Papua Merdeka, Solusikah?

Papua Merdeka, Solusikah?

ICMI Jayapura: Ada Oknum yang Ingin Merusak Persaudaraan di Papua
Ilustrasi warga Papua mengenakan pakaian bergambar bintang seperti bendera Papua Merdeka. (Foto: Istimewa)

Suaramuslim.net – Kisruh Papua masih memanas hingga saat ini. Hal itu katanya dipicu oleh insiden yang terjadi di Surabaya dan Malang beberapa hari sebelum perjanjian New York, yang diperingati setiap tanggal 15 Agustus, 2 hari sebelum hari kemerdekaan RI.

Perjanjian New York menjadi pemicu lahirnya PEPERA, di mana masyarakat Papua bebas menentukan nasibnya. Perjanjian New York ini kemudian yang dinilai menjadi pangkal penyebab Papua jadi bagian Indonesia hingga kini. Sementara sejumlah kalangan di Papua ingin agar bumi cenderawasih berdiri sebagai negara sendiri, dan sampai saat ini masih terus melakukan upaya untuk memisahkan diri dari bumi pertiwi.

Kesenjangan sosial yang melahirkan kecemburuan sosial juga menjadi penyebab marahnya masyarakat Papua. Mantan calon wakil presiden Sandiaga Uno menganggap wajar jika masyarakat Papua marah karena ketimpangan ekonomi yang ada tergolong memprihatinkan. Sandi menyebut tingkat kemiskinan masyarakat Papua 8 kali lipat dibanding warga Jakarta.

Sandi merujuk kepada Badan Pusat Statistik (BPS). Dia mengatakan angka kemiskinan di Papua meningkat hampir 60 ribu orang sejak tahun 2014 hingga 2018. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di Jakarta yang hanya 3,5 persen, jumlah penduduk miskin di Papua mencapai 28 persen. Sementara Papua Barat hampir 23 persen.

Jumlah kemiskinan yang sungguh luar biasa memprihatinkan, mengingat betapa kaya rayanya Papua. Pulau Papua dianugerahi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumber daya mineral, tambang emas terbesar, minyak, dan masih banyak lagi. Tapi penduduknya hanya menjual buah-buah pinang, atau menjadi pekerja berat di PT. Freeport dengan upah yang tidak sesuai. SDA-nya dikeruk, manusianya tidak diurusi.

Bukannya angkat bicara, akibat dari kisruh Papua yang terjadi di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat, pemerintah memblokir akses internet.

Mabes Polri menyebut pemblokiran data internet di Papua dan Papua Barat sejak Rabu (21/8) demi menjaga keamanan. Pemblokiran internet diklaim merupakan bagian dari upaya tata kelola untuk menciptakan situasi kondusif di sana.

Hal itu membuktikan bahwa pemerintah tidak dapat menyelesaikan masalah Papua. Pragmatis, dan seolah tidak ingin ambil pusing. Padahal, ricuh tidak lantas berakhir dengan data internet yang diblokir. Maka, seharusnya negara hadir dalam menyelesaikan permasalahan Papua yang ujungnya mereka menginginkan referendum, bukan lagi menjadi bagian dari NKRI.

Sangat disayangkan, beberapa waktu lalu presiden Jokowi hanya memerintahkan mereka untuk saling memaafkan. Bukannya menjadi peredam amarah, justru malah menyakitkan bagi masyarakat Papua.

Jika Papua merdeka, siapakah pihak yang akan diuntungkan? Sebenarnya, jika masyarakat Papua mendapat perlakuan yang adil, hal semacam itu tidak akan terjadi, dan masyarakat Papua tidak akan menuntut memisahkan diri. Keadilan hakiki hanya bisa terwujud jika Islam dijadikan solusi.

Di dalam Islam, sumber daya alam yang sifatnya tak terbatas, haram dimiliki oleh individu atau swasta. Pengelolaannya diserahkan kepada negara, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Allah menciptakan gunung emas untuk manusia, pengaturannya diserahkan kepada negara berdasarkan aturan Islam. Pembangunan infrastruktur merata, tanpa membedakan daerah pelosok atau kota. Setiap manusia diurusi, dijamin kebutuhan pokok tanpa membedakan suku atau ras. Tanpa membedakan warna kulit atau bola mata. Papua sebenarnya tidak butuh merdeka. Tapi butuh khilafah dengan aturan Islam yang memuliakan dan selaras dengan fitrah manusia.*

Penulis: Fitria (Milenial peduli negeri)

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment