Penghanyutan Musa Sebagai Ibrah Jihad Ibu Memondokkan Anaknya

Penghanyutan Musa Sebagai Ibrah Jihad Ibu Memondokkan Anaknya

Ibu, Ke Mana Jilbab Lebarnya?
Ilustrasi ibu berjilbab dan anaknya. (Foto: daaruttauhiid.org)

Suaramuslim.net – Edisi sebelumnya kita sudah menggali motivasi surat Al A’raf ayat 148, terkait Nabi Musa yang berada di bawah asuhan Firaun menjadi seorang nabi sedangkan Musa As Samiri dalam asuhan malaikat Jibril justru menjadi kafir terhadap Musa alaihis salam.

Berikutnya mari kita padukan dengan kisah penghanyutan Nabi Musa yang dilakukan oleh ibundanya dalam surat Al Qashash ayat 7;

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلا تَخَافِي وَلا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ

“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah pula bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”

Setelah ibunda Nabi Musa mengetahui bahwa bayi yang dilahirkannya adalah laki-laki, terasa sempitlah dadanya dan hatinya dicekam rasa takut yang sangat akan keselamatan bayinya, sedangkan ia sangat mencintainya.

Dalam kekalutan hatinya, Allah mengilhamkan seperti ayat di atas. Konon dalam sebuah riwayat, ibu Musa begitu berat melepaskan anaknya untuk dihanyutkan ke Sungai Nil, namun karena keyakinan akan janji Allah, maka penghanyutan bayi Musa tetap dilakukan.

Maka dari kisah tersebut, ada ibrah (pelajaran yang besar) bagi kita para ibu atau orang tua dalam membentuk karakter pribadi anak anak. Di antara ibrah tersebut adalah;

1. Pendidikan anak adalah lahan jihad orang tua, karena di dalamnya ada pengorbanan besar baik perasaan dalam jiwa dan harta.

2. Kasih sayang ibu/orang tua, dan doa mereka adalah penentu kesuksesan anak. Dan kasih sayang ibu tidak menjadi penghalang untuk memberikan pendidikan yang tebaik untuk anak anaknya.

Lihatlah bagaimana ibunda Nabi Musa Yokhebed yang berharap anaknya kembali dan disusuinya, meski diasuh di lingkungan istana Fir’aun. Dan bandingkan dengan ibu Musa Samiri yang membiarkan begitu saja anaknya di gua tanpa kembali lagi.

3. Kesalehan ibu atau orang tua adalah media pembentuk karakter anak saleh. Kesalehan ibunda Nabi Musa turut membentuk karakter anaknya. Berbeda dengan ibu Musa As Samiri yang musyrik suka menyembah berhala (patung sapi).

4. Lingkungan pendidikan juga ikut berperan dalam pembentukan karakter anak saleh. Lingkungan yang terus menempel pada pribadi anak turut serta membentuk pribadinya. Seperti yang diungkap hadis, lingkungan terdekatnya yaitu orang tuanya turut membentuk pribadinya.

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تَنْتِجُ الْبَهِيْمَةَ، هَلْ تَرَى فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana permisalan hewan yang dilahirkan oleh hewan, apakah kalian melihat pada anaknya ada yang terpotong telinganya? (Anaknya lahir dalam keadaan telinganya tidak cacat, namun pemiliknya lah yang kemudian memotong telinganya, -pen).” HR Bukhari.

Wallahu A’lam

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment