Memajang Foto Anak Bisa Menyebabkan Sakit? Begini Haditsnya

Memajang Foto Anak Bisa Menyebabkan Sakit? Begini Haditsnya

Memajang Foto Anak Bisa Menyebabkan Sakit, Begini Haditsnya

Tak sedikit orang yang bertanya-tanya. Mereka berusaha memutar otak untuk memahaminya. Pertanyaannya, kenapa harus repot-repot memikirkannya? Toh, kalau tidak setuju ya silakan saja diabaikan.

Ternyata, masalahnya adalah karena status tersebut didasarkan, atau lebih tepatnya diinspirasi oleh hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Lalu, dipertegas dengan kutipan dalam kitab Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar al-Asqallani (773-852 H), pakar hadis ternama abad ke-9 H.

Berikut adalah hadis yang dimaksud,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ لَسَبَقَتْهُ، فَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوْا  (رواه الجماعة إلا النسائي، عن ابن عباس وأبي هريرة)

“[Penyakit Pandangan] Mata itu benar adanya. Seandainya ada  sesuatu yang [dapat] mendahului ketetapan Allah (takdir), maka pastilah [pandangan] mata itu yang mendahuluinya. Karena itu, jika kalian diperintahkan untuk mandi [untuk pengobatan penyakit al-’ain), mandilah!” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah).

Dari keenam kitab hadis induk (al-kutubus sittah), hanya Sunan an-Nasa’I saja yang tidak meriwayatkan hadis tersebut. Dari sini dapat dipastikan bahwa kualitas hadis tersebut adalah sahih, mengingat hadis tersebut disamping popularitasnya tinggi, juga didasarkan kepada hasil ijtihadnya Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab sahihnya.

Dalam syarahnya, Ibnu Hajar menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan al-‘ain dalam hadits tersebut, yaitu

والعين نظر باستحسان مشوب بحسد من خبيث الطبع يحصل للمنظور منه ضرر (فتح الباري)

“Al-‘Ain adalah pandangan suka disertai hasad yang berasal dari kejelekan tabiat, yang dapat menyebabkan orang yang dipandang itu tertimpa suatu bahaya.”

Definisi itulah yang menyebabkan tulisan yang beredar viral itu menyimpulkan bahwa memajang foto diri, atau foto keluarga, dan foto anak di medsos dapat menyebabkan mereka terkena penyakit ‘ain.

Ibnu Hajar sendiri sebenarnya menjelaskan hadis itu secara panjang lebar dengan mengutip pendapat berbagai ahli, bukan hanya perspektif ahli hadis saja.

Di kalangan ahli hadis sendiri, menurut Ibnu Hajar dalam awal penjelasannya, masih terjadi perbedaan pendapat mengenai maknanya. Bahkan, hadis ini termasuk hadis yang musykil (sulit sekali dipahami, mengingat ia adalah hadis sahih, namun sulit diterima akal). Akibatnya, berbagai pandangan mencoba untuk menakwilkan dengan berbagai pendekatan, temasuk pendekatan budaya, sains, teologi, mistisisme, dan sebagainya. Semua itu dapat dibaca dalam Fathul Bari.

Dari beberapa pendapat yang dikemukanan itu, Ibnu Hajar berkesimpulan bahwa maksud hadits tersebut adalah

والحاصل أن التأثير بإرادة الله تعالى وخلقه ليس مقصورا على الاتصال الجسماني بل يكون تارة به وتارة بالمقابلة وأخرى بمجرد الرؤية وأخرى بتوجه الروح كالذي يحدث من الأدعية والرقي والالتجاء إلى الله وتارة يقع ذلك بالتوهم والتخيل فالذي يخرج من عين العائن سهم معنوي إن صادف البدن لا وقاية له أثر فيه وإلا لم ينفذ السهم بل ربما رد على صاحبه كالسهم الحسي سواء

Kesimpulannya adalah, bahwa reaksi penyakit termasuk obatnya adalah atas dasar kehendak Allah. Penyebaran penyakit itu tidak hanya terjadi melalui kontak fisik. Kadang, ia terjadi karena kontak fisik, namun kadang juga karena kontak non-fisik, misalnya hanya dengan sekedar kontak pandangan. Kadang juga, bahkan melalui kontak batin/ruh. Misalnya, seperti pengobatan dengan doa atau ruqyah dan mohon perlindungan kepada Allah.

Kadang juga, penyakit dan kesembuhannya itu terjadi dari kontak pikiran dan imajinasi (seperti sugesti). Adapun penyakit yang keluar dari matanya orang yang memandang adalah ibarat sebuah mata panah. Secara maknawi saja. Jika ia mengenai badan yang tak bertameng, pastilan ia terluka. Jika tidak demikian, berarti anak panah itu meleset, atau bahkan memantul kembali kepada pemanahnya. Demikianlah, masalah penyakit mata itu sama dengan masalah panah memanah.

Berdasarkan penjelasan Ibnu Hajar setelah mengamati sekian banyak pendapat yang beredar, dapat kita pahami bahwa:

  • Penyakit al-‘ain biasa diartikan penyakit mata, sebagaimana pendapat sebagian ulama yang memahaminya secara literal (akhadza bi zhahiril hadits). Ia dapat bermakna penyakit mata secara fisik, maupun non fisik, yaitu penyakit pandangan mata. Jika ia penyakit fisik, maka penularannya adalah dapat melalui kontak pandangan mata, karena itu biasanya dianjurkan untuk para penderita agar mengenakan kaca mata hitam. Namun, tampaknya pemahaman seperti itu tidak relevan dengan hadis yang dimaksud.
  • Jika ia dimaknai penyakit mata secara fisik, akan sulit ditemukan korelasinya antara memandang foto dengan sakit mata. Kecuali, jika yang dimaksud adalah memandang foto di layar kaca gawai secara tidak wajar, maka memang dapat merusak mata. Namun, tentunya bukan hal itu yang dimaksud dalam hadis. Di sinilah yang membuat para pembaca artikel yang beredar di medsos itu bingung.
  • Karena itu, hadis di atas lebih tepat dimaknai penyakit pandangan mata, karena memang ada indikasi di sana bahwa jika pandangan itu disertai hasad atau iri dan dengki, maka ia akan menjadi doa-doa buruk yang membahayakan. Sedangkan doa itu juga sangat manjur. Itulah penyakit pandangan mata. Ia sangat cepat penularannya, yang oleh Nabi diumpamakan melebihi kecepatan takdir. Dalam hadis Nabi juga sering disebutkan keterkaitan erat antara takdir dan doa.

Artinya, ketika memandang foto seorang teman yang sedang mendapat nikmat misalnya, seseorang akan berpotensi untuk iri terhadapnya sehingga ia mendoakan buruk. Itulah yang dimaksud dengan sangat cepat kejadiannya. Sekali melihat, jika dalam hatinya ada penyakit hasad, maka ia akan mendoakan buruk untuk orang yang dipandangnya itu secepat mata memandang.

  • Dari sini, hadits tersebut mudah untuk dirasionalisasi. Dalam bahasa kita yang kekinian, “Hargai privasimu!” Menghargai privasi diri sendiri adalah dengan tidak memajang semua foto kita dan orang-orang yang kita sayangi. Tidak berlebihan dalam berswafoto (selfie). Karena orang yang demikian, seringkali menyebabkan iri di hati para pemirsanya. Jika pemirsa foto itu sudah iri, maka tak tertutup kemungkinan ia dengan segera mendoakan buruk terhadapnya. Itulah yang dimaksud dengan penyakit al-‘ain (penyakit pandangan mata).
  • Para ulama menegaskan bahwa penyakit ‘ain itu tidak hanya disebabkan oleh pandangan buruk saja, melainkan ia juga disebabkan oleh pandangan yang baik juga. Artinya, bahkan ketika seseorang melihat foto yang indah, lalu ia ikut menyukainya secara berlebihan, hal itu juga dapat membahayakannya.

Wallahu a’lam.

Sumber: wikihadis.id

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment