Suaramuslim.net – Betapa nikmatnya manakala kita telah mampu istiqomah berinteraksi dengan Al Quran. Nikmat membaca kalam-Nya, nikmatnya merasakan seakan-akan kita berbicara dengan-Nya. Nikmat merasakan Al Quran mampu memberikan ruh dan petunjuk dalam tiap langkah kehidupan kita. Nikmatnya Al Quran menjadi petunjuk pembeda antara yang benar dan yang salah, serta nikmat syafaat kelak bagi siapa yang ikhlas senantiasa membaca dan bersahabat dengan Al Quran.
“Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan: seseorang yang diberi Al Quran oleh Allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allah lalu ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.” (Muttafaqun ‘alaih).
Melihat orang yang hartanya berlimpah tentu membuat kita pun mendambakannya. Hal itu lumrah dan fitrah sekaligus fitnah bagi manusia. Tetapi percayalah bahwa keimanan yang baik tidak saja menjadikan manusia memimpikan kepemilikan dunia tetapi juga memimpikan dan menginginkan akhirat. Dengan iman, ketika melihat orang lain yang memiliki kelebihan dalam urusan akhiratnya –misalnya sangat baik interaksinya dengan Al Quran, hafalannya banyak, rajin beribadah, serta banyak kontribusinya dalam dakwah– maka kita pun sangat mendambakannya.
Rasulullah menjanjikan bahwa setiap orang beriman yang bersahabat akrab dengan Al Quran dijamin akan mendapat syafaat dari Al Quran:
“Bacalah Al Quran, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya.” (HR. Muslim).
Al Quran Indikator Kualitas Iman
Kualitas iman kita diukur dengan sejauh mana kualitas dan kuantitas interaksi kita dengan Al Quran. Apakah kita masa bodoh dan tidak merasa sedih jika dalam sebulan tidak khatam Al Quran? Adakah perasaan sedih jika kita tidak punya hafalan ayat-ayat Al Quran? Sedihkah kita karena awam dengan kandungan dan makna Al Quran? Jika belum, dikhawatirkan bahwa kitalah yang disebut Rasulullah yang menjadikan Al Quran sebagai “mahjuran”. Allah berfirman:
“Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Quran itu sesuatu yang diabaikan.’ “ (QS Al-Furqan [25]:30).
Pernahkah kita menghitung tentang berapa banyak informasi tentang hal-hal yang bersifat duniawi yang ada di kepala kita dibandingkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Al Quran? Jika tentang Al Quran lebih banyak maka bersyukurlah, jika tidak maka bertaubatlah kepada Allah.
Sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, “Barangsiapa yang belajar Al Quran dan mengamalkannya akan diberikan kepada orang tuanya pada hari kiamat mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari. Kedua orang tua itu akan berkata, ‘Mengapa kami diberi ini?’ Maka dijawab, ‘Karena anakmu yang telah mempelajari Al Quran’ “ (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Hakim).
Tidakkah hadits tersebut menggugah kita sebagai orang tua untuk memberi perhatian yang lebih pada anak dalam hal pendidikan Al Qurannya? Bagaimana mungkin seorang anak dapat mencintai Allah, jika tidak dapat menikmati shalat dengan baik?
Bagaimana mungkin mampu mengerjakan shalat dengan baik kalau kemampuannya dalam berinteraksi dengan Al Quran, khususnya hafalan, lemah dan terbatas? Jangan sampai kita hanya kecewa bila anak tak mampu berbahasa Inggris atau menggunakan komputer, tetapi santai saja dengan keterbatasannya dengan Al Quran.
Kontributor: Ilham Prahardani
Editor: Oki Aryono