Mengikat Peradaban Baru

Mengikat Peradaban Baru

Beginilah Cara Mengikat Peradaban Baru

Suaramuslim.net – Di suatu pertemuan para pemimpin Uni Eropa, Maret 2015, Raja Jordania mengatakan bahwa kita perlu membangun sebuah peradaban baru untuk generasi mendatang, untuk anak-anak kita.

Mengikat peradaban baru itu kita bersepakat untuk saling menghormati dan tidak saling mencelakakan.

Dikesempatan itu, Raja Jordania menyampaikan 1000 tahun silam, Islam mengajarkan kepada kita dilarang membunuh perempuan, orang tua, anak-anak dan bahkan merusak pepohonan meski dalam keadaan berperang.

Oleh karenanya Islam mengajarkan mengucapkan salam “Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” kepada setiap orang yang dijumpai. Semoga keselamatan serta rahmat dan berkah selalu tercurahkan kepadamu, begitulah makna doa yang terkandung di dalam ucapan salam.

Memotret Peradaban Diri

Indonesia adalah sebuah negeri yang elok dan rupawan, hijau dan menjunjung tinggi kesantunan.

Keindahan dan keelokan serta kesantunannya terlihat bagaimana para pendiri bangsa ini memperlakukan satu sama lain meski mereka berseberangan.

Lihatlah bagaimana Buya Hamka dan Soekarno, meski semasa hidupnya Buya Hamka dipenjarakan oleh Soekarno, namun saat Soekarno menjelang ajalnya justru Buya Hamkalah yang menuntun Soekarno.

Begitu juga ketika Pram yang semasa hidupnya dalam berkarya selalu menyerang Buya Hamka, namun di saat menjelang ajal justru Pram memerintahkan anaknya untuk belajar agama kepada Buya Hamka.

Contoh lain dalam membangun peradaban Indonesia bisa kita baca juga bagaimana para pendiri bangsa ini saling menghargai dan saling mengapresiasi perbedaan untuk membangun bangsa.

Mereka bertemu di BPUPKI untuk merumuskan dasar negara Pancasila. Bagaimana Pancasila yang menurut Piagam Jakarta dengan sila pertamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Para Pemeluknya” dihapus menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Islam sangat menghargai kepentingan besar Indonesia, sehingga para pemimpin saat itu lebih melihat kepentingan besar Indonesia ke depan. Sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk mendikotomi Islam non Islam dalam membangun Indonesia.

Indonesia Pasca Reformasi

Saya adalah bagian dari perjuangan yang ikut dalam arus reformasi. Apa yang diperjuangkan dalam arus tersebut adalah sebuah peradaban baru Indonesia yang saling menghargai dan saling menghormati. Peradaban yang berkeadilan.

Siapapun yang pernah bersama dalam reformasi Indonesia pastilah memahami filosofi perjuangannya.

Nah, cita-cita luhur itu mulai tergerus, seiring dengan banyaknya para “pendatang” yang kalau tidak boleh dibilang sebagai “penumpang gelap” hadir seolah menjadi manusia suci yang berjasa. Indonesia terbelah.

Para penumpang gelap mendapatkan ruang ekspresi seolah merekalah yang paling berjasa.

Padahal sejarah membuktikan bahwa reformasi itu dicapai melalui perjuangan semua pihak terutama umat Islam yang banyak menjadi korban rezim pada saat itu. Jadi menuduh umat Islam sebagai kelompok intoleran adalah ahistoris.

Mengikat Peradaban

Peradaban dibangun atas dasar saling percaya dan saling menghormati. Sehingga apabila di dua hal itu selesai maka yang disebut dengan peradaban yang tinggi bisa dijalankan.

Tengoklah apa yang dilakukan oleh Muhammad Al Fatih ketika mereka bisa menaklukkan Konstantinopel yang dilakukan adalah menjaga peradaban yang sudah ada dan melindunginya.

Hal yang sama juga dilakukan sebelumnya oleh manusia agung Muhammad SAW, ketika terjadi fathul mekkah maka yang dilakukan adalah mendatangi mereka yang masih belum sepaham, dengan mengatakan kalau Anda tetap bersama kami, maka kami akan jaga harta dan keluarga kalian.

Inilah yang disebut tingginya peradaban, meski berbeda di tengah kuasanya mereka bisa percaya.

Menjadi sesuatu yang aneh bila kemudian di tengah jargon membangun NKRI dengan harga mati lalu masih ada dikotomi kelompokku dan kelompokmu.

Bahkan jargon yang mengatakan ditunggangi kelompok Islam dan sebagainya.

Saya yakin kelompok yang masih mempunyai pendapat seperti ini adalah kelompok ahistoris dan menjadi penumpang gelap reformasi.

Indonesia sudah final, sehingga dengan kata itu yang dibutuhkan adalah membangun peradaban baru Indonesia dengan kekuatan baru.

Indonesia butuh kepercayaan dan pengorbanan, sehingga memaksakan kehendak seperti yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia merupakan tindakan pengingkaran terhadap peradaban.

Mulailah dengan membuang prasangka yang tidak baik, membangun Indonesia itu butuh semua, hanya penumpang gelap dan penghianat bangsa yang selalu mejadikan Indonesia bermusuhan.

Sekolah Sebagai Rumah Peradaban

Sekolah sebagai tempat pembiasaan menjadi ruang besar membangun keIndonesiaan.

Keindonesiaan itu seperti apa? Keindonesiaan itu adalah menghargai perbedaan dan menjadikan perbedaan itu sebagai modal dasar untuk membangun peradaban. Sehingga Indonesia kaya akan peradaban.

Di sekolah bisa dimulai dengan cara menerapkan musyawarah menentukan program sekolah bersama. Sehingga siapapun yang ada duduk di sana akan merasa memiliki.

Nah, kalau Indonesia saat ini terbelah dan rakyatnya saling menista, inikah yang disebut keruntuhan peradaban?

Semoga saja tidak, ini hanyalah sebagian ketersesatan pikir tentang kebhinekaan yang harus segera dituntaskan

“Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 148).

*Ditulis di Surabaya, 22 Maret 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment