Refleksi Hari Pendidikan Nasional 2018: Deschooling Indonesia

Refleksi Hari Pendidikan Nasional 2018: Deschooling Indonesia

Refleksi Hari Pendidikan Nasional 2018 Deschooling Indonesia

Suaramuslim.net – Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2/5/2018 di era disrupsi saat ini, kita perlu melakukan planned disruption atau creative destruction atas Sistem Pendidikan Nasional kita. Disrupsi ini saya sebut deschooling, sebuah istilah yang diajukan oleh Ivan Illich sekitar 50 tahun lalu saat internet belum ada.

Sebagai sebuah instrumen teknokratik, persekolahan massal adalah sebuah inovasi disruptif atas tatanan sosial masyarakat agraris Inggris sekitar 200 tahun silam yang membuka jalan bagi sebuah revolusi industri dan kelahiran masyarakat industri. Dalam perspektif ini, persekolahan di bekas negara jajahan menyiapkan infrastruktur budaya yang diperlukan bagi penjajahan baru.

Zaman berubah, bahkan secara cepat. Sebagai sebuah inovasi, persekolahan adalah konsep dan praktek yang sudah usang. Saat ini persekolahan adalah bagian dari masalah pendidikan.

Penyelesaian secara piece meal dan incremental tidak mungkin berhasil. Untuk memanen bonus demografi di era industri 4.0, Sisdiknas harus dirombak besar-besaran untuk dibebaskan dari dominasi persekolahan.

Paradigma bersekolah harus kita ganti dengan paradigma belajar melalui jejaring belajar (learning webs). Ini akan memperluas kesempatan belajar yang sesuai dengan kebutuhan bagi lebih banyak warga berusia produktif dengan bakat dan minat yang beragam di manapun mereka berada di negeri kepulauan seluas Eropa ini.

Pendidikan untuk semua hanya bisa dicapai secara efektif dan bermakna justru dengan belajar oleh semua -education for all can only be realized through learning by all- dimana saja dan kapan saja, terutama di rumah dan di masyarakat seperti wasiat Ki Hadjar Dewantara.

Persekolahan telah mempersempit kesempatan belajar dan telah mengerdilkan pendidikan menjadi sekadar penyedia buruh dan tukang di pabrik-pabrik. Persekolahan tidak pernah dirancang ntuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai amanat konstitusi.

Hanya dengan mengurangi persekolahan, memperluas kesempatan belajar melalui keluarga dan masyarakat dalam mendidik warga muda, maka kita bisa memanen bonus demografi dan berharap menjadi tuan di negeri sendiri.

*Ditulis di Sukolilo Surabaya, 2 Mei 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment