Shalat Sunnah Rawatib Penyempurna Shalat Fardhu

Shalat Sunnah Rawatib Penyempurna Shalat Fardhu

sholat sunnah
sholat sunnah

Suaramuslim.net – Selain memiliki shalat fardhu sebagai ibadah shalat yang wajib dilakukan oleh seluruh umat muslim, Islam juga memiliki serangkaian ibadah shalat sunnah yang menjadi penyempurna ibadah shalat fardhu. Mengapa demikian? Shalat apa saja yang disunnahkan dalam Islam? Berikut ulasannya.

Melakukan shalat sunnah ternyata memiliki banyak keutamaan, ibadah shalat sunnah nantinya akan menjadi penyempurna dari ibadah shalat wajib yang dilakukan oleh seorang hamba. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka beruntung dan selamatlah dia. Namun, jika rusak, maka merugi dan celakalah dia. Jika dalam shalat wajibnya ada yang kurang, maka Rabb yang maha suci dan maha mulia berkata, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Jika ia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian dihisablah seluruh amalan wajibnya sebagaimana tadi.”

Shalat sunnah, dianjurkan untuk dilakukan di dalam rumah. Dari Jabir, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian telah menunaikan shalat di masjidnya, maka hendaklah ia memberi jatah shalat bagi rumahnya. Karena sesungguhnya Allah menjadikan cahaya dalam rumahnya melalui shalatnya.” Kemudian, dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kerjakanlah shalat (sunnah) di rumah kalian. Karena sebaik-baik shalat seseorang adalah yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat wajib.”

Macam Shalat Sunnah Rawatib

Dilansir dari muslim.or.id, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan bahwa shalat sunnah ada dua bagian, yaitu Muthlaqah dan Muqayyadah. Muthlaqah adalah yang dikenal dengan sunnah rawatib, yaitu yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat wajib. Ia terdiri dari dua bagian, muakkadah (yang sangat dianjurkan) dan ghairu muakkadah (tidak dianjurkan).

Pertama, shalat sunnah muakkadah ada sepuluh raka’at. Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku ingat sepuluh raka’at dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: dua rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat sesudahnya. Dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya’, serta dua rakaat sebelum shalat Shubuh. Pada saat itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak mau ditemui. Hafshah Radhiyallahu anhuma menceritakan padaku bahwa jika mu-adzin mengumandangkan adzan dan fajar (yang kedua) telah terbit, beliau shalat dua raka’at.”

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, “Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat raka’at sebelum shalat Zhuhur, dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh.”

Kedua, shalat sunnah ghairu muakkadah: Dua raka’at sebelum shalat ‘Ashar, Maghrib, dan ‘Isya’. Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara dua adzan (antara adzan dan iqamat-ed.) ada shalat, di antara dua adzan ada shalat.” Kemudian beliau berkata pada kali yang ketiga, “Bagi siapa saja yang menghendakinya.”

Namun, disunnahkan untuk menjaga empat raka’at sebelum shalat ‘Ashar, dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat empat raka’at sebelum shalat ‘Ashar. Beliau memisahkan antara raka’at-raka’at tadi dengan mengucapkan salam pada para Malaikat muqarrabiin (yang didekatkan kepada Allah), dan yang mengikuti mereka dengan baik dari kalangan muslimin dan mukminin.”

Kemudian, disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, karya Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma,bersabda, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda “Dua surat yang paling baik dibaca pada dua raka’at sebelum Shubuh adalah qul huwallaahu ahad (al-Ikhlash) dan qul yaa ayyuhal kaafiruun (al-Kaafiruun).

Dari Abu Hurairah Radhiyalllahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca qul yaa ayyuhal kaafiruun (al-Kaafiruun) dan qul huwallaahu ahad (al-Ikhlash) pada dua raka’at sebelum Shubuh.”

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, “Pada dua raka’at shalat sunnah fajar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca: quuluu aamannaa billaahi wa maa unzila ilainaa, yaitu ayat dalam surat al-Baqarah pada raka’at pertama. Dan pada raka’at terakhir: aamannaa billaahi wasyhad bi annaa muslimuun.” (Ali ‘Imran: 52).

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku tidak bisa menghitung berapa kali aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca: qul yaa ayyuhal kaafiruun (al-Kaafiruun) dan qul huwallaahu ahad (al-Ikhlash) pada dua raka’at sesudah Maghrib dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh.”

Reporter: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment