Islam dan Tibet ( Bagian 2): Hilangnya Keleluasaan

Islam dan Tibet ( Bagian 2): Hilangnya Keleluasaan

Islam dan Tibet Hilangnya Keleluasaan 2

Suaramuslim.net – Pada artikel sebelumnya, Anda telah membaca tentang bagaimana Islam dan Tibet terikat dalam sejarah. Kali ini kita akan melihat bagaimana kehidupan muslim di negeri dataran tinggi di timur laut Himalaya ini. Kabarnya, muslim di Tibet dulu mendapat hak istimewa, namun kini menderita setelah rezim komunis datang mengepakkan sayapnya.

Menyatu dengan masyarakat lokal

Sejak awal kedatangannya, muslim mendapat sambutan hangat dari masyarakat lokal Tibet. Mereka menerima muslim dengan lapang dada, baik itu untuk urusan perdagangan, budaya dan lainnya. Bahkan tidak sedikit dari warga asli Tibet yang jatuh hati dan menikah dengan orang-orang muslim yang datang ke negerinya.

Hal ini dibuktikan dengan perkembangan kehidupan muslim Tibet. Mereka dengan leluasa diperkenankan untuk membangun masjid di berbagai kawasan di negeri itu.  Sejak lama, mereka sudah memiliki empat masjid di Lhasa, dua masjid di Shigatse, dan satu Tsetang. Semua masjid tersebut berdiri anggun dengan gaya arsitektur Tibet.

Permukiman Muslim Tibet umumnya terkonsentrasi di sekitar masjid-masjid yang mereka bangun. Selain masjid, komunitas muslim Tibet juga memiliki setidaknya dua sekolah Islam di Lhasa dan satu di Shigatse. Di sekolah inilah, para generasi muda Muslim mempelajari Al Quran dan ilmu keislaman lainnya.

Komunitas muslim juga ada di antara para pengungsi Tibet di India. Mereka hidup damai dan harmonis dengan pengungsi Tibet lainnya yang beragama non muslim. Tidak ada perselisihan, maupun saling menyerang, mereka saling menghormati dan menghargai, tidak mengedepankan perbedaan.

Hak Istimewa untuk Kaum Muslim

Sejarah Tibet mencatat, meski minoritas, umat Islam menjalani kehidupan yang cukup bebas di lingkungan mayoritas Buddha. Bahkan, ketika negeri itu berada di bawah kepemimpinan Dalai Lama V (yang hidup antara 1617-1682), umat Islam juga menerima sejumlah hak istimewa.

Pada masa itu, kaum Muslim Tibet diizinkan untuk menyelesaikan berbagai urusan mereka secara independen dan sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, kaum Muslim Tibet juga bebas mendirikan perusahaan, menjalankan bisnis yang mereka geluti, bahkan dibebaskan dari pungutan pajak. Hak-hak istimewa tersebut termaktub dalam dokumen yang diberikan Pemerintah Tibet kepada masyarakat Muslim.

Bencana ketika rezim berganti

Sebenarnya, ketika Tibet berhasil dikuasai Tiongkok dengan rezim komunisnya, tidak hanya umat Islam yang menderita. Masyarakat Tibet pada umumnya sangat menderita berada di bawah pendudukan Tiongkok. Mereka mengalami tekanan mental dan fisik lantaran rezim komunis membatasi kebebasan mereka begitu ketatnya. Tak hanya itu, para penguasa Tiongkok juga memaksa penduduk di daerah itu untuk menjual tanah dan bangunan yang mereka miliki.

Situasi politik semacam itu semakin menjepit keberadaan komunitas Muslim Tibet. Namun, hal itu tidak tak lantas melunturkan identitas mereka sebagai orang Tibet. Dalai Lama ke-14 bahkan memuji kaum Muslimin Tibet di Kashmir yang tetap mempertahankan bahasa Tibet dalam keseharian mereka meskipun hidup hampir enam dekade berada di dalam pengasingan.

Tercatat setelah rezim komunis menduduki Tibet pada 1959, umat Muslim di negeri itu tak lagi menikmati hak-hak istimewa. Mereka semakin dibatasi, terutama dalam urusan beribadah. Muslim, tidak lagi leluasa membangun masjid, selalu waspada ketika menggali ilmu agama dan lain sebagainya. Sayang sekali, keharmonisan dan kebahagiaan yang selama ini ada berubah jadi tekanan demi tekanan dari rezim komunis. Semoga Allah melindungi saudara-saudara muslim kita di sana. Amin.

Kontributor: Aisy*
Editor: Oki Aryono

*Script writer dan audio editor

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment