Penganut Hanifiyah sebelum masa Rasulullah

Penganut Hanifiyah sebelum masa Rasulullah

Cicit Rasulullah, Tinggalkan Dunia Demi Akhirat

Suaramuslim.net – Sebelum masa turunnya wahyu, di masyarakat Quraisy sudah ada individu-individu yang “menolak” praktik kemusyrikan di sekitar mereka yang disebut penganut Hanifiyah.

Hanifiyah adalah ajaran Nabi Ibrahim yang dikenal orang-orang beragama, khususnya Nasrani menjelang munculnya Islam. Istilah ini terkenal saat itu.

Orang Mekkah pun tahu ada Hanifiyah dari adanya orang Quraisy yang menolak ikut meyakini dan melaksanakan ritual syirik Jahiliyah dengan alasan Hanifiyah.

Hanifiyah secara ringkas bisa disebut sebagai praktik yang berlawanan dengan Jahiliyah. Contoh tokohnya di Mekkah adalah Waraqah bin Naufal, Utsman bin Huwairits, Umaimah binti Abdul Mutallib, Zaid bin Amru bin Nufail, dan Ubaidillah bin Jahsy.

Sebelum Rasul diutus, para penganut Hanifiyah Ibrahim ini sudah tahu kesalahan ajaran Jahiliyah, tapi mereka tidak tahu apa yang harus ditawarkan kepada masyarakat, karena tidak mendapat petunjuk dari wahyu. Mereka jadi orang saleh tapi hanya untuk diri pribadi.

Rasulullah tidak menerima Rahbaniyah dalam Islam, yaitu orang yang saleh hanya untuk dirinya sendiri, tanpa mempedulikan orang lain.

“Sebaik-baik kalian adalah yang berbaur dengan masyarakat dengan segala permasalahan dan berupaya memperbaikinya, lalu dia sabar dengan gangguan yang ia dapatkan karena upayanya.” Begitu sabda Nabi dalam sebuah hadisnya.

Hanifiyah adalah reaksi spiritual individu, kedahagaan spiritual dari orang yang tidak mau mengikuti kesyirikan. Tetapi bingung bagaimana memuaskan dahaga spiritual itu. Sifatnya individual, sangat privat.

Ketika seorang muslim berkata, “agama ini urusan privat.” Ini bukan paradigma Islami.

Agama Islam ini privat dan sosial sekaligus. Pembuktian kebenaran keyakinan kita, itu sifatnya sosial. Baca surat Al-Ma’un. Bukti kebenaran shalat yang privat adalah dengan amalan sosial. Sebaliknya, Allah menghubungkan kesalehan sosial, dengan shalat yang privat.

Hanifiyah tidak menjadi gerakan, mereka pasif. Karena itu tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Quraisy tidak menganggap mereka sebagai ancaman yang berbahaya terhadap tatanan sosial dan ekonomi Mekkah.

Apakah Quraisy menentang Rasulullah karena menjaga agama mereka? Enggak! Emang bagi Quraisy, agama itu penting? Enggak!

Apakah bagi musuh-musuh Islam, agama itu penting? Enggak juga.

Makanya mereka meminta kepada kita, “Kenapa sih kalian, baru Nabi dihina koq fanatik amat?” Karena bagi mereka, Tuhan dihina itu biasa. Mereka terbiasa menghina Tuhan. Tuhan bahkan difilmkan. Keyakinan kita berbeda dengan mereka.

Bahkan ada ungkapan di Eropa, menghina Yesus tidak seberapa dibanding meragukan Holocaust (pembantaian pada Yahudi).

Resapi makna dalam Surat Al-Kafirun, lobby Quraisy Mekkah kepada Nabi, untuk mencampuradukkan agama. Ini membuktikan bahwa tuhan dan agama tidak penting bagi mereka. Ayat ini jelas, di balik itu adalah kepentingan ekonomi dan sosial.

Tahannuts dan Hanifiyah

Tahannuts sudah dikenal sebelum masa Rasulullah, berasal dari praktik Hanifiyah Ibrahim, salah satu ciri khas amalan orang saleh sebelum Islam.

Dari segi bahasa, tahannuts artinya melepaskan diri dari sesuatu yang sifatnya nista. Tahannuts bisa juga disebut tafakkur, untuk menghasilkan formula sebagai tawaran solusi bagi persoalan masyarakat.

Rasulullah menyadari bahwa praktik Jahiliyah adalah nista dan beliau ingin melepaskan diri dari kondisi tersebut.

Tahannuts Rasulullah adalah perenungan yang sangat mendalam, di satu sisi ingin lepas dari praktik Jahiliyah dan di sisi lain ingin mengubahnya menjadi lebih baik. Ini bentuk dari kepekaan sosial Rasulullah yang sangat tinggi.

Rasulullah hanya bertahannuts di bulan Ramadhan, di Gua Hira yang jaraknya 5 km dari Mekkah. Praktik yang mirip dengan tahannuts dalam syariat kita adalah iktikaf di 10 hari akhir Ramadhan.

Perlu digarisbawahi, menyendirinya Nabi bukan lari dari masyarakat, tapi keluar sejenak dari masyarakat untuk kembali lagi membawa solusi.

Pola perubahan besar selalu dimulai dari titik ini. Ketika ada arus yang sangat kuat dan tidak ideal, rehatlah sejenak, jangan berada di arus itu lalu ikut bingung. Lepas dulu, keluar untuk berpikir mencari solusi bagaimana membangun arus baru untuk mengubah arus ini.

Pada usia kenabian (menjelang 40 tahun), Rasulullah sudah selesai dengan urusan dunianya, semua sudah dia dapatkan. Sehingga yang dia pikirkan adalah kondisi masyarakat yang tidak benar dan harus dia ubah. Ini yang disebut Umar bin Abdul Aziz sebagai nafsun thawwaqah, jiwa yang tidak pernah puas untuk mencapai kebaikan yang lebih tinggi.

Surabaya, 7 Jumadil Awwal 1443
Catatan Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment