Peradaban Islam, Dinamo Peradaban Barat

Peradaban Islam, Dinamo Peradaban Barat

Peradaban Islam, Dinamo Peradaban Barat

Suaramuslim.net – Tahukah Anda bahwa sebenarnya bangsa Barat berhutang budi pada Islam? Bahkan, Bernard Montgomery, seorang yang pernah menjadi Panglima Angkatan Darat Inggris mengatakan, tanpa Islam, barat bukan apa-apa. Lalu bagaimana peradaban Islam lalu?

Ia mengatakan bahwa dukungan peradaban Islam menjadi ‘dinamo’nya bertumbuhnya barat. Wajar jika Barat berhutang budi pada Islam. Ahli sejarah telah ittifaq (sepakat) bahwa Islam memiliki peradaban gemilang di masa lalu yang dikenal dengan the golden age (masa keemasan Islam).

Salah satu bidang peradaban yaitu ilmu pengetahuan (sains) yang mengalami kemajuan pesat tiada bandingnya pada saat itu. Kota-kota pusat Islam seperti Madinah, Baghdad, Mesir, Khurasan, Cordova, Granada, Seville, memiliki lembaga-lembaga pendidikan yang prestisius, perpustakaan-perpustakaan besar, dan berbagai pusat-pusat kajian baik di rumah para ilmuwan (ulama), istana raja, atau masjid-masjid.

Dalam perkembangan teknologi pun demikian, tidak terlepas dari perkembangan sains. Lantas, faktor-faktor apa yang menunjang kemajuan sains dan teknologi Islam pada masa lalu itu? Dalam pendahuluan buku Teknologi dalam Sejarah Islam, karangan Ahmad Y. Al-Hassan dan Donald R Hill mengutarakan tujuh faktor kemajuan sains dan teknologi Islam. Ketujuh faktor itu adalah agama Islam, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan, bahasa Arab, pendidikan, penghormatan kepada ilmuwan, maraknya penelitian, dan perdagangan internasional.

Kegemilangan Iptek di Masa Khilafah Abasiyyah

Kekhilafahan Abbasiyah tercatat dalam sejarah Islam dari tahun 750-1517 M/132-923 H. Diawali oleh khalifah Abu al-’Abbas as-Saffah (750-754) dan diakhiri Khalifah al-Mutawakkil Alailah III (1508-1517). Dengan rentang waku yang cukup panjang, sekitar 767 tahun, kekhilafahan ini mampu menunjukkan pada dunia ketinggian peradaban Islam dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di dunia Islam.

Di era ini, telah lahir ilmuwan-ilmuwan Islam dengan berbagai penemuannya yang mengguncang dunia. Sebut saja, Al-Khawarizmi (780-850) yang menemukan angka nol dan namanya diabadikan dalam cabang ilmu matematika, Algoritma (logaritma). Ada Ibnu Sina (980-1037) yang membuat termometer udara untuk mengukur suhu udara. Bahkan namanya tekenal di Barat sebagai Avicena, pakar medis Islam legendaris dengan karya ilmiahnya Qanun (Canon) yang menjadi referensi ilmu kedokteran para pelajar Barat. Tak ketinggalan al-Biruni (973-1048) yang melakukan pengamatan terhadap tanaman sehingga diperoleh kesimpulan kalau bunga memiliki 3, 4, 5, atau 18 daun bunga dan tidak pernah 7 atau 9.

Pada abad ke-8 dan 9 M, negeri Irak dihuni oleh 30 juta penduduk yang 80% nya merupakan petani. Hebatnya, mereka sudah pakai sistem irigasi modern dari sungai Eufrat dan Tigris. Hasilnya, di negeri-negeri Islam rasio hasil panen gandum dibandingkan dengan benih yang disebar mencapai 10:1 sementara di Eropa pada waktu yang sama hanya dapat 2,5:1.

Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid Agung Cordoba; Blue Mosque di Konstantinopel atau menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah Al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.

Lain lagi pada masa pemerintahan dinasti Usmaniyah— di Barat disebut Ottoman — yang kekuatan militernya berhasil memperluas kekuasaan hingga ke Eropa, yaitu Wina hingga ke selatan Spanyol dan Perancis. Kekuatan militer laut Usmaniyah sangat ditakuti Barat saat itu, apalagi mereka menguasai Laut Tengah. (yet/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment