Suaramuslim.net – Umat Muslim kembali dibuat geger setelah puisi yang dibacakan salah satu budayawati mendadak viral di dunia maya. Puisi yang berjudul ‘Ibu Indonesia’ dibacakan oleh Sukmawati Soekarnoputri pada acara 29 tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 hari Kamis (29/3) lalu.
Puisi tersebut bukan viral karena keindahan untaian kata dalam bait dan sajaknya, melainkan konten puisi yang dinilai melecehkan agama Islam. Berikut cuplikan puisi ‘Ibu Indonesia’ yang dinilai menistakan agama Islam.
Aku tak tahu syari’at Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus wujudmu
…
Aku tak tahu syari’at Islam
Yang kutahu suara kidung ibu Indonesia sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azanmu
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada illahi
…
Masyarakat Indonesia kembali terpecah seperti kala pidato penistaan agama yang diungkapkan Ahok di Kepulauan Seribu muncul di media sosial. Kebhinekaan yang sering didengung-dengungkan ternyata kembali diuji dengan pihak yang entah sengaja maupun tidak menyulut sumbu emosi yang belum sepenuhnya mendingin akibat penistaan yang lalu.
Berbagai komentar mengalir membanjiri kolom komentar beberapa situs media online yang ramai memberitakan. Umat Muslim di Indonesia dibuat bingung membedakan antara kebebasan berekspresi, budaya dan agama.
Ketika menyampaikan puisinya dengan mengatasnamakan sebagai budayawati, Sukmawati Soekarnoputri memanglah bebas untuk mengungkapkan pendapat dan menyalurkan ekspresinya. Namun patut juga diingat bahwa dalam menyampaikan pendapat di depan umum sebagaimana yang dilakukan Sukmawati haruslah sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan UU RI Nomor 9 Tahun 1998 Pasal 6 yaitu seorang warganegara yang menyampaikan pendapatnya di depan umum haruslah menghormati hak-hak orang lain, aturan-aturan moral yang diakui umum, dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Ditambah pula dengan adanya pasal 45A ayat 2 dan pasal 28 ayat 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang berisi menyebarkan kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hal yang dilakukan Sukmawati jelaslah melanggar pasal-pasal tersebut. Puisi yang dibacakan mengandung unsur yang membuat umat Muslim meradang dan merasa agamanya dinistakan.
Konten di dalam puisi pun memecahbelah persatuan dan kesatuan bangsa yang ditandai dengan munculnya berbagai komentar pro dan kontra yang semakin memanas, ditambah pula status Sukmawati sebagai salah satu putri Presiden RI pertama. Sehingga tidak tepat jika menempatkan pembacaan puisi kontroversial yang membawakan isu SARA sebagai kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Sukmawati pun berdalih bahwa ia adalah seorang budayawati yang mewakili kaum minoritas di Indonesia Timur. Namun nyatanya, sastrawan Internasional, Ahmadun Yosi Herfanda, menyatakan bahwa puisi yang dibacakan Sukmawati melanggar rambu-rambu puisi. Dalam menulis puisi, juga genre sastra yang lain, ada etika yang harus diperhatikan. Salah satu yang penting adalah tidak sentimen menyulut SARA. Sedangkan puisi Sukmawati jelas-jelas membawa nama syari’at Islam, cadar, dan azan yang dianggap lebih rendah daripada budaya, sari konde, dan kidung.
Selain itu, patut ditekankan bahwasannya budaya adalah karya manusia yang diwariskan secara turun-menurun. Sedangkan syari’at Islam adalah ketentuan dari Allah yang sudah ditetapkan dan diwajibkan untuk dipenuhi oleh pemeluk Islam.
Jadi tidak tepat membandingkan antara budaya dan syari’at, apalagi menganggap syari’at lebih rendah daripada tradisi budaya. Hal itu dapat menyeret kita ke dalam lubang kefasikan dimana orang-orang fasik seringkali menyimpang jauh dari Islam akibat terjerumus kata ‘toleransi’ dan ‘adat istiadat nenek moyang’.
Agama bukanlah hal yang main-main bagi seorang Muslim. Agama adalah pondasi hidup dan tujuan hidup umat Muslim. Wajar jika ada hal sekecil apapun yang melukai agama mereka, umat Muslim tidaklah segan untuk turun tangan.
Karena hal itulah yang membedakan orang-orang yang beriman dengan orang-orang fasik sebagaimana difirmankan Allah dalam surat As-Sajdah ayat 18-20. Oleh karena itu, diharapkan tidak ada lagi Sukmawati-Sukmawati lain yang tidak tepat dalam menempatkan hak kebebasan berekspresi, budaya, dan agama di dalam karya, ucapan, dan perbuatannya.
Kontributor: Dinda Sarihati Sutejo*
Editor: Oki Aryono
*Alumni Mahasiswi Institut Teknologi Sepuluh Nopember