SKTM Palsu dan Perampasan Hak Keluarga Miskin

SKTM Palsu dan Perampasan Hak Keluarga Miskin

SKTM Palsu dan Perampasan Hak Keluarga Miskin

 Penulis: Slamet Muliono

Suaramuslim.net – Kasus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) palsu telah menghebohkan dan mencoreng dunia pendidikan. SKTM semestinya dipergunakan untuk memberi kesempatan kepada keluarga yang kurang mampu untuk bisa di sekolah Negeri, tetapi justru dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menghalalkan segala cara.

Banyak orang tua yang berkemampuan tiba-tiba mengantongi SKTM guna mendaftarkan anaknya ke sekolah Negeri. Penyalahgunaan SKTM itu bukan hanya mendatangkan problem baru bagi sekolah Negeri, tetapi menjadikan ancaman bagi sekolah swasta karena kekurangan siswa, serta menunjukkan karakter buruk masyarakat yang merebut hak orang lain.

SKTM: Antara Harapan dan Kenyataan

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki keinginan yang positif agar siswa dari keluarga kurang mampu bisa belajar di sekolah Negeri. Dengan memperbesar kuota, yang mencapai 20 persen, maka jumlah masyarakat kurang mampu bisa menikmati dan belajar di sekolah milik pemerintah.

Namun kebijakan pemerintah ini justru diselewengkan oleh mereka yang mengaku-ngaku sebagai orang kurang mampu. Mereka yang tergolong keluarga mampu berani memalsukan SKTM dengan tujuan agar anaknya bisa diterima di sekolah Negeri. Dengan pemalsuan SKTM ini, maka keluarga kurang mampu tersisihkan dan tak bisa menikmati sekolah Negeri.

Di beberapa wilayah ditemukan SKTM palsu. SKTM itu diduga asli tapi palsu. Dikatakan asli karena surat dikeluarkan oleh pemerintah desa atau kelurahan. Dikatakan palsu karena pembawa surat itu keluarga mampu. Salah satu contoh, di Semarang ditemukan 78 ribuan SKTM palsu, sehingga gubernur Jawa Tengah memerintahkan untuk mencoret siswa yang menggunakan SKTM palsu itu meskipun sudah diterima.

Dampak pemalsuan SKTM ini jelas akan mengacaukan sekolah Negeri dan membunuh sekolah Swasta. Dikatakan mengacaukan sekolah Negeri, karena kuota yang seharusnya dinikmati oleh mereka yang memiliki nilai bagus tetapi kurang mampu secara ekonomi, justru diserobot oleh mereka yang kemampuannya biasa-biasa saja dengan bekal SKTM.

Mereka yang miskin tetapi kemampuan akademiknya bagus bisa dipompa semangat belajarnya, sehingga bisa meraih nilai maksimal. Ketika kuota 20 persen itu direbut oleh keluarga mampu, tetapi nilai akademisnya kurang. maka berat bagi institusi Negeri untuk mendongkrak prestasi akademiknya.

Dengan adanya SKTM palsu ini, sekolah Negeri akan mengalami kesulitan dalam mengelola siswa yang timpang. Di satu kelas, ada kelompok siswa yang bagus akademisnya, bercampur dengan siswa yang memiliki kemampuan biasa-biasa saja. Hal ini karena bercampur dengan siswa yang masuk dengan SKTM palsu.

Pemerintah berharap bahwa dengan SKTM itu, siswa yang memiliki nilai akademis bagus, tetapi miskin, bisa duduk dan berkesempatan untuk menempuh pendidikan di sekolah Negeri. Dengan adanya fakta pemalsuan SKTM ini, maka sekolah Negeri terbebani karena bercampurnya kualifikasi akademik yang baik dengan yang rendah.

Problem lain yang akan muncul, dengan adanya pemalsuan SKTM ini, sekolah Swasta terancam kekurangan murid. Dengan adanya kebijakan kuota 20 persen itu yang tersedot ke sekolah Negeri, maka jumlah siswa yang mendaftar ke swasta akan menyusut dengan sendirinya. Di sisi lain, masyarakat memandang bahwa sekolah Negeri memiliki kualitas yang lebih baik daripada sekolah Swasta.

Dalam jangka pendek, adanya pemalsuan SKTM itu, menyebabkan jumlah siswa yang daftar ke sekolah swasta akan menyusut. Sementara dalam jangka menengah, sekolah Swasta akan terseok-seok karena terbebani biaya operasional pendidikan yang semakin mahal. Dengan jumlah siswa yang terus menyusut, maka sekolah Swasta harus rela gulung tikar.

Sebagaimana diketahui bahwa sekolah Swasta sangat mengandalkan biaya operasionalnya dari siswa. Ketika jumlah siswanya sedikit, tentu saja akan membuat sekolah swasta itu berjalan lambat. Hal ini dikarenakan sekolah tidak mampu menjamin proses pembelajaran berjalan dengan normal.

Sementara untuk melengkapi perangkat pembelajaran dan menggaji gurunya mengandalkan pada siswa. Dengan jumlah siswa yang kecil, sementara komponen pembiayaan sekolah yang besar, maka sekolah Swasta berpotensi besar akan terhenti.

SKTM dan Karakter Buruk

Disadari atau tidak, persyaratan SKTM benar-benar membuat masyarakat yang berkemampuan (ekonomi) mengubah dirinya dan menyamar sebagai orang miskin. Anaknya yang memiliki kemampuan pas-pasan bisa masuk sekolah Negeri hanya dengan bekal SKTM.

Fenomena ini merupakan karakter masyarakat yang menyerobot hak orang lain, dalam hal ini mengambil hak siswa berprestasi tapi miskin. Karakter buruk ini jelas akan merusak tatanan sosial. Betapa tidak, seharusnya mereka bisa daftar di sekolah Swasta karena mampu membiayai secara mandiri, tetapi nekat merampas hak mereka yang kurang mampu. Di lapangan ditemukan ada di antara orang tua siswa yang tercatat sebagai calon anggota legislatif, memegang SKTM untuk mendaftarkan anaknya di sekolah Negeri.

Sudah saatnya pemerintah mengkaji ulang kebijakan itu dengan memperbaiki sistem penerimaan siswa baru dengan mengawal kuota 20 persen, sehingga kursi sebagai 20 persen itu benar-benar dinikmati oleh mereka memiliki prestasi akademik namun kurang mampu secara ekonomi.

Tujuan pemerintah dengan melampirkan SKTM adalah memberi kesempatan kepada anak bangsa yang kurang beruntung dari sisi ekonomi. Tetapi dengan karakter buruk, dengan membawa SKTM palsu, akan mengubur harapan bagi keluarga miskin untuk menikmati sekolah Negeri.

Permendikbud No. 17 tahun 2017 telah mengamanatkan agar sekolah mengalokasikan kuota 20 persen bagi keluarga tidak mampu, dan sekolah berkewajiban menerima dan membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik baru yang kurang mampu. Tetapi kebijakan itu dikotori oleh karakter buruk sebagian masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi namun menyamar sebagai keluarga miskin dengan bekal SKTM palsu.

*Ditulis di Surabaya, 19 Juli 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment