Menjadikan Sekolah Sebagai Rumah Peradaban

Menjadikan Sekolah Sebagai Rumah Peradaban

Menjadikan Sekolah Sebagai Rumah Peradaban

Suaramuslim.net – Suatu saat ketika Nabi Isa ‘alaihissalam bersama kesepuluh muridnya berdiskusi bagaimana menyebarkan ajaran-ajaran ketuhanan yang berisi ajaran keadaban, bagaimana harus berkasih sayang terhadap sesama, meninggalkan perbuatan yang merugikan orang lain dan hal-hal kebaikan lain yang harus dilakukan.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kelompok diskusinya yang disebutkan dalam sejarah sebagai ” Assabiqunal Awwalun”. Nabi bersama kesepuluh sahabatnya yang dikenal sebagai 10 orang pertama yang memeluk ajaran Islam melakukan diskusi dan pembelajaran bagaimana mengajarkan dan menyebarkan peradaban ilahiyah kepada masyarakat jahiliyah Quraisy.

Apa yang dilakukan oleh Nabi Isa dan Nabi Muhammad dalam kelas diskusi dalam terminologi modern adalah sesuatu yang disebut sebagai sistem persekolahan. Sekolah sebagai tempat belajar peradaban. Sekolah yang berfungsi sebagai tempat pendidikan.

Di tengah semangat industrialisasi, sekolah kita juga mengalami pergeseran makna. Sekolah tidak banyak lagi berfungsi sebagai tempat pendidikan, sekolah bergeser menjadi tempat pengajaran. Ukuran-ukuran sekolah bukan lagi berkaitan dengan perilaku keadaban. Ukuran-ukuran yang dikembangkan lebih pada nilai-nilai keilmuan. Sehingga sekolah kita semakin lama semakin kehilangan “ruh” keadabannya.

Kegelisahan tentang hilangnya ruh keadaban pendidikan, nampaknya mengusik para guru dan ulama kita. Muncullah kemudian pendidikan Muhammadiyah, pendidikan Budi Utomo, pendidikan Taman Siswa dan pendidikan Nahdhatul Ulama. Melalui gagasan-gagasan pendidikan keadaban yang mereka lakukan, mereka mulai melakukan perlawanan terhadap pendidikan colonial yang memisahkan antara peradaban dan keilmuan.

Konsep belajar ala pesantren dan among adalah upaya melawan pendidikan kolonial yang mencabut anak didik dari akar budayanya. Pendidikan yang memanusiakan dikembangkan. Pendidikan yang tidak mengikuti terminologi aku dan kamu. Dalam pendidikan ini yang dikembangkan adalah kita, sehingga siapapun yang berada di dalam ruang kelas persekolahan adalah keluarga. Sebagai keluarga, tentu diharapkan akan memunculkan sikap saling memiliki, menjaga dan melindungi. Nah inilah sebetulnya tingkat tertinggi sebuah peradaban. Sesama manusia saling menghormati, saling melindungi dan saling mengasihi.

Sekolah sebagai rumah peradaban terasa semakin jauh dari harapan, berbagai tragedi pendidikan yang melibatkan kekerasan dalam keluarga besar pendidikan semakin hari semakin marak. Kita semakin berjarak.

Apa yang harus diperbaiki?

Menjadikan sekolah sebagai rumah peradaban merupakan sebuah keniscayaan, ini juga berarti bahwa fungsi sekolah harus menjadi fungsi pendidikan.

Apa itu fungsi pendidikan? Sekolah berfungsi sebagai tempat belajar melakukan pembiasaan perubahan perubahan perilaku yang baik. Di tengah kegersangan sekolah sebagai rumah peradaban, saya masih menemukan oase sekolah sebagai rumah peradaban, sekolah yang berfungsi sebagai tempat pendidikan, sekolah yang menghargai keunikan siswanya. Sekolah sekolah itu bagi saya adalah sebuah lilin harapan di tengah kegersangan.

Hormat saya kepada sahabat-sahabat saya yang menjadi lilin sekolah peradaban, Bapak Kentar Budhojo, Lukman Hakim, Nafik Naff, Hisbullah Huda, MEP Yusron, Khosyi’in Koco Woro Brenggoloh, Kakak Rubi, Bunda Agus Binti Psikolog, dan sahabat-sahabat saya yang berada di komunitas OLD WA (Ojo Leren Dadi Wong Apik). Semoga Allah selalu merahmati Anda semuanya. (Surabaya, 15 Februari 2018)

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment