Isra Mikraj Membentuk Pribadi Yang Berkarakter Menuju Kebangkitan Umat

Isra Mikraj Membentuk Pribadi Yang Berkarakter Menuju Kebangkitan Umat

MUI Tanggapi Rencana Kemenag Hapus Materi Perang dari Kurikulum Madrasah
Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Ustaz Fahmi Salim, LC.MA (Foto: Suaramuslim.net/Ali Hasibuan)

Hakikat Isra’ Mi’raj

Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa besar dalam sejarah umat Islam, yang dialami Nabi besar Muhammad SAW. Isra’ Mi’raj adalah hadiah besar yang Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad, setelah ujian demi ujian berat menimpanya. Derita pengorbanan yang penuh derai air mata, tetesan keringat dan titisan darah dialami selama 11 tahun pertama berdakwah di Makkah. Pemboikotan tiga tahun di Syi’ib Makkah terhadap Nabi dan kaum muslimin sungguh memilukan.

Lepas itu, kesedihan mendalam dialami Rasulullah SAW setelah ditinggal wafat pamannya yang begitu dicintainya, Abu Thalib. Di tahun yang sama istrinya yang selalu mendukung dakwahnya, Khadijah radhiyallahu ‘anha juga dipanggil Allah. Dua ini adalah orang paling berpengaruh dalam keberlangsungan dakwah Rasulullah di Makkah.

Setelah Makkah menolak dakwah, Rasulullah berfikir untuk mencari lahan dakwah baru. Pilihan itu jatuh ke kota Thaif. Ujian semakin berat ketika Rasulullah bersama para sahabatnya hijrah ke Thaif. Dilempari batu, dihina, dicerca, dan diusir dari Thaif. Kedua kaki mulianya bercucuran darah, kedua terompahnya basah dengan lumuran darah sucinya. Darahnya pun membasahi tanah Thaif menjadi saksi perjuangan berat menyebarkan dakwah Islam. Secara fisik, lukanya memang tidak sebanding dengan peristiwa Perang Uhud, tetapi pukulan psikologis lebih berat dirasakan Rasulullah di Thaif.

Dalam kondisi seperti ini, Allah memberikan hadiah istimewa kepada Rasulullah SAW. Memperjalankannya dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha disebut dengan perjalanan Isra’. Dari Masjid Al-Aqsha lalu diangkat ke langit ketujuh untuk mendapatkan perintah shalat lima waktu, disebut perjalanan Mikraj. Sehingga peristiwa dahsyat ini dikenal dengan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.

Peristiwa agung ini diabadikan Allah dalam Al-Quran Surat Al-Isra` ayat pertama. Dalam satu ayat ini Allah menyebutkan dua masjid suci. Mengikat dua masjid ini sebagai kiblat bagi kaum Muslimin. Dua masjid yang diberkahi, dimuliakan, dan disucikan. Sehingga kedua masjid ini tidak bisa dipisahkan, tidak mungkin ditinggalkan, dan tidak boleh dibiarkan ada gangguan yang mengancamnnya. Umar bin Khatab radliyallahu ‘anhu berkata, “Al-Quds (Yerussalem) bagi Allah tidak ada bedanya dengan Makkah.”

Peristiwa Isra Mikraj selain berdimensi relijus-spiritual (perintah sholat 5 waktu, dukungan para rasul), juga berdimensi geopolitik global (mencabut mandat Bani Israil, mengalihkan kepemimpinan spritual dan politis Jerussalem kepada nabi akhir zaman Muhammad SAW). Sangat menarik jika kita perhatikan seksama, di dalam surah al-Isra ini terdapat ketetapan Allah bahwa Bani Israil merusak bumi dan sombong dua kali.

Pada akhirnya peradaban Israel akan dikalahkan oleh Nabi Muhammad SAW dan umat Islam. Kekuatan dan kesombongan Bani Israil adalah akibat nikmat Allah yang diulur kepada mereka, merajalela untuk dikumpulkan semuanya di pusat Baitul Maqdis untuk menjalankan takdir Allah di ayat ketujuh surah Bani Israil.

Kenapa Harus Al-Aqsha?

Ada yang bertanya, kenapa harus ke Masjid Al-Aqsha lebih dahulu? Seandainya untuk menerima perintah shalat, tentu sangat mudah bagi Allah mengangkatnya langsung, dari Masjid Al-Haram menuju langit ketujuh.

Setidaknya ada empat hikmah:

Pertama, Masjid Al-Aqsha adalah pintu gerbang menuju langit. Sebelumnya Nabi Isa diselamatkan Allah dari kejaran upaya pembunuhan Yahudi, sehingga beliau diangkat ke langit dan nanti pada akhir zaman akan kembali diturunkan, untuk membunuh Dajjal dan Ya’juj Ma’juj. Begitu juga Nabi Muhammad diangkat ke Sidratul Muntaha dan diturunkan kembali ke bumi melalui Masjid Al-Aqsha.

Kedua, syarat pemimpin dunia harus mengunjungi dan memberikan perhatian ekstra serta loyalitas kepada Masjid Al-Aqsha. Sebab Masjid Al-Aqsha merupakan pusat kepemimpinan dunia. Pusat kerajaan Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman ada di Baitul Maqdis. Seluruh nabi-nabi kalau tidak lahir dan dakwah di Baitul Maqdis, Allah perintahkan untuk hijrah ke Masjid Al-Aqsha.

Nabi Ibrahim sebelum hijrah ke Baitul Maqdis tidak dikenal (QS. Al-Anbiya: 60), disebutkan dalam bentuk keraguan dan nakirah (umum dan tidak definitif). Tetapi setelah Nabi Ibrahim Hijrah ke Baitul Maqdis, membawa misi Al-Aqsha, Allah sebutkan dengan menggunakan gelar pemimpin dunia, “Aku jadikan engkau (Ibrahim) sebagai pemimpin bagi manusia.” (QS. Al-Baqarah: 124).

Ketiga, di Masjid Al-Aqsha itulah Nabi Muhammad dinobatkan sebagai pemimpin dunia. Pada malam Isra Mikraj Allah menghadirkan seluruh nabi dan rasul, mulai dari nabi Adam hingga nabi terakhir. Dalam riwayat hadis disebutkan 124.000 nabi dan 315 rasul dihadirkan di dalam Masjid Al-Aqsha. Seluruh nabi dan rasul shalat berjamaah dan Nabi Muhammad sebagai imamnya, sehingga Rasulullah mendapat gelar imamul anbiya` wal mursalin (imamnya para nabi dan rasul). Dengan dijadikannya Rasulullah sebagai imam, membuktikan bahwa kepemimpinan dunia yang sebelumnya dipegang para nabi sebelumnya, pada malam hari itu diwariskan kepada Nabi Muhammad SAW.

Keempat, karena Al-Aqsha adalah kiblat pertama simbol estafet dakwah Islam dari Nabi Adam hingga Nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Masjid Al-Aqsha merupakan kiblat pertama tidak hanya pada masa Rasulullah SAW, tetapi menjadi pusat ibadah dan kiblat para nabi sebelumnya.

Nabi Zakaria bermunajat kemudian dipanggil malaikat untuk diberikan anugerah dari Allah, ketika sedang shalat di Mihrab (QS. Ali Imran: 38-39). Rasulullah juga menceritakan, bahwa Nabi Sulaiman membangun (memperbaiki) Masjid Al-Aqsha, kemudian berdoa kepada Allah meminta tiga permintaan; kebijakan yang tepat, kerajaan yang tidak dimiliki orang setelahnya, dan mengampuni seluruh dosa orang yang datang ke Al-Aqsha yang tidak ada niat lain kecuali hanya ingin shalat di dalamnya.

Selama di Makkah, Rasulullah SAW bersama para sahabat shalatnya menghadap ke Baitul Maqdis (Al-Aqsha), padahal Ka’bah ada di depannya. Sampai 16 bulan pertama setelah hijrah ke Madinah masih menghadap ke Baitul Maqdis. Selain mewarisi kepemimpinan dunia, Rasulullah juga mewarisi risalah kenabian dari nabi-nabi sebelumnya. Estafet kesinambungan dakwah Islam.

Itulah sebagian tanda-tanda kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada Rasulullah dan umatnya di malam Isra Mikraj, linuriyahu min aayaatina (Q.S. Bani Israil: 1).

Isra Mikraj, Titik Tolak Kebangkitan Islam

Peristiwa Isra Mikraj menjadi titik tolak perubahan besar dalam diri Rasulullah SAW dan kualitas dakwah Islam. Sebelum Isra Mikraj, Rasulullah dan umat Islam dalam posisi yang inferior, direndahkan, ditindas dan tak berdaya. Setelah Isra Mikraj, kondisi berubah 180 derajat, Allah memberikan kemenangan demi kemenangan kepada Rasulullah dan dakwah Islam, an-nashr wa at-tamkin.

Nabi Muhammad dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin dunia, imam dua kiblat, dipilih sebagai manusia terbaik diantara hamba-hamba-Nya yang terbaik (al-mushthafa). Diangkat derajatnya, ditinggikan penyebutan namanya, mengiringi setelah penyebutan nama Allah, wa rafa’nâ laka dzikraka. (QS. Al-Insyirah: 2).

Pada masa inilah, pasca Isra Mikraj Nabi Muhammad, terjadi peristiwa besar dalam sejarah dunia, yang erat hubungannya dengan kejayaan Islam, yaitu pertempuran dahsyat antara dua negara adi daya dunia saat itu: Persia dan Romawi. Suasana sedih melanda Rasulullah dan umat Islam dengan kekalahan Romawi oleh Persia. Sehingga turunlah Surah Ar-Ruum yang meramalkan bahwa setelah kekalahan Romawi itu, selang beberapa tahun kemudian Romawi yang akan memenangkan pertempuran, dan Persia kalah.

Mukjizat Quran terbukti, setelah 9 tahun, Romawi berhasil mengalahkan Persia. Umat muslim saat itu bergembira menyambut pertolongan Allah. Kemenangan Romawi itu adalah pembuka jalan bagi pertolongan Allah atas kaum muslimin kelak. Allah berfirman, “Setelah kekalahan, mereka (Romawi) akan menang, selang beberapa tahun kemudian…di hari kemenangan Romawi atas Persia itu, orang beriman bergembira” (Q.S. al-Ruum: 3-4).

Kenapa sedih dan kenapa gembira? (Ayat 2, ayat 5) bukan semata alasan kedekatan emosional keagamaan. Lebih kepada analisis perimbangan kekuatan global. Dimana umat Islam sedang dipersiapkan masa transisi mengambil alih dominasi Roma dan Persia di lingkup global. Kekuatan Persia lebih dominan, setelah dikalahkan Romawi maka Persia melemah. Setelah Romawi menang, kekuatan mereka juga melemah karena sumber daya terkuras menghadapi Persia. Rival yang kuat jadi lemah, rival yang lemah jadi semakin lemah.

Maka di Madinah setelah kekalahan Persia sesuai ramalan Alquran itu, Rasulullah melancarkan perang Tabuk dan Mu’tah untuk melemahkan Romawi. Dilanjutkan di era khalifah Umar bin Khattab, melancarkan perang Qadisiyah mengakhiri era kejayaan Parsi, dan perang Yarmuk mengakhiri era Roma. Irak Iran (dominasi Parsi), Syam, Mesir dan Jerussalem (dominasi Romawi) takluk oleh umat Islam hanya 10 tahun setelah Nabi wafat.

Isra Mikraj sesuai tujuannya, memperlihatkan keajaiban kekuasaan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW., linuriyahû min âyâtinâ (QS. Al-Isra`: 1). Sehingga menghilangkan segala bentuk ketergantungan kepada makhluk, hanya totalitas bersandar kepada Sang Khaliq. Menguatkan kembali tekad Rasulullah dan sahabatnya untuk menyebarkan risalah Islam kepada dunia. Mempersiapkan mentalitas Rasulullah menghadapi ancaman dan terpaan ujian yang dahsyat silih berganti.

Saat itu Rasulullah dan kaum mukmin berhadapan dengan kekuatan koalisi besar penghalang dakwah Islam; Quraisy, Yahudi, dan Kaum Munafiq di Madinah. Madinah pun menjadi pusat kejayaan Islam. Khaibar menjadi saksi hancurnya kekuatan sosial politik militer Yahudi. Fathu Makkah merontokkan kekuatan politik kafir Quraisy dan membersihkan Makkah dari sistem keberhalaan yang menggurita di semua sektor kehidupan, sehingga penduduknya berbondong-bondong masuk Islam. Tabuk dan Mu’tah menjadi saksi cikal bakal dominasi umat Islam mengalahkan hegemoni Romawi dan Persia.

Mengenang agungnya nikmat Allah dalam peristiwa ini, Rasulullah setiap malam selalu membaca Surah Al-Isra` sebelum tidur. Betapa cintanya Rasulullah terhadap Masjid Al-Aqsha. Hadis-hadis beliau banyak memotivasi umatnya untuk mengunjunginya, menjaganya, dan membelanya. Bahkan beliau mengisyaratkan munculnya kejayaan Islam kembali di Baitul Maqdis. Bagaimana mungkin yang mengaku umatnya meninggalkan masjid mulia ini dikangkangi Zionis Israel.

Maka di saat kondisi umat Islam begitu kelam dan berada di titik nadir, di era Islam dianggap sebagai ancaman dan bahaya bagi peradaban manusia, di saat umat Islam dilabelkan dengan aneka stigma jahat terorisme, radikalisme dan seabrek tudingan miring lainnya. Bahkan kini, agama dimonsterisasi, ulama dikriminalisasi, umat Islam dicurigai, dakwah dianggap provokasi, kebaikan disebut radikalisasi. Kita perlu merenungkan ulang peran dan posisi umat Islam sebagai ‘khayra ummah’, umat yang terbaik, dengan mengambil spirit Isra Mikraj Nabi Muhammad, agar kita dapat membentuk pribadi umat yang terpuji menuju kebangkitan Islam yang kita dambakan.

Allah ta’ala berfirman,
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)

Disadur dari teks pidato peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad saw 1439 H di Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh.

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment