Pembukaan Sekolah di Zona Hijau Corona: Dilema atau Terpaksa?

Pembukaan Sekolah di Zona Hijau Corona: Dilema atau Terpaksa?

Pembukaan Sekolah di Zona Hijau Corona, Dilema atau Terpaksa
Ilustrasi siswa-siswi mengikuti KBM dengan mengenakan masker dan menjaga jarak. (Foto: wowkeren.com)

Suaramuslim.net – Sejumlah daerah di Indonesia mengakhiri Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mulai memberlakukan new normal atau transisi. Masjid, tempat ibadah dan perkantoran sudah mulai buka melakukan aktitifasnya. Namun masih ada satu pertanyaan. Banyak warga menanyakan kabar kapan masuk sekolah.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyampaikan 136 kabupaten/kota yang masuk zona kuning virus corona (covid-19), sementara untuk kabupaten/kota yang berada di zona hijau berjumlah 92. Kabupaten dan kota yang berada zona hijau dan kuning harus menyiapkan manajemen krisis, termasuk melakukan monitoring, dan evaluasi, lansir CNNIndonesia (9/6).

Daerah berstatus zona hijau diizinkan kembali melakukan pembelajaran secara tatap muka. Namun, semuanya diserahkan kepada masing-masing daerah, apakah akan menerapkan pembelajaran tatap muka atau tidak.

Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani mengatakan pembukaan sekolah yang berada di zona hijau akan dilakukan secara hati-hati. Kesehatan dan keselamatan warga sekolah menjadi prioritas utama.

“Sehingga sekolah-sekolah di wilayah zona hijau tidak serta merta dibuka, tetapi akan dilakukan dengan sangat hati-hati, dan tetap mengikuti protokol kesehatan,” ujar Evy dalam keterangannya di Jakarta, Merdeka.com (7/6).

“Sekolah yang berada di zona hijau tidak langsung bisa dibuka secara otomatis, tetapi melalui prosedur izin syarat yang ketat. Misalnya sebuah sekolah berada di zona hijau, tetapi berdasarkan penilaian keseluruhan prosedur dan syarat, ternyata tidak layak untuk dibuka kembali. Tentu ini harus tetap menjalankan pendidikan jarak jauh,” tambah Evy.

Hal ini justru membuat stakeholder pendidikan bingung dan ragu apa langkah yang semestinya diambil menyikapi kebijakan tersebut.

Sikap ini menegaskan pemerintah tidak punya arah yang jelas tentang target pembelajaran sekolah juga tidak ada integrasi kebijakan dengan kehidupan new normal yang dijalankan sehingga kesulitan menetapkan secara tegas apakah perlu tetap belajar dari rumah atau bisa tatap muka.

Sementara jika pembelajaran dilakukan dari rumah, terutama daring, terganjal ketersediaan fasilitas dalam hal ini ponsel pintar. Karena hanya 50 persen siswa yang memiliki ponsel pintar sehingga sudah bisa menggunakan pembelajaran jarak jauh via WA, Google Classroom tapi yang 50 persen lagi tidak bisa terjangkau karena mereka tidak memiliki fasilitas, Liputan6.com (6/6).

Pemerintah saat ini sedang bimbang menangani persoalan Covid-19. Dilihat semakin hari jumlah kasus Covid-19 makin meningkat tapi di lain sisi pendidikan jika tidak segera dijalankan akan mengalami kemerosotan pun sebaliknya kesehatan warga dalam masa pandemi ini juga jadi prioritas utama agar bisa memutus rantai penyebaran Covid-19.

Semua ini tidak akan terjadi apabila pemerintah melakukan lockdown di awal munculnya Covid-19 di Indonesia. Sudahlah diberikan contoh oleh Rasulullah bagaimana mengatasi pandemi saat ini.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (Al-Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).

Belajar dari Korea Selatan

Pendidikan memang poin penting karena masa depan negara ditentukan dari hasil pendidikan yang diterima. Kesehatan dan nyawa seorang dalam Islam sangat diperhatikan. Rasulullah bersabda: “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.” (An-Nasa’i).

Dikutip dari padek.jawapos.com pada 31/5/20, lebih dari 200 sekolah di Korea Selatan terpaksa ditutup hanya beberapa hari setelah dibuka kembali. Pasalnya, ada lonjakan kasus baru virus corona (Covid-19).

Pemerintah diminta belajar dari kasus di Korea Selatan sebelum memutuskan melaksanakan aturan new normal di tengah pandemi corona yang belum selesai. Harusnya melindungi warganya dari ancaman virus corona dengan bertindak cepat sebagai tugas pemimpin negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Pemerintah seharusnya bisa melirik bagaimana Islam mengatasi wabah penyakit menular. Karena Islam memiliki seperangkat solusi dalam mengatasi wabah pandemi seperti ini.

Ia mengatur semua hal tak terkecuali di bidang kesehatan. Dalam Islam, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Mengatasi pandemi, tak mungkin bisa melepaskan diri dari performa kesehatan itu sendiri.

Selain itu, pemerintah juga mengedukasi agar ketika terkena penyakit menular, disarankan menggunakan masker. Dan beberapa etika ketika sakit lainnya. Hal ini sangat membantu pemulihan wabah penyakit menular dengan cepat. Karena warga negara telah membangun sistem imun yang luar biasa melalui pola hidup sehat.

Sebetulnya Umat Islam terdahulu mengembangkan ikhtiar baru mengatasi pandemi, yakni vaksinasi. Cikal bakal vaksinasi itu dari dokter-dokter muslim zaman Khilafah Utsmani, bahkan mungkin sudah dirintis di zaman Abbasiyah.

Oleh: Khoirotiz Zahro V, S.E. (Aktivis Muslimah Surabaya)
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment