Song Joong Ki Bercerai dengan Song Hye Kyo, Bagaimana Islam Memandang Perceraian?

Song Joong Ki Bercerai dengan Song Hye Kyo, Bagaimana Islam Memandang Perceraian?

Song Joong Ki Bercerai dengan Song Hye Kyo, Bagaimana Islam Memandang Perceraian?
Ilustrasi patah hati.

Suaramuslim.net – Pemain utama drama Korea populer yang berjudul ‘Descendant of the Sun’, Song Joong Ki dan Song Hye Kyo, dikabarkan bercerai setelah setahun lebih menikah. Sebenarnya bagaimana Islam memandang perceraian?

Dalam buku Ensiklopedia Muslim, cerai atau talak ialah terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas, misalnya suami berkata kepada istrinya, “Engkau aku ceraikan,” atau dengan bahasa sindiran dan suami meniatkan perceraian, misalnya suami berkata kepada istrinya, “Pergilah kepada keluargamu.” Talak diperbolehkan untuk menghindari madzarat (sesuatu yang merugikan) dari suami atau istri.

Dalam rumah tangga, suami adalah pihak yang kata cerainya dihukumi sah dalam beberapa syarat. Sedangkan kata talak yang diucapkan oleh istri tidak terhitung sah. Meski cerai adalah sesuatu yang halal dalam kondisi tertentu, Allah membenci perceraian. “Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.” (H.R. Abu Dawud).

Ketika suami dan istri memutuskan akan bercerai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

1. Suami istri hendaknya berusaha meredam emosinya masing-masing untuk mempertahankan rumah tangga.

Jika suami tidak menyukai sesuatu hal dari istrinya, maka hendaknya ia bersabar. Sebab, ia tidak tahu ada kebaikan apa yang tersembunyi. Saat suami meredam emosinya dan mempertahankan istrinya, diharapkan suami bisa memperoleh kebaikan yang banyak tersebut. “Dan bergaullah dengan mereka secara makruf. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. An-Nisa: 19).

 2. Suami hendaknya memahami tahapan untuk mendidik istri yang nusyuz (membangkang) sebelum berniat menceraikannya.

Saat istri nusyuz (membangkang) dalam hal tidak menaati syariat Islam, langkah awal yang bisa dilakukan suami adalah menasihatinya. Jika istri belum menunjukkan perubahan yang baik, suami hendaknya memisahkan istri dari tempat tidurnya. Hal ini bertujuan untuk memahamkan pada istri akan hak dan kewajibannya. Langkah terakhir untuk mendidik istri yang nusyuz adalah memukulnya dengan pukulan kasih sayang yang bertujuan untuk mendidik.

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita itu salehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (Q.S. An-Nisa: 34).

3. Cerai bisa ditempuh untuk menghindari madharat yang lebih besar daripada manfaat dan hendaknya dilakukan dengan cara yang baik.

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” (Q.S. Ath-Thalaq: 1).

4. Tidak bercanda atau bermain-main dengan kata cerai.

Kata cerai yang diucapkan baik secara sungguh-sungguh maupun bergurau sudah terhitung talak. “Ada tiga hal yang kesungguhannya adalah kesungguhan, dan gurauannya pun dinilai kesungguhan. Ketiganya adalah nikah, talak, dan rujuk.” (H.R. Abu Hanifah).

5. Talak yang diucapkan oleh suami secara terpaksa, suami yang tidak berakal atau tidak baligh, maka talak olehnya tidak sah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Salah, lupa, dan sesuatu yang dipaksakan kepada orang itu dihilangkan (tidak dicatat) dari umatku.” (H.R. Ad-Daruquthni).

6. Suami hendaknya menjaga untuk tidak mengucap kata talak pada istrinya secara sembrono.

Hal ini dikarenakan, talak yang dapat dirujuk kembali adalah paling banyak dua kali. Setelah itu, mantan istri tidak bisa dirujuki kembali, kecuali setelah ia menikah dengan laki-laki lain. Lantas mereka membina hubungan rumah tangga kemudian bercerai dan mantan istri kembali melewati masa iddah (masa penantian wanita yang ditalak). “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Q.S. Al-Baqarah: 229).

7. Istri tidak boleh meminta cerai pada suaminya tanpa alasan yang syar’i (lebih banyak madzarat dibandingkan manfaat jika pernikahan tetap dilanjutkan).

“Istri manapun yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, maka aroma surga diharamkan baginya.” (Diriwayatkan seluruh penulis Sunan.)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment