu tidak melihatnya, maka ia melihatmu.’ Ia berkata, ‘Kabarkan kepadaku tentang kiamat.’ Beliau menjawab, ’Orang yang ditanya tentang kiamat tidaklah lebih tahu dibandingkan orang yang bertanya.’ Ia berkata ‘Kabarkan kepadaku tentang tanda-tandanya.’ Beliau menjawab, ‘Apabila hamba sahaya melahirkan tuannya, dan bila kamu melihat mereka berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing bermegah-megahan dalam bangunan.’ Umar berkata, laki-laki itu pergi tetapi aku masih tercengang cukup lama. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya kepadaku, ‘Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang tadi?’ Beliau menjawab, ‘Allah dan Rasulnya lebih tahu.’ Beliau (Rasulullah) bersabda, ‘Ia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan kalian tentang Islam.’”

Mengenai hadits yang ini, Imam Ibnu Daqiq berkata, “Ini adalah hadits yang agung yang mencakup semua tugas amalan lahir dan batin. Ilmu-ilmu syariat semuanya merujuk kepadanya dan bercabang darinya, karena hadits ini meskipun ringkas, berisikan ilmu sunnah, sebagaimana Al-Fatihah disebut Ummul Qur’an (induk Al-Qur’an) karena, meskipun ringkas berisikan makna-makna Al-Qur’an.”

Beda Islam, Iman dan Ihsan

Oleh karena itulah para ulama menyatakan bahwa setiap mukmin pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal Islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mukmin, karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mukmin dengan iman yang sempurna.

Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Al Hujurat ayat 14  Allah berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam. Dan surat Al-Munafiqun ayat 1, Allah berfirman, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, sesungguhnya kamu benar-benar rasulnya. Dan Allah mengetahui bahwa kamu benar-benar rasulnya. Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.”

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa berdasarkan dua ayat Al-Qur’an dan hadits Jibril di atas mengatakan bahwa syarat terhadap kesaksian kerasulan ialah lisan harus selaras dengan hati.

Kemudian beliau menambahkan bahwa hadits jibril di atas merupakan penjelasan tentang pokok keimanan, yaitu kepasrahan hati, dan penjelasan tentang pokok Islam, yaitu kepasrahan dan kepatuhan secara zahir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukumi Islam secara zahir, tampak dalam dua kalimat syahadat.

Beliau hanyalah menghubungkan shalat, zakat, puasa dan haji kepadanya, karena semua itu adalah syiar-syiar Islam yang paling nyata dan paling besar. Dengan mendirikannya maka jadi sahlah kepasrahan sesesorang. Beliau menambahkan pula bahwa istilah Islam mencakup juga pokok keimanan, yaitu keyakinan batin dan mencakup prinsip ketaatan. Sebab itu semua adalah Istislam (kepasrahan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bila dibandingkan dengan iman, maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan.

Sedangkan iman itu lebih luas daripada Islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada Islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan Islam.

Kontributor: Abby Fadhilah Yahya
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment