Pemuda Idaman Ala Al Quran

Pemuda Idaman Ala Al Quran

Inilah Pemuda Idaman Ala AlQuran

Suaramuslim.net – Dalam Al Quran kata pemuda disebut dengan bentuk tunggal “fata” dan pluralnya “fityah”. Ada tiga cerita yang diabadikan kalam ilahi ini terkait usia yang begitu potensial itu, yaitu: kisah Ashabul Kahfi, Ibrahim dan kedua pemuda yang dipenjara bersama Nabi Yusuf ‘Alaihissalam.

Kisah Ashabul Kahfi

Kisah Ashabul Kahfi ini sudah begitu populer di kalangan umat. Namun, bagaimana gambaran Al Quran tentang mereka yang bisa diteladani dalam kehidupan sehari-hari?

Terkait mereka, Al Quran (surah Al-Kahfi ayat 13-16) menggambarkan bahwa pemuda-pemuda tersebut memiliki iman, petunjuk dari Allah, hati tegar (kuat), bergerak untuk perjuangan, berdakwah, kepekaan terhadap kondisi sekitar dan yang terakhir adalah mempunyai alternatif jitu jika perjuangan mereka pada akhirnya buntu.

Pemuda yang beriman –sebagaimana kisah Ashabul Kahfi— memiliki keyakinan yang kuat dan orientasi yang jelas. Kedua karakter luhur ini adalah di antara faktor determinan –setelah takdir Allah— yang bisa mengantarkan pemuda menuju kesuksesan.

Rupanya tak sampai di situ. Dalam menjalankan visi-misi kehidupan, mereka mendapat petunjuk dan panduan dari Allah Subhanahu wata’ala. Petunjuk itu laksana rambu-rambu yang bisa mengantarkan mereka lebih cepat ke tempat tujuan.

Selain itu, mereka adalah pemuda yang dikuatkan hatinya oleh Allah. Tipe pemuda yang tidak cengeng, tak gampang putus asa dan suka pada tantangan. Hanya pemuda-pemuda yang berhati tegar dan pantang menyerah yang mampu mengatasi tantangan.

Selanjutnya, mereka bukanlah pemuda yang pasif. Ungkapan kata “qaamu” (berdiri) menunjukkan bahwa pemuda Kahfi tersebut adalah kawula muda aktif. Menariknya, aktivitas mereka diarahkan ke ranah kebaikan, salah satunya adalah berjuang untuk menyampaikan dakwah.

Mereka juga adalah pemuda yang sangat peka terhadap lingkungan. Kemungkaran ideologi yang menjangkiti warga di sekitar tempat tinggalnya membuat mereka resah dan menginginkan terjadinya perubahan yang positif.

Kebenaran itu mereka pegang teguh walau berisiko ancaman terhadap nyawa. Baru setelah usaha dan perjuangan maksimal sudah dikerahkan lantas menemui jalan buntu, maka mereka melirik opsi atau alternatif lain yang dipilihkan Allah: pergi ke dalam gua.

Menariknya, jika terus dibaca kisah mereka hingga akhir, pemuda dengan tipe demikian pada akhirnya menggapai kesuksesan gemilang. Mereka dilindungi Allah, dijaga keselamatannya, dakwah akhirnya tersebar dan nama mereka harum diabadikan Al Quran.

Kisah Ibrahim Muda

Kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam di kala muda juga tak jauh berbeda dari Ashabul Kahfi. Namun, hebatnya Ibrahim saat berjuang tak ada yang menemani. Ia berjibaku sendirian demi kebenaran yang diyakini. Kisahnya termuat dalam surah al-Anbiya ayat 51 sampai 73.

Dalam lembaran kisah ini Ibrahim muda (baca: ayat 60) membuat geger komunitas pagan dengan menghancurkan patung sesembahan. Bisa dibaca dari ayat-ayat tersebut Ibrahim adalah sosok yang pemuda memiliki iman teguh, berjiwa tangguh, punya kepekaan tinggi, mendapat hidayah Allah, pejuang, vokal dalam berdakwah, membawa visi-misi kebenaran, cerdas (bernalar kuat) dan berani menghadapi risiko dakwah.

Ketika usahanya sudah maksimal, dan perjuangannya mendapat perlawanan sengit hingga nyawanya pun terancam karena akan dibakar, dia pasrahkan kepada Allah. Akhir manis pun didapatkannya. Api yang bergelora itu menjadi dingin atas perintah Allah dan tak bisa menyakitinya.

Kisah Dua Pemuda Bersama Nabi Yusuf di Penjara

Pada surah Yusuf ayat 36 disebutkan ada dua figur pemuda yang masuk penjara bersamaan dengan Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Al Quran tak menjelaskan sebab keduanya dipenjara. Namun menurut tafsir Ibnu Katsir –bedasarkan riwayat Muhammad bin Ishaq— keduanya dipenjara karena tuduhan keji berupa: meracuni raja.

Ada dua sisi menarik dari kisah ini. Pertama, dari sisi dua pemuda. Keduanya sama-sama melihat kebaikan dari wajah Yusuf. Tak mengherankan jika keduanya merasa nyaman dekat dengan Yusuf. Seolah-olah mereka menemukan figur teladan.

Selanjutnya, kedua pemuda tersebut tak berhenti pada sekadar simpati kepada Yusuf, namun juga mengajukan pertanyaan kepadanya. Seolah menggambarkan tipikal pemuda yang haus akan ilmu.

Singkat cerita, Yusuf menafsirkan mimpi mereka berdua. Yang satu bakal selamat dan tetap menjadi tukang pemberi minum raja. Sedangkan yang kedua nasibnya tragis: akan dieksekusi mati. Atas izin Allah, dari pemuda yang selamat inilah –meski sempat lupa pesan Yusuf— nasib Yusuf berubah; dari penjara menuju singgasana.

Kedua, dari sisi Yusuf. Beliau meski dalam penjara tak pernah berhenti menyampaikan dakwah. Dan yang menjadi bidikannya adalah usia-usia potensial sebagaimana kedua pemuda tersebut. Ini seakan memberi gambaran kepada umat bahwa pentingnya membina para pemuda.

Konten dakwah yang disampaikan Yusuf kepada keduanya pun menarik untuk dijadikan teladan. Berisi pelajaran mengenai rasa syukur kepada Allah, keimanan yang sejati, orientasi akhirat, tercelanya syirik serta pilar-pilar keimanan yang lainnya.

Pada prinsipnya, apa yang disampaikan Yusuf ini tidak jauh berbeda narasinya dengan yang dibawa Ashabul Kahfi dan Nabi Ibrahim. Hanya saja, yang menonjol dari cerita Nabi Yusuf ‘Alaihissalam, bertemu dua potensi dahsyat sekaligus: pemuda yang punya gelora kepada kebaikan dan pembina yang tidak menyia-nyiakan potensi mereka.

Semoga, dengan ketiga kisah tersebut, para pemuda semakin bergelora untuk menjadikan mereka sebagai teladan idaman. Di samping itu, para orangtua dan pemimpin bisa membina potensi dahsyat para pemuda.

Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment