Suaramuslim.net – Secangkir ‘kopi hangat’ menjadi teman setia bagi kebanyakan orang, baik di kala sendiri maupun berkumpul bersama kerabat, keluarga dan sejawat. Lebih dari sekedar hidangan minuman, kopi seakan menjadi budaya yang menandakan ‘keakraban’ yang mengantarkan suasana guyup dan ketenangan bagi si peminum.
Sama halnya budaya ngopi masyarakat Indonesia, kopi juga memiliki kedekatan dengan peradaban Islam di Timur Tengah. Sejarah peradaban Islam juga telah mengenal lama jenis minuman ini. Alkisah, ada seorang pria Arab bernama Khalid yang sedang menggembalakan kambing di wilayah Kaffa, selatan Ethiopia. Dia melihat kambingnya lebih bergairah dan bersemangat setelah memakan buah-buahan kecil, seperti beri berwarna gelap. Karena penasaran, akhirnya Khalid memutuskan untuk memetik serta membawa pulang buah yang dimakan kambingnya.
Sesampainya di rumah, dimasaklah buah-buahan yang ternyata mengandung biji cukup besar itu. Saat itu juga Khalid telah membuat minuman kopi pertama dari buah yang awalnya disebut bun itu. Sejak itu, biji kopi diekspor dari Ethiopia ke Yaman pada abad ke-10. Hingga akhir abad ke-15, kopi telah mencapai Makkah dan Turki, baru kemudian bisa dinikmati masyarakat Mesir.
Orang-orang dari kalangan sufi Timur Tengah begitu akrab dengan kopi. Mereka menyeruput kopi agar tetap terjaga sepanjang malam untuk melakukan ritual zikir kepada Allah SWT semalam suntuk. Beberapa para penganut tarekatlah yang menyebarkan kopi di Negara Arab dari abad 13 sampai 15 M. Sehingga, kopi menyebar ke seluruh dunia, tak hanya lewat pedagang dan pengelana, tapi juga lewat para jamaah haji.
Diawali seorang syekh dari tarekat Syadziliyah yang memperkenalkan minum kopi di Ethiopia. Tidak jelas siapa tokoh itu, namun diyakini beliau adalah Abul Hasan Ali ibn Umar yang duduk sebagai hakim di pemerintahan Sultan Sadaddin II di selatan Ethiopia. Syekh Ali kemudian kembali ke Yaman sambil membawa pengetahuan bahwa biji kopi tak hanya bisa dimakan, tapi juga bisa membuat badan terjaga semalaman. Kabarnya, sang syekh dinobatkan sebagai wali bagi para petani kopi dan tentu saja para penikmat kopi.
Di Aljazair, kopi kadang disebut sebagai “syadziliyah”, sebagai penghormatan untuk sang wali kopi itu. Minuman kopi diberi nama qahwa, kata yang biasanya dinisbahkan untuk anggur. Bagi orang Eropa yang mengenal kopi sebagai minuman keren dari Arabia, mereka menyebutnya sebagai “anggur dunia Islam”. Para sufi memperkenalkan cara membuat kopi dengan memasak bubuk kopi dalam air. sementara itu warga Persia menemukan bahwa memanggang biji kopi akan lebih mengeluarkan aromanya.
Seorang sufi bernama Shadili Abu Bakar ibn Abdullah Alaydrus sangat terpesona dengan efek yang ditimbulkan kopi sehingga dia menciptakan sebuah puisi (qasidah) untuk memuja kopi. Para penikmat kopi pada masa itu bahkan memperkenalkan istilah marqaha untuk euforia dari efek minum kopi.
Shaikh ibn Ismail Ba Alawi menyatakan bahwa meminum kopi yang ditujukan untuk memperkuat ibadah dan keimanan bisa mengantarkan pada kondisi qahwa ma’nawiyah (qahwa yang ideal) dan qahwa al-Sufiyya, kondisi yang menyenangkan ketika seorang hamba Tuhan bisa mengetahui rahasia-rahasia tersembunyi di dunia ini dan dunia langit.
Para darwis dari Tarekat Syadziliyah ini termasuk penganut sufi yang paling aktif dalam segala urusan duniawi. Konon, pendiri tarekat ini, Shaikh Abul Hasan asy-Syadzili enggan mengangkat murid yang belum mempunyai pekerjaan. Maka, kopi dipandang memberi manfaat untuk mendongkrak gairah kerja yang pada akhirnya bisa mendorong perekonomian.
Keberadaan kopi di Makkah juga sangatlah populer. Menurut sejarawan Arab, kopi bahkan disajikan di Masjidil Haram. Karenanya, jarang sekali ada acara zikir atau maulid tanpa adanya suguhan kopi. Al Azhar, Mesir, juga menjadi pusat dari acara minum kopi yang kemudian dijadikan ritual resmi. Penulis abad ke-16, Ibnu Abdul Ghaffar, menceritakan mengenai suasana pertemuan para darwis atau penganut sufi di Kairo.
“Mereka minum kopi setiap Senin dan Jumat, menyajikannya dalam wadah yang besar terbuat dari tanah liat merah. Sang pemimpin kemudian menyendokkan minuman itu dan membagikan kepada para pengikutnya, mulai dari sebelah kanan, sambil mereka menggumamkan lafaz-lafaz tertentu, biasanya La Ilaha Illallah”. Para sufi di Yaman pada masa lalu meminum kopi sambil melafalkan ratib, dzikir dengan mengulang-ulang kata Ya Qawiyyu (Wahai Pemilik Segala Kekuatan) sampai 116 kali.
Legenda kopi melangkah lebih jauh lagi dengan adanya cerita dari Persia bahwa minuman itu pernah disajikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad yang sedang tidur. Cerita lain menyebutkan bahwa Raja Sulaiman pernah menyembuhkan penduduk satu kota yang menderita penyakit misterius dengan menyajikan minuman dari biji kopi yang dipanggang. Konon, hal itu atas perintah Malaikat Jibril.
Oleh: Siti Aisah
Editor: Oki Aryono