Suaramuslim.net – Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) ini, dan sesungguhnya Kami-lah Yang menjaganya” (QS. Al-Hijr [15]: 9). Ayat ini secara eksplisit merupakan jaminan penjagaan dan pemeliharaan terhadap Al Quran. Lebih jauh lagi, para ulama juga berpendapat bahwa, secara implisit ayat tersebut juga memberikan jaminan penjagaan dan pemeliharaan terhadap hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Mengapa demikian? Karena banyak sekali bagian dari Al Quran yang hanya bisa dipahami dan diamalkan melalui hadits.
Jadi, agar pemeliharaan Al Quran itu berarti dan bermanfaat, maka hadits yang merupakan pasangan pendampingnya pun tidak bisa tidak harus terjaga dan terpelihara pula. Dan itulah yang terjadi dan terbukti sepanjang sejarah Islam. Allah telah membuktikan janji-Nya untuk memelihara hadits bersama Al Quran sekaligus. Dan cara Allah memelihara hadits bermacam-macam. Ada yang kita ketahui dan mungkin lebih banyak yang tidak kita ketahui. Diantara cara-cara itu ada yang menurut kita logis dan masuk akal, dan ada yang sepertinya tidak logis dan tidak masuk akal, setidaknya menurut kita sekarang, meskipun mungkin sangat masuk akal bagi generasi salaf dahulu.
Salah satu cara Allah yang ”tidak masuk akal” dalam memelihara hadits itu adalah dengan memunculkan para ulama hadits sepanjang sejarah – khususnya pada generasi salaf perawi dan penghimpun kitab-kitab induk hadits – yang memiliki daya ingatan dan kemampuan hafalan yang luar biasa dan benar-benar ”tidak masuk akal”.
Kisah berikut ini adalah salah satu contoh saja diantara banyak sekali contoh serupa yang menguatkan statemen tersebut. Kisah ini adalah tentang Imam Abu ’Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari rahimahullah, penghimpun kitab tershahih setelah Al Quran, kitab Shahih Al-Bukhari, yang bergelar sebagai Amirul Mukminin dalam ilmu hadits, karena kepakarannya yang memang tidak tertandingi dalam bidang hadits. Dan kisah ini disebutkan oleh banyak ulama penulis biografi Imam Al-Bukhari. Salah satunya adalah Imam Syamsuddin Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat 748 H) dalam kitab beliau: Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (jilid 12 hal.408-409).
Imam Adz-Dzahabi berkata: Al-Hafidz Abu Ahmad Abdullah bin ’Adi bercerita: Aku mendengar sejumlah ulama mengisahkan bahwa, ketika Muhammad bin Ismail Al-Bukhari (Imam Al-Bukhari) datang ke kota Baghdad, para ulama ahli hadits mendengar dan mengetahui kehadiran beliau itu, lalu merekapun berkumpul dan sepakat untuk memilih seratus hadits (untuk diajukan kepada Imam Al-Bukhari dengan tujuan menguji beliau). Mereka terlebih dulu mengacak-acak, mencampur-adukkan dan menjungkir balikkan antara sanad-sanad dan matan-matan seratus hadits yang mereka pilih itu. (Sanad adalah silsilah rangkaian para perawi suatu hadits mulai dari perawi terbawah semisal Imam Al-Bukhari sendiri, Imam Muslim, Imam Al-Hakim, Imam Al-Baihaqi dan lain-lain sampai kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Sedangkan matan adalah nash atau teks atau redaksi atau isi dari hadits itu sendiri.).
Jadi mereka meletakkan matan hadits tertentu pada sanad hadits yang lain, dan memasangkan sanad suatu hadits dengan matan hadits yang lain lagi (sehingga menjadi kacaulah susunan sanad dan matan seluruh hadits yang berjumlah seratus tersebut, dan tidak ada satupun diantaranya yang benar dan tepat). Lalu mereka menunjuk sepuluh orang, masing-masing kebagian sepuluh hadits, untuk menyampaikan dan menanyakan tentang seratus hadits tersebut kepada Imam Al-Bukhari pada pertemuan yang sengaja diadakan untuk itu dan telah disepakati sebelumnya. Maka masyarakat dari berbagai daerahpun berkumpul di tempat acara pada hari yang telah ditentukan.
Dan begitu acara dimulai, salah seorang diantara sepuluh orang yang ditunjuk tadi pun langsung maju dan menanyakan kepada Imam Al-Bukhari tentang hadits pertama diantara sepuluh hadits yang menjadi bagiannya. Imam Al-Bukhari hanya menjawab singkat dengan mengatakan: aku tidak mengenal hadits itu! Lalu orang itu bertanya lagi tentang hadits kedua, dan Imam Al-Bukhari juga hanya menjawab singkat: aku tidak mengenal hadits itu. Dan begitulah seterusnya sampai orang pertama tadi selesai menyampaikan dan menanyakan sepuluh hadits yang dibawanya seluruhnya.
Ketika mengetahui jawaban Imam Al-Bukhari tersebut, para ulama yang tahu tentang acara itu jadi saling menoleh dan saling berpandangan satu sama lain seraya berkata: orang ini benar-benar mengerti! Adapun mayoritas hadirin yang tidak tahu menahu tentang seluk-beluk acara tersebut menilai bahwa (dengan jawabannya itu) Imam Al-Bukhari terbukti lemah dan tidak becus. Lalu orang keduapun maju dan menanyakan tentang sepuluh hadits lain yang dibawanya, satu persatu, seperti yang dilakukan oleh penanya pertama. Dan Imam Al-Bukharipun tetap dengan jawaban beliau: aku tidak mengenal hadits itu. Kemudian disusul oleh penanya ketiga dan seterusnya sampai berakhir dengan penanya kesepuluh. Dan kepada mereka semuanya, serta terhadap semua pertanyaan mereka tentang seratus hadits yang diajukan itu, Imam Al-Bukhari tetap tidak beranjak dari jawaban singkatnya yang diulang-ulang seratus kali: aku tidak mengenal hadits itu!
Setelah yakin bahwa para penanya telah selesai mengajukan seluruh pertanyaan mereka, barulah Imam Al-Bukhari angkat bicara dan sambil menoleh kearah penanya pertama beliau berkata: Adapun haditsmu yang pertama tadi, maka yang benar adalah begini, sedangkan hadits yang kedua semestinya begini, hadits ketiga begini, dan begitu seterusnya sampai hadits kesepuluh. Beliau mengembalikan setiap matan hadits kepada sanadnya yang benar. Dan beliau melakukan hal yang sama pada seluruh hadits yang disampaikan oleh kesembilan penanya yang lain. Dan itu semua beliau lakukan tanpa adanya sedikitpun kesalahan atau kelalaian, termasuk dalam mengulang kembali penyebutan keseratus hadits sesuai dengan urutan yang disampaikan kesepuluh penanya tersebut. Maka ribuan ummat yang menghadiri pertemuan itupun hanya bisa terkesima dan mengakui serta meyakini keistimewaan daya ingatan dan kemampuan hafalan Imam Al-Bukhari rahimahullah yang benar-benar luar biasa dan ”tidak masuk akal”! Subhaanallah!