Pertemanan di Atas Petunjuk Allah

Pertemanan di Atas Petunjuk Allah

Teman Baik Adalah Surga Dunia

Suaramuslim.net – Sebagian manusia menganggap bahwa bergaul tanpa memandang latar belakang sosial dan agama seseorang. Bergaul harus luwes dan bisa dengan siapa saja, sehingga bisa memperoleh manfaat bagi umat manusia.

Dengan pergaulan yang luas, tanpa memberi porsi utama pada agama, akan menghilangkan nilai-nilai eksklusif dalam gerakan sosial atau gerakan politik. Kita sendirilah yang akan menyaring dan menyeleksi dengan mengambil yang baik dan membuang yang buruk.

Dalam praktiknya, pertemanan di atas justru mendegradasi agama itu sendiri. Islam memberi prinsip dan panduan dalam memilih teman, khususnya dalam mewujudkan kepentingan politik.

Islam meletakkan agama sebagai pondasi dalam perjuangan politik. Pertemanan berdasarkan agama terkait dengan hadirnya petunjuk Allah yang akan mengarahkan dan memberkahi langkah-langkah terwujudnya kepentingan sosial dan politik.

Agama sebagai pondasi pertemanan

Banyak pemikiran kaum sekuler dan pluralis yang mendorong pemuda muslim untuk mudah dalam berwacana dan bergaul bersama kelompok yang berbeda agama. Dengan pertemanan beda agama diharapkan bisa memperoleh pencerahan dan memperluas wawasan, baik wawasan keagamaan maupun wawasan kebangsaan. Mereka mengajak kepada kaum muslimin untuk bisa bekerjasama dalam kebaikan untuk melahirkan gerakan bersama mewujudkan keadilan di tengah masyarakat.

Ide itu terasa menyenangkan sekaligus menjanjikan, sehingga memberi peluang dan ruang bagi kaum muslimin bergabung ke dalam organisasi massa atau organisasi politik untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bersama.

Namun mereka lupa bahwa kebersamaan yang mengabaikan petunjuk Allah hanya akan melahirkan kekecewaan baru. Terlebih lagi ketika bergandengan tangan dengan kelompok nonmuslim. Al-Qur’an sendiri menggarisbawahi pentingnya pertemanan yang didasarkan pada ukhuwah seagama, sebagaimana firman-Nya:

وَلَا تُؤۡمِنُوٓاْ إِلَّا لِمَن تَبِعَ دِينَكُمۡ قُلۡ إِنَّ ٱلۡهُدَىٰ هُدَى ٱللَّهِ أَن يُؤۡتَىٰٓ أَحَدٞ مِّثۡلَ مَآ أُوتِيتُمۡ أَوۡ يُحَآجُّوكُمۡ عِندَ رَبِّكُمۡۗ قُلۡ إِنَّ ٱلۡفَضۡلَ بِيَدِ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ

“Dan janganlah kamu percaya selain kepada orang yang mengikuti agamamu.” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya petunjuk itu hanyalah petunjuk Allah. (Janganlah kamu percaya) bahwa seseorang akan diberi seperti apa yang diberikan kepada kamu, atau bahwa mereka akan menyanggah kamu di hadapan Tuhanmu.” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (Ali Imran: 73).

Ayat sebelumnya berbicara tentang kebiasaan orang Ahlul Kitab yang terbiasa dengan mencampur-adukkan kebenaran dan kebatilan. Mereka menghalalkan segala cara agar tercapai tujuan. Hal ini bisa kita lihat sebagaimana ditegaskan Allah dalam ayat-Nya:

يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لِمَ تَلۡبِسُونَ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُونَ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

“Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan kamu menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Ali Imran: 71).

Bahkan Allah sendiri membongkar watak mereka yang memiliki platform mudah berubah dan cara berpikir yang inkonsisten. Mereka mau menghalalkan cara untuk mencapai tujuan, dengan menyatakan segala sesuatu bisa berubah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Bahkan Al-Qur’an mendeskripsikan kalangan Ahlul Kitab membolehkan berkata A di pagi hari dan berkata B di sore hari.

Hal ini sebagaimana dikatakan Al-Qur’an berikut:

وَقَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ ءَامِنُواْ بِٱلَّذِيٓ أُنزِلَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَجۡهَ ٱلنَّهَارِ وَٱكۡفُرُوٓاْ ءَاخِرَهُۥ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ

“Dan segolongan Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), “Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada awal siang dan ingkarilah di akhirnya, agar mereka kembali (kepada kekafiran).” (Ali Imran: 72).

Dalam konteks politik, menghalalkan segala cara merupakan hal yang sah dan diperbolehkan asal tujuan yang dikehendaki tercapai. Al-Qur’an memberi contoh detail cara demikian, yang menghalalkan segala cara, dipraktikkan oleh sekelompok orang yang merujuk pada Ahlul Kitab. Mereka sulit dipegang janjinya saat diberi amanah.

Secara spesifik, Allah memberi contoh ketidakamanahan mereka ketika mengelola harta dan keuangan, sebagaimana firman-Nya:

وَمِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ مَنۡ إِن تَأۡمَنۡهُ بِقِنطَارٖ يُؤَدِّهِۦٓ إِلَيۡكَ وَمِنۡهُم مَّنۡ إِن تَأۡمَنۡهُ بِدِينَارٖ لَّا يُؤَدِّهِۦٓ إِلَيۡكَ إِلَّا مَا دُمۡتَ عَلَيۡهِ قَآئِمٗاۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُواْ لَيۡسَ عَلَيۡنَا فِي ٱلۡأُمِّيِّـۧنَ سَبِيلٞ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ

“Dan di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata, “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf.” Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.” (Ali Imran: 75).

Informasi yang disampaikan Al-Qur’an di atas bisa dipergunakan sebagai landasan bahwa pertemanan yang dibangun di atas kesamaan agama bukan hanya membawa kenyamanan hidup tetapi juga mendatangkan keselamatan, baik di dunia maupun akhirat.

Ketika pertemanan itu dibangun di atas kesamaan agama, maka Allah akan memberi petunjuk dan arah ketika ingin mencapai tujuan yang mulia. Kalau Islam mengajak kaumnya mencapai surga dengan meniti jalan kebaikan, maka kelompok Ahlul Kitab justru mengajak kepada jalan sebaliknya, yakni jalan menuju neraka.

Sungguh mahal harga yang harus dibayar ketika aktivis politik membuang petunjuk (Islam) dengan dalih menjalin pertemanan tanpa landaan agama. Mereka rela dan mau menggandeng kelompok yang berbeda agama untuk mencapai tujuan politik. Tidak sedikit sejarah pengkhianatan yang dilakukan oleh kelompok nonmuslim, mereka menggandeng kaum muslimin saat berjuang melawan penjajah, dan menghempaskannya ketika merdeka dan menikmati kemerdekaan.

Surabaya, 30 Juni 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment