Hukum Deposito

Hukum Deposito

Hukum Deposito
Ilustrasi deposito. (Foto: jojonomic.com)

Suaramuslim.net – Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) setelah memperhatikan keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang investasi, pada masa kini, memerlukan jasa perbankan; dan salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah deposito, yaitu simpanan dana berjangka yang hanya dapat ditarik setelah jatuh tempo.

Di lain sisi, kegiatan deposito tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syariah). Oleh karena itu, DSN perlu menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk muamalah syar’iyah yang dapat dipedomani dalam pelaksanaan deposito pada bank syariah.

Menimbang 

  1. Firman Allah Surat An-Nisa: 29

“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi sukarela…”

  1. Firman Allah Surat Al-Baqarah: 283

“… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…” 

  1. Firman Allah Surat Al-Maidah: 1

“Wahai orang-orang beriman, penuhilah akad kalian….”

  1. Firman Allah Surat Al-Baqarah: 198

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu…”

  1. Hadis riwayat At-Thabrani

“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudlarib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudlarib) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.”

  1. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah

“Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradlah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan kacang untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.”

  1. Ijma

Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudlarib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).

  1. Qiyas

Transaksi mudharabah ini diqiyaskan kepada transaksi musaqah.

  1. Kaidah fikih

“Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya.” 

  1. Para ulama menyatakan dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya, sementara itu tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta kekayaan namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, perlu kerja sama di antara kedua pihak tersebut.

Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijah 1420 H/1 April 2000.

MEMUTUSKAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL TENTANG DEPOSITO

Deposito ada dua jenis:

Pertama,

  1. Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan bunga.
  2. Deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.

Kedua, Mudharabah

  1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
  2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
  3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
  4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
  5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional pengelolaan giro dengan menggunakan bagian nisbah keuntungan yang menjadi hak bank.
  6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment