Hasad Ala Medsos

Hasad Ala Medsos

Hasad Ala Medsos
Ilustrasi ekspresi iri (Ils: Lodovico M/Dribbble)

Suaramuslim.netMembuka media sosial terkadang membuat kita luruh dalam kubangan penyakit hasad yang muncul. Bagaimana tidak, postingan foto teman-teman ‘tampak bahagia’ dengan keluarga kecilnya, mempunyai anak yang menggemaskan, tinggal di luar negeri, melanjutkan pendidikan di tempat nun jauh dari bumi pertiwi atau memiliki karir yang bagus.

Saya sengaja memberi tanda kutip pada kata ‘tampak bahagia’ dalam kalimat diatas. Yah, who knows kalau sebenarnya hidup mereka tak seperti kelihatannya. Ada yang menyatakan bahwa apa yang ditampilkan seseorang di akun pribadi miliknya di dunia maya hanyalah sortiran kehidupan mereka. Pilihan tampilan gambaran kehidupan yang nampak baik dan ‘wah’.

Padahal sejatinya setiap orang pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Bukankah Allah SWT telah berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?” (Q.S. Al-Ankabut: 2).

Serta dalam ayat lain Allah menegaskan, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Baqarah: 155).

Melihat tampilan kehidupan orang lain yang telihat luar biasa tak jarang memunculkan hasad dalam diri kita. Hasad atau iri hati adalah penyakit hati yang timbul karena tidak senang melihat orang lain bahagia atau senang melihat orang lain susah. Hasad juga bisa muncul saat kita menginginkan kebahagian yang sama seperti orang tersebut.

Padahal kesuksesan seseorang itu tak ubahnya seperti fenomena gunung es. Apa yang tampak di permukaan hanyalah buah kesuksesan seseorang. Sementara bagian bawah gunung es yang tak terlihat adalah perjuangan orang tersebut dalam menggapai sukses.

Allah SWT telah menyatakan hal ini di dalam surat cintaNya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa: 32)

Lebih lanjut, panutan kita Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga telah mengingatkan agar kita hanya boleh iri pada dua perkara. Keduanya adalah iri yang mengarah pada kebaikan.

Dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dibenarkan hasad (iri hati), kecuali terhadap dua orang, yaitu seseorang yang dikaruniai oleh Allah ta’ala kemampuan membaca Al Quran, kemudian ia selalu sibuk dengannya siang dan malam. Seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah ta’ala, lalu ia menginfakkannya siang dan malam.” (H.R. Bukhari, Tirmidzi dan Nasa’i).

Hal ini berarti kita diperbolehkan iri pada orang yang mengamalkan Al Quran dengan cara belajar membaca dan mengajarkannya. Pun iri pada orang dermawan yang selalu membagikan hartanya kepada mereka yang membutuhkan. Lebih lanjut, jika kita menilik bahaya hasad, tentu kita akan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menjerumuskan kita ke dalamnya.

Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah olehmu sifat hasad, karena sesungguhnya hasad itu dapat menghilangkan segala kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu yang kering.” (HR Abu Dawud).

Jika bahagia kita maknai hanya sebatas kesuksesan duniawi, maka hendak kemanakah kita cari kebahagiaan saat semua itu berakhir pergi? Padahal ada kebahagian berupa surga dunia dibalik senyum dan keridaan orang tua kepada kita. Bukankah rida Allah sejalan dengan rida orang tua? Padahal ada surga dalam ketaatan kita sebagai istri kepada suami.

Bukankah para wanita berhak memasuki surga dari pintu manapun saat ia melaksanakan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat pada suaminya? Padahal ada surga saat kita melakukan pekerjaan kita dengan ikhlas karenaNya.

Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain? Bahkan ada surga di bawah telapak kaki kita saat kita menyandang gelar seorang ibu. Ada surga dalam rengek tangis dan rewelnya anak-anak kita saat kita mampu menjadi ibunda salihah. Ada surga dunia yang kasat mata namun kenikmatannya berkali lipat dibanding pencapaian duniawi semata.

Surga itu adalah hidup penuh berkah, rumah tangga sakinah dan anak-anak salih-salihah. Terlebih bagi seorang muslim sejati kebahagiaan terbesar adalah saat kita dapat merengkuh ridaNya dan melihat wajahNya di jannah nanti.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment