PAN, Goenawan Mohammad, dan Politik Pecah Belah

PAN, Goenawan Mohammad, dan Politik Pecah Belah

PAN, Goenawan Mohammad, dan Politik Pecah Belah
Amien Rais (Foto: tajuktimur.com)

Suaramuslim.net – Goncangan terhadap Partai Amanat Nasional (PAN), menyusul adanya surat terbuka yang ditandatangani oleh pendiri PAN, yang intinya meminta Amien Rais (AR) mundur dari PAN. Tentu saja internal PAN tidak tinggal diam dan mereaksi tuntutan mundur para penggagas PAN ini. Permintaan mundur itu dianggap tidak kontekstual dan sarat dengan kepentingan politik dan ada unsur untuk memecah belah soliditas PAN.

Mereka menganggap bahwa para pendiri PAN ini sudah lama tidak aktif dalam PAN dan tiba-tiba menyuarakan aspirasi untuk meminta mundur AR. Tentu saja ini menimbulkan tanda tanya besar karena PAN secara politik melabuhkan pilihan politiknya pada pasangan Prabowo-Sandi, sementara penanda tangan surat terbuka itu berpihak pada rezim. Politik penghancuran terhadap PAN, dengan menyuruh mundur AR merupakan strategi politik untuk membelah kekuatan PAN yang menjatuhkan pilihannya pada pasangan Prabowo-Sandi.

Tuntutan Mundur dan Perlawanan Politik

Sebagaimana ramai di media sosial bahwa para pendiri PAN, yaitu Abdillah Toha, Albert Hasibuan, Goenawan Mohammad, Toeti Heraty dan Zumrotin menyampaikan surat terbuka yang meminta AR mundur dari PAN. Mereka menganggap AR sudah keluar dari prinsip-prinsip partai. Isi surat terbuka itu merujuk kepada beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut.

Pertama, PAN adalah partai reformasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan menegakkan demokrasi setelah 32 tahun di bawah kekuasaan absolut Orde Baru yang korup dan otoriter. Kedua,  PAN adalah partai yang berasaskan Pancasila dengan landasan nilai-nilai moral kemanusiaan dan agama. Ketiga, PAN adalah sebuah partai modern yang bersih dari noda-noda Orde Baru dan bertujuan menciptakan kemajuan bagi bangsa. Keempat, PAN adalah partai terbuka dan inklusif yang memelihara kemajemukan bangsa dan tidak memosisikan diri sebagai wakil golongan tertentu. Kelima, PAN adalah partai yang percaya dan mendukung bahwa setiap warga negara berstatus kedudukan yang sama di depan hukum dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara, tidak mengenal pengertian mayoritas atau minoritas.

Mendasarkan pada 5 prinsip di atas, maka mereka menganggap AR telah keluar dari koridor itu. Mereka berpandangan bahwa AR sejak mengundurkan diri dari ketua umum PAN, sering berkiprah dan bermanuver politik yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip PAN itu. Bahkan AR makin lama makin cenderung eksklusif dan tidak menumbuhkan kerukunan bangsa dalam berbagai pernyataan dan sikap politiknya. AR juga dianggap bersimpati dan berkoalisi bersama kekuatan Orde Baru, dan bergabung dengan politisi yang beraspirasi untuk mengembalikan kekuatan Orde Baru ke kancah politik Indonesia.

Bahkan AR bukan hanya dituding telah menjadikan agama sebagai alat politik untuk mencapai tujuan meraih kekuasaan, tetapi juga sebagai ilmuwan politik yang dianggap gagal mencerdaskan bangsa dengan ikut mengeruhkan suasana dalam negeri, serta menyebarkan berita yang jauh dari kebenaran tentang kebangkitan PKI di negeri kita.

Dengan kata lain, kekisruhan yang terjadi dalam pentas politik saat ini tidak lepas dari kontribusi AR. Mundurnya AR dari PAN diharapkan bisa menciptakan situasi politik yang kondusif dan mengembalikan visi dan misi PAN dalam koridor yang benar. Disinilah konteks permintaan mundur terhadap AR.

Melihat tuntutan yang dianggap tidak rasional dan mengada-ada, personel PAN mengadakan perlawanan dengan menjawab bahwa tuntutan mundur terhadap AR dinilai tidak kontekstual dan sarat dengan kepentingan politik jangka pendek. Surat itu jelas terlihat motifnya untuk  memecah belah dan merusak konsentrasi PAN dalam menghadapi pemilu, khususnya pilpres 2019. Kontribusi AR dalam menopang soliditas Prabowo-Sandi, terlihat jelas, sehingga membuat sekelompok kecil yang tidak suka ingin memporakporandakan kekuatan PAN.

Bahkan personel PAN menganggap adanya sejumlah keganjilan dari surat tersebut, dan perlu dipertanyakan. Adanya penandatanganan dari surat tersebut yang sudah mundur dari PAN, dan mereka  sudah lama sekali tidak aktif dan tidak mengikuti isu dan arah perjuangan politik PAN. Adapun adanya tuduhan bahwa AR tidak konsisten dalam memperjuangkan reformasi, dinilai berlebihan. Permintaan pengunduran diri terhadap AR tidak lain karena perbedaan pilihan politik, dimana AR memilih paslon nomor 2 sementara mereka yang menuntut mundur berasal dari paslon nomor 1.

Politik Pecah Belah Membelah Lawan Politik

Apa yang dilesatkan oleh kelompok Goenawan Mohammad, dengan meminta mundur AR, tidak lebih sebagai manuver politik untuk memecah konsentrasi PAN. PAN saat ini sedang berkonsentrasi dalam Pemilu mendatang untuk memenangkan Paslon nomor 2. Pilihan politik PAN, dengan memilih Prabowo-Sandi menjadi salah satu alasan munculnya surat terbuka untuk AR itu. Sebagaimana diketahui bahwa kans Prabowo-Sandi memiliki peluang yang besar untuk memenangkan pertarungan dalam pilpres 2019.

Dukungan masyarakat yang terus mengalami kenaikan menjadi salah satu indikator sekaligus kekhawatiran tumbangnya rezim ini. Sementara PAN merupakan salah satu di antara partai politik yang menjadi penopang menguatnya dukungan masyarakat terhadap capres Prabowo-Sandi. Menguatnya Prabowo-Sandi tidak lepas dari spirit dan perjuangan AR yang secara all out mendorong PAN untuk mewujudkan impiannya.

Soliditas PAN itu yang menjadi kekhawatiran kelompok pro-rezim, dalam hal ini Goenawan Mohammad, sehingga harus membidik PAN. Dengan terpecah belahnya PAN diharapkan akan melemahkan dukungan PAN terhadap paslon yang berpotensi menang itu. Andaikata PAN mendukung paslon nomor 1, dalam hal ini rezim yang sedang berkuasa, mungkin surat permintaan untuk AR tidak akan muncul.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment