Menyisihkan Agama Dari Ruang Publik

Menyisihkan Agama Dari Ruang Publik

Menyisihkan Agama Dari Ruang Publik - Pembukaan Mall di Bekasi
Suasana Summarecon Mall Bekasi di tengah wabah virus Corona (Covid-19), Jumat (20/3/2020). (Foto: radarbekasi.id)

Suaramuslim.net – Langkah presiden melihat persiapan pembukaan mall di Bekasi semakin meyakinkan opini publik bahwa negara bukan hanya sedang mengalami inkonsistensi dalam menangani wabah Covid-19 tetapi memarginalisasi agama dari ruang publik.

Upaya pembukaan mall bukan saja membuka ruang publik untuk melanggar aturan PSBB secara kolektif, tetapi menyinggung perasaan umat Islam yang telah mengosongkan masjid dari aktivitas salat jamaah. Imbauan kepada kaum muslimin untuk salat berjamaah di rumah masih terus berlangsung. Bahkan pemuka masyarakat dan aparat keamanan terus bergerak di masyarakat akar rumput agar menutup masjid-musala.

Tiba-tiba muncul kebijakan presiden membuka pasar-pasar atau mall untuk bertransaksi. Ini jelas kebijakan yang mengedepankan aspek ekonomi, dan menyingkirkan agama di ruang publik.

Kebijakan berorientasi ekonomi

Pernyataan dan langkah yang diambil oleh pemerintah pusat dengan akan membuka mall, bukan tidak hanya membuat pengambil kebijakan di daerah menjadi dilematis, tapi dibuat menjadi pusing.

Kebijakan pemerintah selama ini meminta masyarakat untuk menjaga jarak, namun satu pejabat penting di negeri menyatakan bahwa wabah Covid-19 di Indonesia perlu disikapi biasa-biasa saja, karena tidak ada yang luar biasa, dan menteri yang lain bilang bahwa masyarakat harus memandangnya sebagai hal yang wajar karena orang yang meninggal karena diare dan DBD lebih banyak dibandingkan dengan orang yang meninggal karena wabah Covid-19.

Kebijakan Presiden Jokowi meresmikan pembukaan kembali mall di Bekasi, jelas akan merusak tatanan dan kebijakan daerah yang masih diberlakukan PSBB.

Kondisi ini jelas akan berdampak bahwa pemberlakuan social distancing dan physical distancing tidak bisa secara efektif diberlakukan. Salah satu di antara keresahan baru, dari kepala daerah yang menerapkan PSBB, yakni adanya ledakan atau gelombang naiknya korban Covid-19.

Kalau negara lain menerapkan kebijakan hati-hati, sebagaimana yang dilakukan oleh Presiden Filipina, yang tak akan membuka sekolah, sebelum vaksin virus Corona ditemukan. Namun pemerintah Indonesia memberi contoh dengan memberi keleluasaan pada masyarakat untuk tidak berjarak sehingga berpotensi besar dalam melanggar aturan PSBB yang sedang digencarkan. Di sisi lain, vaksin virus Corona masih belum ditemukan pemerintah.

Masyarakat bertanya-tanya mengapa presiden bersikeras menyegerakan era “New Normal”, padahal kurva penyebaran Covid-19 belum melandai. Hal ini semakin meyakinkan opini publik bahwa New Normal sejatinya adalah tuntutan para kapitalis dan pemilik modal tidak mau terus merugi. Para pemilik mall, para pemilik jaringan hotel besar, para pemilik maskapai penerbangan dan transportasi, para pemilik perusahaan raksasa yang selama ini “sakratul maut” akibat pandemi ini.

Mereka berusaha untuk bangkit kembali dengan berbagai cara. Mereka inilah seolah menjadi penguasa yang sebenarnya sehingga membuat presiden harus mengeluarkan kebijakan yang saling bertabrakan dengan kebijakan sebelumnya.

Kesadaran masyarakat sendiri yang sulit untuk menjaga jarak, akan mendapat angin untuk melakukan pelanggaran prinsip PSBB ini. Masyarakat yang sudah mulai bertransaksi dengan online dan mandiri otomatis akan bergeser kembali dan akan berduyun-duyun bertransaksi sebagaimana sebelumnya.

Dengan kebijakan ini masyarakat akan mudah tergerak untuk kembali ke mall atau pusat perbelanjaan dalam melakukan transaksi ekonomi. Dengan demikian, usaha-usaha mandiri yang berasal dari masyarakat bawah (bottom up) akan kembali mati bila upaya para pebisnis besar ini kembali seperti semula.

Diakui atau tidak, bahwa salah satu hikmah pandemi ini adalah hancurnya bisnis-bisnis leisure-lux bermodal dan berbudget iklan besar, serta bertempat di mall besar. Bangkitnya banyak bisnis kecil dengan sistem direct selling justru tumbuh subur. Fenomena bangkit usaha kecil inilah bisa jadi menjadi kekhawatiran dari para pengusaha raksasa yang selama ini menggerogoti masyarakat ekonomi masyarakat bawah.

Agama sebagai sandungan

Diakui atau bahwa kesadaran beragama umat akhir-akhir ini tumbuh menggembirakan. Sehingga masjid dan musala menjadi makmur, bukan hanya salat berjamaah tetapi kajian-kajian mendalami agama. Di tengah suasana seperti ini muncul pandemi, dan pemerintah dan tokoh agama mengimbau untuk membatasi aktivitas di masjid/musala.

Atas imbauan ini, tidak sedikit yang menutup aktivitas salat jamaah dan kajian. Bahkan tidak sedikit takmir masjid yang terus melanjutkan aktivitas salat jamaah sebagaimana biasa namun melalui proses dan perjuangan yang panjang dan melelahkan.

Di tengah situasi seperti ini, muncul kebijakan presiden yang membolehkan mall buka dan menjalankan aktivitas bisnisnya. Yang paling tersinggung dengan kebijakan ini jelas umat Islam. Karena selama ini umat Islam yang pertama kali terkena kebijakan untuk menutup aktivitas salat jamaah dan kajian. Namun ketika ada kebijakan relaksasi justru pasar/mall yang pertama kali diprioritaskan.

Maka bisa dimengerti apabila sebagian umat Islam menyerukan untuk melakukan pembangkangan masal karena ketersinggungan tadi. Kebijakan relaksasi hanya difokuskan pada aspek ekonomi, tidak pada aspek keagamaan.

Kebijakan pemerintah seperti ini semakin meyakinkan publik bahwa ekonomi betul-betul menjadi basis untuk menggerakkan berbagai kebijakan politik dan pemerintahan.

Agama hanyalah salah satu elemen sekunder yang dianggap tidak signifikan dalam menghidupkan roda pemerintahan. Dilirik saat dibutuhkan dan dilemparkan ketika memutuskan kebijakan-kebijakan penting.

Kehadiran presiden untuk melihat persiapan pembukaan mall merupakan contoh bahwa ekonomi sebagai landasan dan penggerak masyarakat, dan agama dipandang sebagai sandungan dan halangan besar kemajuan masyarakat.

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment