Rekayasa Orang Kafir Menciptakan Konflik Umat Islam  

Rekayasa Orang Kafir Menciptakan Konflik Umat Islam  

Rekayasa Orang Kafir Menciptakan Konflik Umat Islam  

Suaramuslim.net – Sudah menjadi tabiat orang kafir untuk memecah belah kekuatan kaum muslimin. Setidaknya, orang-orang kafir mengambil keuntungan di tengah kerenggangan hubungan umat Islam. Satu di antara cara mereka dalam mengambil keuntungan itu adalah memanfaatkan situasi konflik atau dengan menciptakan konflik di tengah situasi umat Islam yang damai. Pemanfaatan dan penciptaan konflik di kalangan umat Islam itu, berujung untuk meruntuhkan kekuatan umat Islam. Sedikit saja ada celah bagi umat Islam akan dimanfaatkan orang kafir untuk membelah kekuatan umat Islam.

Sejarah Ka’ab bin Malik merupakan contoh yang pernah didatangi seorang utusan khusus dari raja Romawi untuk diberi kedudukan ketika dia dikucilkan oleh Nabi dan para sahabatnya karena absen dalam perang Tabuk. Ketidakikutsertaan Ka’ab dalam perang ini memperoleh hukuman dari Nabi sehingga para sahabat memboikotnya dengan tanpa menyapa, tanpa jawab salamnya, tak diajak komunikasi sama sekali selama 50 hari. Di saat puncak kesepian dan kesusahan ini, datang utusan Romawi membawa surat untuk mengajak Ka’ab ke negaranya dan berjanji akan diberi kedudukan yang mulia.

Ka’ab dan Ketidakikutsertaan Perang Tabuk     

Ka’ab bin Malik adalah salah seorang sahabat yang tidak mengikuti perang. Dia jujur mengatakan bahwa ketidakikutsertaannya dalam perang tanpa sebab kecuali karena tertahan karena kenikmatan dunia. Saat itu, Ka’ab dalam keadaan lapang, mudah dan tak ada halangan untuk tidak ikut perang. Kondisi saat itu sedang ranum-ranumnya buah kurma yang siap petik. Tidak seperti biasanya, dalam perang Tabuk ini Nabi mengumumkan bahwa akan perang melawan Romawi, sehingga siapa saja tahu akan adanya perang. Kalau biasanya, Nabi selalu menyembunyikan dan tidak mengumumkan secara terbuka bila akan pergi berperang.

Ka’ab merupakan salah seorang sahabat muda yang tidak pernah absen dalam perang bersama Nabi. Oleh karena itu, ketika sampai di Tabuk, Nabi bertanya kemana keberadaan Ka’ab. Hal ini menunjukkan bahwa Ka’ab adalah sahabat yang mulia di hadapan Nabi sehingga dicari dalam situasi perang. Pada saat Nabi bertanya, ada salah seorang sahabat yang mengatakan bahwa Ka’ab sedang terbungkus selimut (kondisi santai dan nyaman). Mendengar hal itu, Mu’ad bin Jabal berkata, “Buruk sekali ucapanmu.” Hal ini menunjukan bahwa kredibilitas Ka’ab sangat baik di hadapan sahabat Nabi.

Pada saat pulang dari perang Tabuk itu, Nabi mengerjakan shalat dua rakaat di masjid dan para sahabat yang tidak ikut perang datang ke Nabi dengan mengutarakan alasannya tidak ikut perang. Orang-orang munafik datang bergiliran dengan mengutarakan alasan-alasannya dan Nabi memaafkannya. Begitu giliran Ka’ab, dia datang dengan mengatakan apa adanya tanpa membuat kedustaan atau mengada-ada. Dia jujur mengatakan apa adanya, karena dia sadar kalau berdusta pada Nabi. Nabi kemudian memerintahkan Ka’ab untuk pulang dan menunggu hukuman dari Allah. Ka’ab bersama dua sahabat lain yang senasib dengannya, yakni Umayyah bin Dilal dan Mararah bin Rabi’ah yang usianya sudah agak tua.

Kondisi Ka’ab demikian tertekan, bumi terasa sesak karena tak ada manusia yang menyapanya. Karena Nabi memerintahkan kepada para sabahatnya untuk tidak menegur atau menyapa Ka’ab. Dalam kondisi ini, Ka’ab mendatangi Abu Qatadah, sepupu yang paling dicintainya dengan masuk ke rumahnya dengan memanjat pagarnya. Begitu bertemu dengannya, Abu Qatadah tidak menjawab salamnya dan mendiamkannya hingga Ka’ab pulang ke rumahnya. Pada saat yang sempit hati dan dadanya itu, datanglah utusan dari Romawi dengan membawa surat. Dalam surat itu, Ka’ab dipersilakan pergi ke Romawi, dan akan memuliakannya. Ka’ab langsung merespon dengan membakar surat itu.

Yang lebih tragis lagi, pada hari ke 40 datanglah utusan Nabi yang memerintahkan Ka’ab agar berpisah dengan istrinya. Mendengar perintah Nabi itu, istrinya segera dipulangkan ke rumah orang tuanya. Ka’ab yang masih muda sungguh semakin terpukul dengan ketiadaan istrinya. Hal ini berbeda dengan dua orang sahabatnya yang sudah tua, sementara Ka’ab masih muda dan memiliki hajat yang besar pada istrinya.

Tepat pada hari ke 50 ada suara teriakan dari bukit yang mengabarkan ada berita gembira. Mendengar suara itu, Ka’ab langsung sujud syukur dan setelah itu datang seorang sahabat berkuda menyampaikan kabar yang menggembirakan Ka’ab.  Setelah itu, Ka’ab datang ke masjid untuk menemui Nabi. Saat itu Nabi terlihat sangat gembira menyambut ampunan Allah atas Ka’ab.

Ikut Campurnya Orang Kafir dalam Urusan Umat Islam

Di era yang masih terbatas teknologinya, saat itu orang kafir masuk ke negara muslim dengan mendatangi Ka’ab dan menawarkan jasa baik. Mereka bisa mengetahui berita-berita yang sedang dialami oleh orang-orang muslim dan ingin memecah belah kaum muslimin. Seolah-olah memperhatikan nasibnya, padahal itu sebagai upaya sistematik untuk merusak bangunan persatuan umat Islam. Di era sekarang ini, jauh lebih menggiurkan tawaran berupa harta dan kekuasaan. Dengan kecepatan informasi dan tawaran yang menggoda, maka kekuatan non-muslim masuk ke dalam benteng dan rumah kaum muslimin.

Tawaran yang diberikan berupa kenikmatan harta dan kedudukan dunia bisa kita lihat saat ini, dimana orang-orang kafir memberikan sejumlah fasilitas kepada sebagian kaum muslimin untuk merusak persatuan umat Islam. Saat ini tawaran kedudukan dan tempat terhormat sudah banyak diberikan kepada kaum muslimin untuk menjual agamanya dan rela menjadi mata-mata orang-orang kafir untuk memecah belah Islam. Mereka lebih bersahabat dengan orang kafir dan semakin renggang terhadap kaum muslimin.*

*Ditulis di Surabaya, 18 Oktober 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment