Suaramuslim.net – Ada yang menyatakan bahwa seseorang yang sedang memiliki hutang tidak diperbolehkan untuk bersedekah. Benarkah demikian? Tulisan ini menjelaskannya.
Ustadz Ammi Nur Baits dewan pengasuh konsultasisyariah.com pernah ditanya, benarkah bahwa orang yang sedang memiliki hutang tidak diperbolehkan untuk bersedekah. Dikutip dari laman konsultasisyariah.com, ia menjelaskan bahwa seorang muslim diajarkan untuk mendahulukan kewajiban sebelum amal yang sifatnya anjuran. Baik kewajiban terkait hak Allah maupun kewajiban terkait hak makhluk.
Ada kaidah mengatakan, “Didahulukan yang wajib sebelum yang anjuran,” paparnya. Ia menjelaskan bahwa ada perbedaan hukum antara membayar utang dan sedekah. Utang terkait kewajiban kita kepada orang lain dan harus kita penuhi. Sementara sedekah sifatnya anjuran. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan agar manusia bersedekah setelah memenuhi kebutuhan pribadinya.
Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah terbaik adalah sedekah setelah kebutuhan pokok dipenuhi. Dan mulailah dari orang yang wajib kamu nafkahi.” (HR. Bukhari 1360 & Muslim 2433)
Mengingat pertimbangan ini, para ulama memfatwakan agar mendahulukan pelunasan utang sebelum bersedekah. Bahkan sebagian ulama menyebut orang yang mendahulukan sedekah sementara utangnya belum lunas, bisa terhitung memalak harta orang lain.
Senanda dengan pernyataan di atas, Imam Bukhari mengatakan, “Siapa yang bersedekah sementara dia membutuhkan, keluarganya membutuhkan atau dia memiliki utang, maka utangnya lebih layak dia lunasi sebelum sedekah, membebaskan budak, atau memberi hibah. Maka sedekah ini tertolak baginya. Dan dia tidak boleh menghilangkan harta orang lain.”
Lalu beliau membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang membawa harta orang lain (secara legal, seperti utang) dan dia berniat untuk tidak mengembalikannya maka Allah akan menghilangkannya.
Imam Bukhari melanjutkan, “Kecuali masih dalam batas normal, dilandasi bersabar, lebih mendahulukan orang lain dari pada dirinya, meskipun dia membutuhkannya. Seperti yang dilakukan Abu Bakr ketika beliau mensedekahkan hartanya atau perbuatan orang anshar yang lebih mendahulukan Muhajirin. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk menyia-nyiakan harta. Karena itu, tidak boleh menyia-nyiakan harta orang lain dengan alasan sedekah.” (Shahih Bukhari, 2/517).
Pengecualian yang Dibolehkan
Keterangan di atas berlaku ketika utang tersebut harus segera dilunasi. Karena itulah, ketika utang jatuh tempo masih jauh, dan memungkinkan baginya untuk melunasi, seseorang boleh bersedekah, meskipun dia memiliki utang.
Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang hukum sedekah ketika seseorang memiliki utang. Beliau menjelakan bahwa jika utangnya jatuh tempo masih jauh, dan waktu jatuh tempo anda memiliki dana untuk melunasinya, silahkan sedekah, tidak ada masalah. Karena anda terhitung mampu.. (Ta’liqat Ibnu Utsaimin ala al-Kafi, 3/108).
Demikian ulasan mengenai hukum bersedekah ketika memiliki hutang. Memahami fiqih prioritas akan mengarahkan untuk memutuskan sesuai dengan urutan yang paling penting. Para ulama membahas ini bukan untuk mengajak umat agar bersikap pelit. Tapi untuk memahamkan masyarakat terkait sesuatu yang harus diprioritaskan.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir